SUKABUMIUPDATE.com - Para petani di Kampung Puncak Bungur RT 02/08, Desa Tegalbuleud, Kecamatan Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi, tengah dilanda keresahan. Sawah yang sebentar lagi memasuki masa panen justru menjadi sasaran serangan kawanan babi hutan hampir setiap malam.
Abdul Rohmat (39 tahun), salah satu petani setempat, mengungkapkan bahwa serangan babi hutan mulai terjadi lebih intens dalam beberapa pekan terakhir. Padahal, hanya tersisa sekitar satu hingga dua minggu sebelum padi dipanen.
“Kurang lebih satu–dua minggu lagi kami panen, tapi kondisinya sekarang diserang hama babi hutan. Tiap malam selalu ada padi yang dijarah.” ujar Abdul kepada Sukabumiupdate.com, Senin (1/12/2025).
Baca Juga: Dagang Bakso Keliling Sejak 1985, Abah Aas Bicara Potensi Wisata di Sukabumi
Ia menjelaskan, letak sawah yang berdekatan dengan leuweung (hutan) membuat area pertanian warga rawan diterobos satwa liar. Dahulu, masyarakat setempat masih sering melakukan moro atau berburu babi hutan. Namun sejak adanya aturan larangan berburu tanpa izin, kegiatan tersebut sudah lama tidak dilakukan.
“Dulu ada yang suka moro babi, jadi jumlahnya terkendali. Sekarang tidak ada yang berani lagi karena ada larangan berburu tanpa izin.” tambahnya.
Serangan babi hutan yang terjadi terus-menerus membuat para petani khawatir gagal panen. Abdul mewakili para petani berharap ada langkah konkret dari pihak terkait.
Baca Juga: Potensi Banjir Rob Fase Perigee, Pesisir Sukabumi Waspada Hingga 9 Desember 2025
“Kami minta solusinya yang terbaik agar sawah petani tidak habis dijarah kawanan babi. Kepada Perbakin maupun Perhutani, kami mohon bantuannya. Kami sebagai petani kecil hanya ini yang menjadi harapan.” tegas Abdul.
Mengutip laman National Geographic, babi hutan dikenal sebagai salah satu spesies invasif yang sering menimbulkan kerusakan. Hewan ini umumnya hidup di kawasan hutan, namun kerap memasuki area pertanian untuk mencari makanan.
Babi hutan bersifat nokturnal yang aktif pada malam hari dan mulai mencari makan menjelang senja. Meski begitu, pola aktivitasnya dapat berubah menyesuaikan kondisi lingkungan, termasuk aktivitas manusia maupun perubahan musim.
Populasi babi hutan dianggap sangat adaptif. Mereka mampu berkembang biak di berbagai wilayah selama tersedia sumber air dan pepohonan, tetapi cenderung menghindari daerah dengan suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin.






