Mengenal Kecap Rajékan Seni Kata Ulang dalam Bahasa Sunda

Sukabumiupdate.com
Jumat 17 Okt 2025, 19:29 WIB
Mengenal Kecap Rajékan Seni Kata Ulang dalam Bahasa Sunda

Secara linguistik, kecap rajékan adalah sebuah entitas morfologis istimewa dalam tatanan Bahasa Sunda yang terbentuk melalui proses reduplikasi, yakni pengulangan baik seluruh atau sebagian dari kata dasarnya. (Ilustrasi:Canva)

SUKABUMIUPDATE.com - Hayu urang diajar deui Sunda! Ngomongkeun basa wewengkon urang téh lain ngan saukur bisa ngobrol, tapi ogé asyik ngulik kecap-kecap nu sarupa jeung sajak, kayaning 'baralaga', 'rereongan', jeung 'leuleuweungan'. Ibaratna keur nyieun gulali, unggal kecap téh aya rasana sewang-sewangan, raos, jeung nagih. Jadi,ayeuna urang ngaléngkah deui kana kecap rajékan dina Basa Sunda!”

Salah satu harmoni Sunda terwujud secara eksplisit dalam bentuk kecap rajékan. Istilah ini merujuk pada bentuk kata ulang yang tidak hanya berfungsi sebagai ornamen bahasa, tetapi juga mengandung kedalaman makna serta fungsi gramatikal yang kompleks. Berbeda secara fundamental dengan kata ulang dalam Bahasa Indonesia yang lazimnya berfungsi menyatakan pluralitas atau benda jamak, kecap rajékan dalam Bahasa Sunda memiliki peran semantik dan gramatikal yang jauh lebih berlapis. Ia mampu mentransformasi kata dasar menjadi konsep baru, menunjukkan intensitas, atau mengungkapkan proses yang dinamis, menjadikannya kunci untuk memahami struktur pemikiran kultural masyarakat Sunda.

Secara linguistik, kecap rajékan adalah sebuah entitas morfologis istimewa dalam tatanan Bahasa Sunda yang terbentuk melalui proses reduplikasi, yakni pengulangan baik itu seluruh ataupun sebagian dari kata dasarnya. Proses pembentukan ini bukanlah sekadar mekanisme mekanis pengulangan bunyi, melainkan sebuah aksi penciptaan makna yang secara signifikan mengubah dimensi leksikal dan gramatikal dari kata awal.

Baca Juga: KDM Dorong Daerah di Jabar Kelola Sampah Secara Mandiri

Reduplikasi ini seringkali menghasilkan makna baru yang bersifat idiomatis atau spesifik, di mana artinya tidak dapat hanya ditafsirkan secara harfiah dari penjumlahan makna kata dasarnya, melainkan perlu dipahami dalam konteks budaya dan fungsi bahasanya yang khas. Inilah yang membuat kajian mengenai kecap rajékan menjadi sangat menarik dan vital dalam pemahaman linguistik Sunda secara utuh.

Ciri Khas Kecap Rajékan yang Membedakannya:

  1. Pola Pembentukan yang Konsisten: Meskipun beragam, setiap jenis rajékan mengikuti kaidah pengulangan yang terstruktur dan dapat diprediksi.
  2. Makna Gramatikal yang Spesifik: Masing-masing bentuk menciptakan fungsi gramatikal tertentu, misalnya menyatakan proses, intensitas, atau kemiripan.
  3. Kepatuhan Fonologis: Pembentukannya terikat pada aturan fonologis Bahasa Sunda, sering melibatkan penyesuaian vokal atau konsonan yang harmonis.
  4. Penciptaan Nuansa Makna yang Khas: Mampu memberikan dimensi emosional dan deskriptif yang lebih kaya pada ujaran.

Baca Juga: Klarifikasi Kades Bojong Soal Biaya Rp50 Ribu Pencari Emas di Sungai Cikaso Sukabumi

Jenis-Jenis Utama Kecap Rajékan

  1. Rajékan Dwipurwa (Reduplikasi Suku Kata Awal): Dari Sifat Menuju Aksi

Definisi: Jenis rajékan ini adalah proses pengulangan yang secara selektif hanya mengambil suku kata pertama dari kata dasar, dan seringkali diikuti oleh modifikasi atau perubahan pada vokal suku kata yang diulang. Pola ini sangat produktif dalam menciptakan kata kerja yang menyatakan proses atau penyerupaan.

  • Pola Pembentukan: Varian dari Suku Kata Awal (CV) ditambahkan di depan Kata Dasar.
  • Fungsi Semantik:
    • Menyatakan Kemiripan atau Penyerupaan: Membentuk kata yang berarti "menyerupai" atau "bertindak seperti."
    • Menunjukkan Sifat yang Mendekati: Mengekspresikan kondisi atau sifat yang mulai terwujud.
    • Mengekspresikan Makna Metaforis: Mentransformasi kata benda atau sifat menjadi kata kerja dinamis.
  • Contoh dan Analisis:
    • Balaga (Belagu)  menjadi Baralaga (Pada Belagu): Transformasi dari sifat belagu atau sedikit sombong menjadi aksi masal, begitu juga dengan kata Gelo jadi Garelo.
    • Hejo (hijau)  menjadi Harejo (menghijau, penuh kehijauan): Menunjukkan proses atau kondisi yang sedang menghijau.
    • Leungeun (tangan)  menjadi Leuleungeun (menyerupai tangan, berpegangan pada sesuatu).

