SUKABUMIUPDATE.com - Di tengah hamparan sawah dan perkebunan hijau di Desa Cidahu, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Sukabumi, tepatnya tidak jauh dari jalan desa Pasirjampang - Cigaru, berdiri sebuah bangunan panggung sederhana berukuran 3 x 4 meter.
Terbuat dari kayu dan bambu, bangunan itu tampak sudah menua. Namun disitulah, setiap sore hingga malam, suara lantunan ayat suci terdengar dari anak-anak kampung yang belajar mengaji.
Bangunan sederhana itu menjadi saksi bisu dedikasi Saepul Anwar (35 tahun), seorang guru ngaji sekaligus pengrajin anyaman bambu. Sejak tahun 2018, bangunan tersebut berdiri atas swadaya masyarakat, dan lokasinya tidak jauh dari rumah Saepul.
Baca Juga: Kisah Inspiratif Guru Ngaji di Sukabumi Tekuni Anyaman Bambu di Sela Aktivitas Mengajar
Meski sempit dan mulai usang, semangat Saepul tak pernah luntur mengajarkan ilmu agama kepada murid-muridnya yang berjumlah 24 orang.
“Santri saya ada sekitar 24 orang, Laki-laki 15, dan perempuan 9. Ada yang SMA satu orang, dua anak MTs, sisanya masih SD,” tuturnya sambil tersenyum kepada Sukabumiupdate.com, Kamis (9/10/2025).
Setiap sore selepas anak-anak pulang sekolah, Saepul memulai aktivitas mengajarnya. Satu per satu santri datang membawa iqra dan mushaf. Mereka duduk bersila di lantai bambu, berdesakan di ruang mungil itu. “Kalau hujan, kami agak kesulitan karena bocor, sering beberapa kali diperbaiki. Alhamdulilah anak-anak tetap semangat ngaji,” ujarnya.
Baca Juga: Nelayan Tegalbuleud Sukabumi Hilang, Diduga Tenggelam Saat Jaring Ikan di Muara Cibuni
Di balik kesederhanaannya, Saepul menyimpan cita-cita besar: memperluas dan memperbaiki tempat mengaji agar lebih nyaman bagi para santri. Namun, untuk mewujudkan mimpi itu, ia tak ingin sekadar berharap pada bantuan.
Di sela-sela aktivitas mengajarnya, Saepul memanfaatkan waktu luangnya dengan membuat berbagai kerajinan dari bambu yang ia mulai tekuni usaha kerajinan tangan ini sejak tahun 2019.
“Awalnya cuma iseng, karena di sekitar sini banyak bambu, terutama awi tali dan awi hideung, saya membelinya, dan coba bikin kecil-kecilan, ternyata banyak yang suka,” ceritanya.
Baca Juga: Kecelakaan di Jalan Lingkar Selatan Sukabumi, Satu Pengendara Motor Tewas di Tempat
Dengan alat sederhana dan ketekunan, tangan kreatifnya mampu mengubah batang bambu menjadi karya bernilai jual mulai dari peci, tempat tisu, nampan, parcel, bak sampah, tempat pulpen, hingga tirai bambu (widey). Produk-produk itu dijual dengan harga terjangkau, antara Rp25 ribu hingga Rp50 ribu, tergantung ukuran dan tingkat kesulitan.
Pemasaran masih dilakukan secara sederhana. Saepul mengandalkan pembeli dari lingkungan sekitar dan pameran yang difasilitasi oleh Pemerintah Desa Cidahu. Ia juga mencoba memanfaatkan media sosial. “Kadang ada yang pesan lewat Facebook, tapi belum banyak. Sementara ini saya kerjakan sendiri karena belum punya karyawan,” katanya.
Meskipun hasilnya belum besar, setiap rupiah dari usaha bambu itu ia sisihkan sedikit demi sedikit. Harapannya, suatu hari nanti bisa membangun tempat ngaji yang lebih luas dan layak.
Baca Juga: Pendakian Gunung Gede Pangrango Ditutup Mulai 13 Oktober 2025, Bersihkan Sampah!
Bagi Saepul, mengajar ngaji bukan sekadar aktivitas rutin, melainkan panggilan hati. “Saya ingin anak-anak di kampung ini bisa ngaji, bisa kenal Al-Qur’an sejak kecil. Biar mereka punya bekal akhlak yang baik,” ujarnya.
Sementara dari sisi lain, kerajinan bambu menjadi bentuk kemandirian ekonomi keluarga kecilnya. Bersama sang istri dan dua anak laki-lakinya yang masih berusia delapan dan tiga tahun, Saepul terus berusaha menyeimbangkan ibadah, keluarga, dan produktivitas.
“Saya percaya, kalau kita tekun, Allah pasti kasih jalan. Semoga dari bambu ini, nanti bisa jadi jalan buat membangun tempat ngaji yang lebih baik,” katanya, menutup perbincangan dengan senyum penuh harap.