Jurnalisme di Era Kenormalan Baru, Hendrayana Beri Tips Jika Wartawan Dikriminalisasi

Sukabumiupdate.com
Jumat 26 Mar 2021, 19:55 WIB
Jurnalisme di Era Kenormalan Baru, Hendrayana Beri Tips Jika Wartawan Dikriminalisasi

SUKABUMIUPDATE.com - Praktisi hukum yang juga menjabat Direktur Eksekutif Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS), Hendrayana, SH., MH., menyebut pelanggaran karya jurnalis bukanlah kejahatan tapi masalah etik atau pelanggaran etik. 

Hal ini diungkapkan Hendrayana pada workshop Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) yang mengusung tema "Jurnalisme di Era Kenormalan Baru" yang digelar secara virtual, Rabu tanggal 24 Maret 2021. 

Mantan Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers ini menegaskan pelanggaran karya jurnalistik yang dikenal dengan istilah delik pers itu merupakan tindakan pidana yang berhubungan dengan pers.  “Dalam KUHP itu yang berkaitan dengan delik pers ada 32 pasal,” tegas Hendrayana.

Menurut dia, delik pers sebenarnya bukan terminologi hukum, tapi dalam praktiknya muncul karena ada pasal 61 dan 62 KUHP tentang ancaman kejahatan percetakan. Pasal ini kemudian menjadi pintu masuk munculnya delik pers.

Baca Juga :

"Suatu tindakan bisa jadi tindak pidana pers jika memenuhi tiga unsur," kata mantan tenaga ahli hukum di Komisi Penyiaran Indonesia itu pula.

Ketiga unsur tersebut adalah harus dilakukan dengan barang cetakan, harus merupakan pernyataan pikiran atau perasaan (sengaja dan bukan dipaksa), dan harus ternyata bahwa publikasi itu merupakan suatu syarat untuk menumbuhkan kejahatan.

Dalam diskusi tersebut, Hendrayana menyampaikan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh seorang jurnalis yang terkena jeratan hukum. Mulai dari memberitahukan ke pimpinan redaksi di tempat kerja, membuat kronologis permasalahan, mengumpulkan bahan-bahan berita dan bukti rekaman, data-data sumber berita, dan menyiapkan saksi-saksi meringankan.

Sedangkan jika jurnalis dipanggil sebagai saksi/tersangka, harus jeli memeriksa surat panggilan. “Memberitahukan ke atasan, menyiapkan semua dokumen berita yang dipermasalahkan, gunakan hak tolak jika penyidik meminta menyebutkan narasumber karena dilindungi oleh UU Pers Nomor 40 Tahun 1999,,” bebernya.

“Dan yang paling penting dan utama adalah meminta penyidik mengambil keterangan dari Dewan Pers untuk menilai berita yang dipersoalkan,” pungkasnya.

Editor :
Berita Terkini