Baca Juga: Berkat Teknologi AI Moises Vokal Asli Whitney Houston Kembali dalam Tur Symphonic 2025

  1. Rajékan Dwilingga (Reduplikasi Penuh): Penekanan Intensitas dan Kebenaran Mutlak

Definisi: Jenis ini merupakan bentuk reduplikasi yang paling lugas, melibatkan pengulangan utuh dari seluruh kata dasar tanpa adanya perubahan bunyi vokal maupun konsonan. Fungsinya seringkali untuk memberikan penekanan yang sangat kuat pada makna dasar kata tersebut.

  • Pola Pembentukan: Kata Dasar + Kata Dasar (secara identik).
  • Fungsi Semantik Kunci:
    • Menekankan Intensitas Sifat: Menyatakan derajat sifat yang maksimal.
    • Menyatakan Makna "Benar-benar" atau "Sangat": Menguatkan makna dasar hingga tingkat tertinggi.
    • Memperkuat Makna Dasar: Menegaskan atau mengonfirmasi makna asli dari kata.
  • Contoh dan Analisis:
    • Bageur (baik)  menjadi Bageur-bageur/Balageur (sangat baik hati, baik sekali).
    • Gépéng (pipih)  menjadi Gépéng-gépéng/Garépéng/Gararépéng (sangat pipih, benar-benar datar).
    • Hadé (bagus)  menjadi Hararadé/Haradé (sangat bagus; atau sangat hati-hati, dalam konteks perintah).

Nuansa-nuansa unik dari Bahasa Sunda yang kaya terancam menjadi lost colloquialisms (kosakata sehari-hari yang terlupakan)"Awas marurag durena!" Murag melalui dwipurwa menunjukkan sebuah transisi dari potensi statis menjadi tindakan aktif.

  1. Rajékan Dwilingga Salin Suara (Reduplikasi dengan Perubahan Bunyi): Dinamika dan Variasi

Definisi: Merupakan pengulangan seluruh kata dasar, namun salah satu unsur pengulangannya mengalami modifikasi bunyi, baik vokal (vokalisasi) maupun konsonan (konsonantalisasi). Perubahan bunyi ini menjadi penanda adanya dinamika, variasi, atau ketidakseriusan dalam suatu tindakan.

  • Pola Pembentukan: Kata Dasar + Kata Dasar (dengan modifikasi fonem yang sistematis).
  • Fungsi Semantik yang Unik:
    • Menyatakan Keberagaman atau Variasi: Menunjukkan banyak jenis atau bentuk yang berbeda-beda.
    • Menunjukkan Aktivitas yang Tidak Serius/Asal-asalan: Mengekspresikan tindakan yang dilakukan tanpa fokus atau tujuan yang jelas.
    • Mengekspresikan Makna "Saling" atau "Berulang-ulang": Menandakan interaksi timbal balik atau repetisi.
  • Contoh dan Analisis:
    • Gunting (gunting)  menjadi Gunting-ganto (menggunting asal-asalan/melakukan aktivitas potong memotong dengan tidak teratur).
    • Corét (coret)  menjadi Curat-carét (bercoret-coret di mana-mana, mencoret dengan variasi).

Baca Juga: Termasuk Bogor–Sukabumi, Ini 4 Rute Wisata Kereta Api West Java Traincation Pemprov Jabar

  1. Rajékan Dwiwasana (Reduplikasi Suku Kata Akhir): Kontinuitas yang Monoton

Definisi: Jenis rajékan yang terbentuk melalui pengulangan yang hanya fokus pada suku kata terakhir dari kata dasar. Meskipun tidak seproduktif jenis lainnya, bentuk ini memiliki makna spesifik terkait pengulangan atau kontinuitas yang cenderung monoton.

  • Pola Pembentukan: Kata Dasar + Pengulangan Suku Kata Akhir (terkadang dengan imbuhan).
  • Fungsi Semantik Inti:
    • Menyatakan Kontinuitas atau Berkelanjutan: Menunjukkan aktivitas yang berlangsung terus-menerus.
    • Menunjukkan Makna "Hanya Itu-itu Saja": Mengekspresikan pengulangan yang membosankan atau tindakan yang terbatas.
  • Contoh dan Analisis:
    • Nitah we ! (suruh)  menjadi Ngan Na-ri-tah  we (hanya menyuruh-nyuruh): Menggambarkan tindakan yang berulang dan bernada negatif.
  1. Rajékan Rangkep (Reduplikasi Kata Berimbuhan): Aksi yang Sedang atau Rutin

Definisi: Bentuk ini adalah pengulangan penuh (seperti dwilingga) tetapi diterapkan pada kata yang sudah mengalami proses morfologis, yaitu telah menerima afiks (awalan, akhiran, atau sisipan) sebelumnya.

