Bhutan Negara yang ‘Mengharamkan’ Rakyatnya Miskin dengan Filosofi Kebahagiaan Nasional

Sukabumiupdate.com
Sabtu 20 Sep 2025, 08:14 WIB
Bhutan Negara yang ‘Mengharamkan’ Rakyatnya Miskin dengan Filosofi Kebahagiaan Nasional

Bhutan memberikan oase pemikiran, bahwa sebuah negara bisa dan harus memprioritaskan manusia dan alam. (Ilustrasi AI: ChatGPt)

SUKABUMIUPDATE.com – Berada di pelukan dan damai di kaki Pegunungan Himalaya, Kerajaan Bhutan menyimpan sebuah filosofi besar yang mengundang decak kagum dunia. Alih-alih mengukur kemajuan semata-mata melalui pertumbuhan ekonomi, Bhutan memilih jalan yang berbeda: Gross National Happiness (GNH) atau Kebahagiaan Nasional Bruto.

Filosofi ini bukan sekadar slogan. Pemerintah Bhutan secara nyata menata sistem sosial dan pemerintahannya untuk memastikan rakyat tidak hanya hidup, tetapi juga hidup sejahtera dan bermartabat. Tak heran jika banyak pihak menyebut Bhutan sebagai negara yang "mengharamkan" kemiskinan dan kelaparan bukan dalam makna religius, melainkan sebagai komitmen etis dan kebijakan yang berkeadilan.

Akar GNH: Manusia di Atas Angka

Sementara banyak negara terobsesi dengan pertumbuhan GDP (Gross Domestic Product), Bhutan justru menempatkan kesejahteraan manusia dan kelestarian alam sebagai fondasi pembangunannya. Konsep GNH pertama kali diperkenalkan oleh Raja Keempat Bhutan, Jigme Singye Wangchuck, pada tahun 1970-an. Sejak itu, kebijakan publik diarahkan untuk mencapai empat pilar utama GNH:

  1. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan merata
  2. Pelestarian dan promosi budaya
  3. Konservasi lingkungan hidup
  4. Pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab

Baca Juga: Pemkab Sukabumi Ingatkan Perusahaan Soal Kewajiban CSR, Ajak Korban Pungli Berani Lapor

Kebijakan yang Memanusiakan: Dari Teori ke Praktik

Bhutan tak main-main dalam menerapkan filosofi GNH. Mereka menerjemahkannya menjadi kebijakan konkret yang menyentuh langsung kehidupan rakyatnya:

  1. Pendidikan sebagai Investasi Utama

Pemerintah Bhutan meyakini bahwa pendidikan adalah fondasi dari kebahagiaan dan kemajuan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan disediakan secara gratis untuk seluruh warga negara hingga tingkat menengah (kelas 10). Kebijakan ini tidak hanya mencakup biaya sekolah, tetapi juga pemberian buku pelajaran, seragam, dan makanan untuk siswa di beberapa sekolah, khususnya di daerah terpencil. Selain itu, pemerintah secara aktif memperluas akses ke pendidikan tinggi dan pelatihan kejuruan. Tujuannya adalah memastikan setiap individu, tanpa memandang latar belakang sosial atau ekonomi, memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensi diri dan berkontribusi pada masyarakat.

  1. Layanan Kesehatan Universal

Kesehatan dianggap sebagai pilar utama kebahagiaan, sehingga Bhutan memastikan setiap warganya mendapatkan layanan kesehatan yang memadai. Layanan kesehatan universal ini sepenuhnya didanai oleh negara. Mulai dari konsultasi medis dasar, imunisasi, obat-obatan, hingga prosedur operasi yang kompleks, semuanya dapat diakses tanpa biaya. Sistem ini dirancang untuk menghilangkan hambatan finansial yang sering kali menjadi penyebab kemiskinan dan penderitaan di banyak negara berkembang.

  1. Konservasi Lingkungan yang Terstruktur

Bhutan memiliki komitmen yang tak tergoyahkan terhadap kelestarian alam, yang diwujudkan melalui kebijakan yang sangat ketat. Konstitusi negara ini secara unik menetapkan bahwa minimal 60% dari total wilayah daratan harus tetap berupa tutupan hutan. Komitmen ini menjadikan Bhutan sebagai satu-satunya negara dengan emisi karbon negatif di dunia, artinya mereka menyerap lebih banyak gas rumah kaca daripada yang mereka hasilkan. Kebijakan ini bukan hanya untuk mempromosikan citra ramah lingkungan, tetapi juga untuk melindungi ekosistem unik Himalaya dan menjaga keberlanjutan sumber daya alam bagi generasi mendatang.

Baca Juga: Laju Pertumbuhan Ekonomi Jabar di Atas Rata-Rata Nasional

  1. Pariwisata Berkelanjutan yang Selektif

Berbeda dari negara lain yang mengandalkan pariwisata massal, Bhutan menerapkan model "High-Value, Low-Impact Tourism" (Pariwisata Bernilai Tinggi, Berdampak Rendah). Setiap turis diwajibkan membayar biaya harian yang cukup tinggi sebagai Sustainable Development Fee (SDF). Sebagian besar dana dari SDF ini digunakan untuk mendanai program-program sosial seperti pendidikan dan kesehatan gratis, serta inisiatif konservasi lingkungan. Dengan cara ini, pariwisata tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga melindungi warisan budaya dan alam Bhutan dari kerusakan akibat kunjungan yang berlebihan.

GNH dan Jaring Pengaman Sosial

Inti dari GNH adalah memastikan bahwa setiap warga negara memiliki jaring pengaman sosial yang memadai. Program-program pemerintah fokus pada ketahanan pangan, akses terhadap perumahan, dan dukungan bagi petani kecil, yang merupakan mayoritas populasi. Alih-alih hanya memberikan bantuan, fokusnya adalah menguatkan kapasitas masyarakat agar dapat mandiri dan berdaya. Hal ini menciptakan siklus positif di mana masyarakat merasa aman dan memiliki harapan, yang pada gilirannya menopang pilar kebahagiaan.

Meski demikian, klaim bahwa Bhutan "sepenuhnya bebas kemiskinan" perlu dilihat secara kritis. Data dari Bank Dunia dan laporan nasional menunjukkan bahwa kemiskinan masih ada, terutama di daerah pedesaan dan terpencil. Namun, tingkat kemiskinan ekstrem dan kelaparan dapat ditekan secara signifikan berkat sistem jaminan sosial yang kuat. Sebagai negara berkembang dengan geografi yang menantang, ketimpangan akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan masih terjadi. Selain itu, sistem GNH juga dikritik karena sulit diukur secara objektif dan cenderung subjektif.

Di tengah dunia yang sering terjebak dalam logika kapitalisme dan pertumbuhan tanpa batas, Bhutan memberikan oase pemikiran, bahwa sebuah negara bisa dan harus memprioritaskan manusia dan alam. Bhutan membuktikan bahwa kemiskinan dan kelaparan bukanlah takdir, melainkan kegagalan sistem. Melalui pendekatan GNH, mereka telah menyuarakan gagasan lantang bahwa kebahagiaan dan keadilan sosial dapat menjadi fondasi pembangunan yang sesungguhnya.

(Sumber: : Centre for Bhutan & GNH Studies)

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini