Bertahun-tahun Sawah Kering, Warga Padabeunghar Sukabumi Bangkitkan Irigasi Jentreng

Sukabumiupdate.com
Kamis 16 Okt 2025, 17:38 WIB
Bertahun-tahun Sawah Kering, Warga Padabeunghar Sukabumi Bangkitkan Irigasi Jentreng

Irigasi Jentreng coba dibangkitkan lagi oleh Warga Padabeunghar Sukabumi. (Sumber : Istimewa.).

SUKABUMIUPDATE.com - Retakan tanah membelah hamparan sawah di Desa Padabeunghar, Kecamatan Jampangtengah, Kabupaten Sukabumi. Di antara rumput kering dan batang padi yang gagal tumbuh, warga masih memeluk satu keyakinan: air suatu hari akan kembali mengalir di Irigasi Jentreng.

Sudah lebih dari delapan tahun lamanya, dua kedusunan Leuwipendeuy dan Padabeunghar hidup dalam kekeringan setelah saluran utama Irigasi Jentreng rusak diterjang banjir besar. Sekitar 100 hektare lahan pertanian berubah menjadi tanah mati. Namun di tengah keterbatasan dan minimnya perhatian pemerintah, warga memilih untuk tidak menyerah.

Mereka kini bergerak secara swadaya, membentuk Panitia Revitalisasi Irigasi Jentreng, menggandeng pemerintah desa dan pengusaha lokal untuk menghidupkan kembali aliran air yang sudah lama terhenti.

Baca Juga: KDM Serius Bangun Iklim Investasi yang Baik di Jabar

“Sudah delapan tahun irigasi tidak berfungsi. Masyarakat tidak bisa tanam padi. Hanya beberapa petak sawah yang masih bisa ditanami tadah hujan, tapi hasilnya minim,” kata Asep Kamho, tokoh warga Desa Padabeunghar, kepada Sukabumiupdate.com pada Kamis (16/10/2025).

Kondisi itu memaksa sebagian warga beralih profesi menjadi buruh bangunan atau penambang batu kapur di sekitar desa. Namun bagi mereka yang tetap bertahan di pertanian, hilangnya air menjadi pukulan paling berat. “Kalau dulu air mengalir normal, Jentreng bisa mengairi tiga kedusunan sekaligus. Sekarang, jangankan panen, menanam pun susah,” ujarnya.

Musyawarah dan Gerakan Gotong Royong Masyarakat

Dari keprihatinan itu, warga bersama pemerintah desa menggelar musyawarah besar yang mempertemukan kelompok tani, tokoh masyarakat, dan sekitar 25 pengusaha lokal, terutama yang bergerak di sektor pengolahan batu kapur.

“Yang hadir ada 19 perusahaan. Kami undang semua, ingin bicara dari hati ke hati,” ungkap Asep. Dalam forum itu, warga menyampaikan keluhan sekaligus permohonan dukungan agar para pengusaha ikut berkontribusi memperbaiki irigasi.

Hasilnya cukup menggembirakan. Sejumlah perusahaan menyatakan siap membantu, bahkan ada yang langsung menurunkan alat berat dan tenaga mekanik untuk mempercepat proses pengerjaan saluran air. “Perusahaan BBM antusias. Mereka turunkan alat berat dan operator ke lapangan,” tambahnya.

Empat Bulan Bergerak, Air Harapan Mulai Mengalir

Sudah empat bulan terakhir, warga bahu-membahu memperbaiki irigasi secara swadaya. Setiap akhir pekan, mereka bergotong royong mengangkut batu, membuat boronjong, hingga memperbaiki akses jalan menuju lokasi saluran. Dari ratusan boronjong yang dibutuhkan, baru 15 unit terpasang semuanya hasil sumbangan pribadi warga.

“Kami masih kekurangan material, tapi semangat masyarakat luar biasa. Mereka kerja bareng walau seadanya,” tutur Asep. Di tengah proses itu, warga bahkan membangun saung sederhana sebagai tempat beristirahat para pekerja.

Bagi mereka, irigasi bukan sekadar proyek fisik. Ia adalah napas kehidupan. “Air itu sumber kehidupan. Kalau irigasi ini jadi, bukan cuma sawah yang hidup, tapi juga semangat warga,” imbuhnya.

Hingga kini, bantuan dari pemerintah daerah maupun dinas terkait belum juga datang. Proposal sudah disampaikan, laporan sudah dibuat, tapi hasilnya masih nihil. “Selama ini belum ada bantuan. Tapi kami tetap berharap pemerintah hadir, karena masyarakat sudah berbuat semampunya,” kata Asep.

Kepala Desa Padabeunghar, Ence Rohendi, mengakui bahwa masalah irigasi Jentreng sudah menjadi persoalan menahun yang belum terselesaikan. “Sudah beberapa tahun air tidak mengalir, sawah kering, petani tidak bisa tanam padi,” ujarnya.

Sebagai bentuk tanggung jawab, pemerintah desa bersama warga kemudian membentuk Panitia Revitalisasi Irigasi Jentreng, dengan Asep Kamho sebagai ketua. Panitia ini menjadi jembatan komunikasi antara warga, pemerintah desa, dan pengusaha.

“Beberapa bulan terakhir kita adakan musyawarah bareng masyarakat dan pengusaha. Alhamdulillah, ada yang antusias membantu, bahkan siap turunkan alat berat,” jelas Ence.

Dari total 25 perusahaan yang diundang, 19 di antaranya hadir dan menyatakan komitmen membantu. Meski belum ada dukungan anggaran dari pemerintah, warga terus bergerak dengan alat seadanya.

“Sekarang baru 15 boronjong terpasang, padahal kebutuhan masih banyak. Tapi masyarakat tetap kompak dan semangat,” tambahnya.

Menurut Ence, pihaknya sudah mengajukan bantuan ke Dinas Pertanian dan Dinas Pekerjaan Umum (PU). “Mereka sudah tinjau lokasi, tapi sampai sekarang belum ada tindak lanjut,” ujarnya.

Menanam Harapan di Tanah Kering

Meski irigasi belum sepenuhnya pulih, gerakan ini telah menumbuhkan semangat baru di kalangan warga Padabeunghar. Mereka membuktikan bahwa gotong royong masih hidup di tanah Sukabumi selatan.

“Kami tidak ingin terus jadi penonton pembangunan. Kami ingin bergerak, walau dengan tangan sendiri,” tutur Asep.

Bagi warga Jampangtengah, air bukan sekadar kebutuhan dasar, tetapi simbol kehidupan. Di antara perbukitan kapur dan tanah yang mengering, mereka menanam kembali harapan bahwa suatu hari, sawah-sawah itu akan hijau lagi.

“Harapan kami cuma satu, air bisa mengalir lagi ke sawah. Kalau irigasi Jentreng hidup, pertanian hidup, masyarakat juga hidup,” pungkas Ence.

 

Berita Terkait
Berita Terkini