Oxford Akhirnya Akui Kontribusi Peneliti Indonesia dalam Penemuan Bunga Rafflesia di Sumatera

Sukabumiupdate.com
Jumat 28 Nov 2025, 13:56 WIB
Oxford Akhirnya Akui Kontribusi Peneliti Indonesia dalam Penemuan Bunga Rafflesia di Sumatera

Oxford akui penuh kontribusi peneliti BRIN & lokal Indonesia (Septian Andriki) dalam penemuan Rafflesia hasseltii di Sumatera. Polemik ini jadi sorotan etika kolaborasi riset internasional. (Tangkapan layar: ccrr.obga.ox.ac.uk)

SUKABUMIUPDATE.com -  Penemuan langka selalu menarik perhatian dunia, dan penampakan bunga Rafflesia hasseltii yang mekar sempurna di kedalaman hutan Sumatera Utara minggu lalu bukanlah pengecualian. Ekspetisi ini merupakan puncak dari sebuah kolaborasi penelitian internasional yang berharga, bertujuan mendokumentasikan salah satu flora terbesar dan paling terancam di dunia. Namun, kisah tentang penemuan ini segera mengambil alih sorotan media, bukan hanya karena keindahan biologisnya, tetapi karena isu yang lebih sensitif: pengakuan yang adil terhadap kontribusi vital dari peneliti lokal.

Kabar gembira mengenai penemuan tersebut pertama kali disebarluaskan oleh Oxford Botanic Garden, salah satu institusi konservasi paling terkemuka dari Inggris. Melalui unggahan di platform media sosial X, mereka dengan bangga mengumumkan keberhasilan pendokumentasian Rafflesia hasseltii tersebut. Sayangnya, kegembiraan ini segera terganjal oleh kecerobohan komunikasi yang berujung pada polemik.

Unggahan awal tersebut, yang seharusnya merayakan kerja tim, secara tidak proporsional menyoroti peran Dr. Chris Thorogood dari Oxford, sementara kontribusi mendasar dari para peneliti, konservasionis, dan pemandu lokal asal Indonesia tidak disebutkan secara memadai. Hal ini memicu gelombang kekecewaan dan kemarahan di kalangan komunitas ilmiah dan warganet Indonesia, yang menilai pengabaian ini sebagai bentuk meremehkan upaya dan pengetahuan lokal yang telah memungkinkan penemuan ini terjadi.

Baca Juga: Sisi Gelap Nyambungan Tradisi Sunda Seolah Harus Mulang Tarima

Kritik tajam pun bergulir deras, menekan institusi bergengsi tersebut untuk segera mengoreksi kesalahan komunikasi mereka. Komunitas ilmiah Indonesia bersatu menuntut pengakuan yang setara dan transparan atas kerja keras tim lapangan. Untungnya, Oxford Botanic Garden merespons dengan cepat, menyadari pentingnya etika kolaborasi dan validitas data di lapangan, dan bergerak untuk segera menerbitkan klarifikasi yang diharapkan dapat mengembalikan fokus pada semangat kerja sama tim yang sebenarnya.

Menanggapi polemik tersebut, Oxford Botanic Garden segera menerbitkan klarifikasi dan unggahan baru yang secara eksplisit menyebutkan para kontributor kunci dari Indonesia. Dalam unggahan tersebut, disebutkan bahwa ekspedisi ini merupakan pencapaian tim yang luar biasa.

Tim ekspedisi yang berhasil melihat bunga mekar tersebut terdiri dari:

  • Dr. Chris Thorogood dari Oxford Botanic Garden.
  • Pahlawan konservasi lokal, Septian (Deki) Andriki.
  • Pemandu lokal, Iswandi.

Selain itu, keberhasilan perjalanan ini didukung oleh bimbingan dari Joko Witono dari BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) dan Agus Susatya dari Universitas Bengkulu (@unibofficial).

