SUKABUMIUPDATE.com - Sebuah grup chat warga Sukabumi, Uwa Emon, mendadak berubah menjadi arena riset toponimi amatir yang menarik. Semuanya bermula dari pertanyaan sederhana tentang arti nama "Cicatih". Dari sungai yang disinyalir sebagai tempat pengobatan demam hingga perdebatan makna "Cingised," diskusi ringan ini membuktikan bahwa di balik nama-nama tempat di Tatar Sunda tersimpan sejarah, logika, dan kearifan lokal yang dalam. Mari kita bongkar etimologi nama-nama seperti Cicatih, Cingised, dan misteri penamaan berulang Batukarut.
Melacak Kearifan Lokal di Balik Nama "Cicatih"
Perbincangan santai yang dibuka oleh anggota grup mengenai nama "Cicatih" segera mengalir layaknya sungai yang membelah Cibadak. Apa sebenarnya arti nama ini?
Bisa saja kata Cicatih diurai menjadi Cai Tatih atau Cai Patih. Namun, Anggota grup bernama Chimot Slamet (43) warga Gang Tholib berdomisili di Bekasi, menawarkan pencerahan berharga berdasarkan pengetahuan tradisional (carita kolot baheula). Ia menjelaskan bahwa Cicatih berasal dari kata "cai matih." Dalam konteks ini, "matih" merujuk pada kondisi yang paten atau mujarab. Konon, daerah ini dinamai demikian karena adanya tradisi memandikan anak yang sedang demam (geringan) di aliran sungai tersebut.
Baca Juga: Asep Japar Minta Wajah Baru Mojang jajaka Mampu Lambungkan Pesona Sukabumi ke Kancah Dunia
Makna yang Terkuak: Cicatih adalah "sungai tempat pengobatan demam," sebuah nama yang menyimpan kearifan lokal dan praktik kesehatan masyarakat masa lalu. Meskipun ini adalah tafsiran tradisional, maknanya menunjukkan hubungan erat antara masyarakat Sunda dan alam sebagai penyedia obat.
Logika Etimologi di Balik Nama "Cingised": Bukan Buang Air, Tapi Pergeseran Aliran
Perbincangan kemudian melompat ke nama daerah di Bandung, "Cingised." Dalam Basa Sunda, tafsiran literal nama ini bisa menimbulkan salah paham, sebab kata dasarnya "ngised" dapat berarti buang air besar. Jika diartikan langsung, Cingised bisa menjadi "sungai tempat buang air besar," sebuah makna yang tentu kurang menyenangkan dalam konteks modern.
Namun, anggota grup menawarkan penafsiran yang jauh lebih logis dan kontekstual. Kata "ngised" diduga merupakan bentuk pergeseran bunyi dari kata "ngageser," yang berarti berpindah secara perlahan (saat berjongkok).
Interpretasi yang Lebih Akurat: Cingised sebenarnya merujuk pada karakteristik geografis sungai tersebut yang pernah mengalami pergeseran aliran atau perubahan jalur alamiah. Penafsiran ini lebih masuk akal karena sesuai dengan fenomena alam yang umum terjadi di wilayah sungai dan menunjukkan bagaimana masyarakat masa lalu menamai tempat berdasarkan observasi terhadap lingkungannya.
Baca Juga: Konser The Smashing Pumpkins Energi Rock '90-an Si Paling Nggak Ada Drama!
Fenomena Nama Tempat, Berulang di Jawa Barat
Diskusi berlanjut ke Batukarut, sebuah nama desa yang ditemukan berulang di berbagai wilayah Jawa Barat, termasuk Sukabumi, Tasikmalaya dan Bandung. Mengapa penamaan daerah bisa sama di lokasi yang berbeda? Kuncinya terletak pada fenomena penamaan deskriptif yang kuat dalam Basa Sunda.
Dua Interpretasi Arti 'Karut': Benteng Batu atau Tumpukan yang Kusut?
Nama Batukarut adalah kombinasi dari dua kata: Batu (formasi batuan, tebing, atau cadas) dan Karut. Kata 'Karut' inilah yang memunculkan dua interpretasi utama:
- Karut sebagai Benteng (Kaitannya dengan 'Garut'): Dalam Basa Sunda Kuno, kata yang mirip adalah 'Garut,' diartikan sebagai pagar atau benteng bambu yang kokoh.
- Makna: "Benteng Batu" atau "Pagar yang Terbuat dari Batu."
- Implikasi Sejarah: Lokasi Batukarut di masa lalu bisa jadi merupakan titik pertahanan atau batas wilayah yang memanfaatkan formasi batuan alami.
- Karut sebagai Kusut/Tidak Teratur: Mengambil makna dari Basa Sunda modern, 'Karut' berarti kusut, kacau, atau tidak beraturan.
- Makna: "Batu yang Terserak Tidak Beraturan" atau "Wilayah Berbatu yang Sulit."
- Implikasi Geografis: Nama ini murni deskriptif, diberikan karena masyarakat melihat tumpukan batu yang tersebar secara acak dan sulit dilalui.
Baca Juga: Juventus vs AC Milan: Rossoneri Siap Uji Ketangguhan Bianconeri di Allianz Stadium
Terlepas dari interpretasi mana yang dipegang teguh, nama Batukarut merangkum ciri khas utama wilayah tersebut: daerah yang terjal dan berbatu.
Mengapa Nama Topografi Sunda Kerap Sama? Tiga Alasan Nama Berulang
Fenomena penamaan daerah yang terulang (seperti Cikole, Cijulang, atau Batukarut) menegaskan bahwa nama-nama ini muncul secara independen di berbagai tempat karena tiga alasan utama:
- Topografi Umum: Sebagian besar wilayah Jawa Barat memiliki topografi vulkanis dan berbukit. Alhasil, keberadaan "tanah berbatu yang tidak teratur" adalah pemandangan umum.
- Keterbatasan Kosakata Awal: Penduduk awal menggunakan kosakata yang paling lugas dan mudah dipahami untuk menamai tempat. Jika suatu kelompok menetap di dekat sungai berbatu yang kusut, mereka akan menamainya Batukarut.
- Bukan Nama Tokoh: Karena Batukarut merujuk pada benda mati (batu) dan sifatnya (karut), ia berbeda dengan nama yang diambil dari tokoh sakral atau penguasa, yang cenderung unik.
Baik dari diskusi tentang Cicatih dan Cingised, maupun dari analisis Batukarut, kita dapat melihat sebuah pola yang jelas. Peta Jawa Barat adalah sebuah kanvas besar yang "ditulis" oleh masyarakatnya dengan bahasa alam. Setiap nama bukan sekadar label, melainkan sebuah cerita pendek tentang kondisi geografis, sejarah, atau kepercayaan setempat. Toponimi adalah jendela untuk memahami kearifan lokal dan hubungan mendalam antara manusia Sunda dengan tanah kelahirannya. Apakah Anda memiliki carita kolot atau versi lain tentang asal-usul nama tempat ini? Yu, Bagikan!