  • Pola Pembentukan: Kata Berimbuhan Penuh + Kata Berimbuhan Penuh (identik).
  • Fungsi Semantik Utama:
    • Menyatakan Aktivitas yang Sedang Berlangsung: Mirip dengan aspek progresif.
    • Menunjukkan Kebiasaan atau Rutinitas: Mengekspresikan tindakan yang berulang sebagai sebuah kebiasaan.
  • Contoh dan Analisis:
    • Ngajar (mengajar)  menjadi Ngajar-ngajar (sedang mengajar/mengajar sebagai rutinitas).
    • Diuk (duduk)  menjadi Diuk-diuk (sedang duduk-duduk/bersantai).

Baca Juga: Yayasan Sukabumi Update Peduli Salurkan Bantuan Tongkat untuk Lansia di Cisaat

Pola pembentukan kecap rajékan tidak sekadar tata bahasa, melainkan sebuah cerminan filosofis dari cara pandang masyarakat Sunda yang melihat realitas sebagai sebuah proses yang dinamis dan berkelanjutan. Transformasi dari sifat balaga menjadi aksi baralaga melalui dwipurwa menunjukkan sebuah transisi dari potensi statis menjadi tindakan aktif. Bahasa memotret kehidupan yang bergerak, bukan hanya sebuah kumpulan objek statis, melainkan sebuah rangkaian proses dan perubahan yang terus menerus.

Harmoni dan Respek terhadap Alam (Pangaweruh Batin)

Bentuk-bentuk seperti hejo menjadi harejo (menghijau) secara subtil mengungkapkan hubungan yang sangat harmonis dan respek tinggi masyarakat Sunda terhadap alam. Bahasa tidak hanya berfungsi untuk mendeskripsikan keadaan akhir, tetapi dengan cermat menangkap dan mengabadikan proses perubahan dalam semesta, menunjukkan kesadaran mendalam akan siklus alam dan pentingnya menjaga keseimbangan.

Pengulangan dengan perubahan bunyi seperti dalam gunting-ganto (menggunting asal-asalan) merefleksikan nilai sosial yang menghargai fleksibilitas, adaptasi, dan penerimaan terhadap ketidaksempurnaan atau tindakan yang bersifat rekreatif dan tidak kaku. Bentuk ini mengajarkan bahwa tidak semua tindakan harus bersifat serius dan teratur, memberikan ruang linguistik untuk ekspresi yang santai dan variatif.

Baca Juga: JANGAN PERCAYA! Penipu Gunakan Email Google ASLI untuk Phishing DKIM Replay!

Aspek Fonologis (Keindahan Bunyi)

Pembentukan kecap rajékan diikat oleh aturan fonologis yang ketat, memastikan kelancaran artikulasi dan keindahan bunyi:

  • Harmonisasi Vokal: Terdapat kecenderungan kuat untuk perubahan vokal secara sistematis dalam unsur pengulangan, terutama pada Rajékan Dwipurwa. Vokal /a/ seringkali mengalami perubahan menjadi /e/ atau /é/ untuk menciptakan penyesuaian vokal yang menghasilkan kenyamanan artikulasi dan pola harmonisasi.
  • Modifikasi Konsonan: Pemertahanan dan penyesuaian konsonan, seperti asimilasi atau disimilasi, berfungsi untuk menjamin kelancaran transisi bunyi, misalnya pemertahanan konsonan /r/ dalam dwipurwa seperti baralaga.

Secara fungsional, struktur kecap rajékan tetap vital dalam ekspresi kreatif Sunda kontemporer, memperkaya estetika dan ritme dalam puisi, prosa, lirik lagu, hingga naskah drama, serta berperan penting dalam pengajaran bahasa Sunda sebagai bagian inti kurikulum, media pelestarian nilai budaya, dan alat pengembangan kecerdasan linguistik.

Kecap rajékan dalam Bahasa Sunda jauh melampaui sekadar struktur bahasa, melainkan merupakan cerminan cara berpikir unik masyarakat Sunda yang dinamis dan berorientasi proses, menjadikannya kunci untuk memahami paradigma mereka.

Selain menjadi warisan budaya penanda identitas, kecap rajékan juga berfungsi sebagai media transmisi nilai-nilai luhur seperti harmoni alam, dinamika sosial, dan fleksibilitas, sekaligus menjadi identitas linguistik yang membedakan Bahasa Sunda secara unik di antara bahasa-bahasa lain di dunia.  Oleh karena itu, dengan kesadaran penuh mempelajari, menggunakan, dan melestarikan kecap rajékan, kita tidak hanya menjaga kekayaan dan keindahan bahasa itu sendiri, tetapi secara substantif turut merawat cara pandang unik masyarakat Sunda dalam memaknai kehidupan.

(Dari berbagai sumber)

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini