SUKABUMIUPDATE.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa salah satu faktor utama pemicu bencana hidrometeorologis seperti banjir dan banjir bandang di wilayah Sukabumi serta beberapa daerah di Jawa Barat adalah kondisi cuaca yang cukup signifikan.
Berdasarkan pemantauan BMKG, curah hujan dengan intensitas tinggi bahkan mencapai kategori sangat lebat, lebih dari 100 mm dalam 24 jam terpantau di wilayah tersebut.
Senior Forecaster BMKG, Riefda Novikarany mengatakan bahwa sejumlah wilayah di Jawa Barat telah memasuki periode musim hujan sejak awal Oktober 2025 (dasarian I).
Baca Juga: Longsor di Cikembar Sukabumi Ancam Tiga Warung dan Satu Ruko
Rifda menegaskan bahwa hujan deras yang mengguyur Sukabumi beberapa hari terakhir bukan anomali, melainkan bagian dari pola cuaca normal pada awal musim hujan.
“Memang karakter saat suatu area memasuki periode musim penghujan adalah kondisi massa udara yang basah sehingga potensi pembentukan awan hujan lebih masif dan curah hujan menjadi lebih besar, kondisi ini umum terjadi di periode awal musim penghujan” ujarnya, dikutip dalam Channel YouTube Kompas.com, Selasa (28/10/2025).
Lebih lanjut, Rifda memaparkan bahwa BMKG memiliki kategori batas ambang untuk intensitas hujan, yaitu hujan lebat di atas 50 mm per 24 jam, hujan sangat lebat di atas 100 mm per 24 jam, dan hujan ekstrem di atas 150 mm per 24 jam.
Baca Juga: Bupati Sukabumi Sebut Banjir Bandang dan Longsor Diduga Dipicu Tambang Ilegal
“Dalam dua hari terakhir di wilayah Cisolok, Sukabumi, tercatat curah hujan pada 26 Oktober sebesar 118 mm dan pada 27 Oktober sebesar 124 mm dalam 24 jam. Intensitas ini cukup tinggi dan menjadi salah satu pemicu bencana hidrometeorologis,” jelasnya.
Kondisi tersebut dinilai cukup intens dan berpotensi kuat memicu bencana hidrometeorologis seperti banjir bandang dan longsor.
Rifda menambahkan bahwa dampak dari cuaca ekstrem dapat berbeda di tiap wilayah. “Misalnya di Jawa Barat, curah hujan 100 mm sudah bisa menyebabkan genangan atau banjir bandang. Tapi di wilayah lain seperti Papua, curah hujan sebesar itu belum tentu berdampak apa pun,” ungkapnya. Hal ini, katanya, disebabkan oleh faktor lingkungan dan topografi yang turut memengaruhi tingkat risiko bencana.
Selain faktor curah hujan, kondisi tata ruang dan kesiapan daerah dalam menampung air hujan juga sangat berpengaruh terhadap munculnya bencana. “Ada level risiko yang dimiliki tiap daerah terhadap potensi bencana hidrometeorologi,” ujar Rifda.
Terkait sistem peringatan dini, BMKG memastikan bahwa sejak 24 Oktober 2025 pihaknya telah mengeluarkan peringatan dini tiga harian seperti prospek cuaca salah satunya untuk wilayah Jawa Barat.
“Kami memberikan peringatan dini dalam bentuk kode warna, seperti kuning untuk hujan sedang, orange untuk hujan lebat hingga sangat lebat (siaga), dan merah untuk hujan ekstrem (awas),” kata Rifda.
Ia menjelaskan, peringatan dini tersebut disampaikan melalui berbagai saluran, seperti website resmi BMKG, pesan teks WhatsApp kepada stakeholder dan instansi daerah, serta SMS blast kepada masyarakat di wilayah terdampak.
“SMS blast ini dikirim hanya ke nomor-nomor di area yang berpotensi terdampak, berisi status waspada atau siaga, waktu berlaku peringatan, dan lokasi kabupaten yang diperkirakan terdampak,” tambahnya.
Sebagaimana kita ketahui Sukabumi Jawa Barat pada Senin 27 Oktober 2025, di wilayah Kecamatan Cisolok dilanda cuaca ekstrem yang mengakibatkan terjadi bencana hidrometeorologis seperti hujan lebat yang mengakibatkan banjir bandang dan longsor.





