SUKABUMIUPDATE.com – Kepala Desa Bojong, Kecamatan Kalibunder, Kabupaten Sukabumi, Gian Indra Lesmana, memberikan klarifikasi terkait keluhan sejumlah pencari emas tradisional atau pendeplang di aliran Sungai Cikaso yang mengaku diminta membayar Rp50 ribu untuk bisa menambang di Blok Caringin–Cikadu. Lokasi tersebut berada sekitar 200 meter ke arah hulu dari Jembatan Cikaso.
Menurut Gian, setelah pemerintah desa bersama Kepolisian Sektor Kalibunder turun langsung ke lokasi, hasil pengecekan menunjukkan tidak ditemukan praktik pungutan liar (pungli) seperti yang dikeluhkan warga.
“Alhamdulillah, kami dari pemdes dan pihak kepolisian sudah mendatangi lokasi. Hasilnya, tidak ditemukan adanya pungutan liar. Hanya ada bentuk keikhlasan dari para pendeplang untuk memberikan kompensasi seikhlasnya kepada pemilik lahan," ujar Gian saat dikonfirmasi sukabumiupdate.com, Jumat (17/10/2025).
Ia menjelaskan, berdasarkan hasil pengecekan lapangan dan penyesuaian leter C serta data SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang), area yang digunakan untuk aktivitas ngadeplang memang termasuk tanah milik warga, bukan wilayah sungai aktif. Meski demikian, Gian menegaskan bahwa perlu ada pengukuran dari pihak PSDA (Pengelolaan Sumber Daya Air) Provinsi Jawa Barat untuk memastikan batas sempadan sungai.
"Para pendeplang mengambil pasir dan material mengandung emas atau disebut beban dibawah pasir atau lamping yang berada di dekat lahan sawah, sekitar 15 meter dari sungai, jadi bukan mengambil beban dari sungai, namun dari harim sungai dampak dari pelebaran, karena awalnya kena banjir," jelasnya.
Baca Juga: Puluhan Tahun Cari Emas di Sungai Cikaso, Warga Bojong Kini Harus Bayar Rp50 Ribu
Kondisi itu, lanjut Gian, merupakan dampak dari banjir besar yang terjadi pada 4 Desember 2024, yang menyebabkan lebar aliran Sungai Cikaso bertambah dan mengikis sebagian lahan sawah milik warga.
“Kalau aktivitas ngadeplang terus dilakukan di area itu tanpa pengaturan, dikhawatirkan dampaknya bisa memperparah erosi dan mengurug ke lahan sawah milik warga,” tuturnya.
Untuk menghindari konflik antarwarga, pihak desa telah mempertemukan pemilik lahan dengan para pendeplang tradisional guna mencari solusi bersama. Hasilnya, disepakati bahwa kegiatan mencari butiran emas tetap diperbolehkan asal dilakukan secara bijak dan tidak merusak lingkungan, dengan sistem kompensasi sukarela bagi pemilik lahan.
“Intinya, tidak ada paksaan. Kalau ada yang dapat butiran emas, boleh memberi seikhlasnya kepada pemilik lahan. Tapi kalau tidak mendapatkan hasil, ya tidak perlu memberi apa pun. Ini lebih pada rasa saling menghargai antarwarga,” tegas Gian.
Gian menambahkan, kegiatan ngadeplang sudah menjadi tradisi dan sumber penghidupan warga Bojong sejak lama, sehingga pemerintah desa berupaya menata aktivitas tersebut agar tetap berjalan tanpa menimbulkan konflik sosial maupun kerusakan lingkungan.