Unggahan revisi tersebut secara resmi menyatakan: "Untuk melihat bunga ini mekar adalah pencapaian tim yang luar biasa," menegaskan bahwa ekspedisi tersebut merupakan bagian dari inisiatif yang lebih besar, yaitu Community for the Conservation and Research of Rafflesia (CCRR) kemitraan internasional yang telah berjalan sejak 2022.

Baca Juga: Dari Tren hingga Edukasi, Popbela.com Jadi Rujukan Fashion Modern

Untuk membagikan momen penting ekspedisi tersebut, tim CCRR telah memposting sejumlah video dan gambar visual dari eksplorasi tersebut. Dokumentasi visual ini dapat diakses oleh publik melalui situs resmi mereka. Di situs tersebut, pengunjung dapat menyaksikan cuplikan eksplorasi melalui video seperti "Botanical Exploration on Sumatra" dan "Discovering Rafflesia," serta menelusuri berbagai foto di bagian Gallery, yang memperlihatkan keindahan dan tantangan di balik penemuan bunga raksasa tersebut.

Insiden ini menyoroti pentingnya etika kolaborasi dalam penelitian ilmiah, terutama antara lembaga dari negara maju dengan peneliti di negara megabiodiversity seperti Indonesia. Pengakuan yang setara tidak hanya berlaku sebagai bentuk penghormatan, tetapi juga krusial untuk keberlanjutan kerja sama di masa depan.

Misi utama CCRR adalah mendokumentasikan beberapa bunga paling langka di dunia, seperti Rafflesia, dan membangun kelompok kerja konservasi untuk berbagi pengetahuan, alat, dan praktik terbaik guna melindungi tanaman ini dalam jangka panjang.

Baca Juga: Terungkapnya Sindikat Pemalsu STNK–BPKB di Balik Curanmor Modus Pinjam Mobil di Sukabumi

 Keputusan Oxford Botanic Garden untuk merevisi unggahan mereka mendapat respons yang beragam dari komunitas media sosial X. Banyak pengguna menyambut baik koreksi tersebut sebagai kemenangan kecil bagi pengakuan yang adil. Akun seperti @pokonyaaaang menyampaikan apresiasi, "Thank you @UniofOxford for accepting feedback... Respect..." Senada dengan itu, @iamsnowflax menyatakan, "Thank you for accepting the critics and giving the credits to the entire expedition team... I respect it."

Di sisi lain, beberapa warganet menggunakan momen ini untuk melontarkan kritik satir terhadap kecenderungan lembaga besar mengabaikan kontribusi lokal. Komentar seperti dari @guoliangtjia, "tuh kan guys bullying works... see? bullying is sometimes necessary to set the records straight," dan sindiran dari @spoiledgod_dess yang pura-pura tertarik kuliah S2 di Oxford, mencerminkan adanya persepsi bahwa pengakuan tersebut datang hanya karena tekanan publik.

Polemik ini, pada akhirnya, menjadi pelajaran penting bagi seluruh komunitas akademik global mengenai etika kolaborasi dan transparansi. Seperti yang disinggung oleh @akulahsijeki, "Nah biasain kayak gini ya, jangan nunggu dihujat dulu." Insiden ini menegaskan bahwa dalam era digital, setiap detail komunikasi publik dapat diawasi ketat. Untuk proyek ilmiah yang melibatkan negara-negara megabiodiversitas seperti Indonesia, pengakuan setara terhadap kontributor lokal mulai dari peneliti BRIN, akademisi universitas, hingga pemandu konservasi lapangan bukan lagi pilihan, melainkan keharusan mutlak untuk menjaga integritas riset dan keberlanjutan kemitraan internasional.

Nah! Polemik yang terjadi antara Oxford Botanic Garden dan warganet Indonesia ini, pada akhirnya, mengajarkan sebuah prinsip fundamental dalam sains global, pengakuan adalah mata uang paling berharga dalam kolaborasi. Keputusan institusi besar untuk akhirnya memberikan kredit setara setelah didorong oleh tekanan masif dari netizen X membuktikan bahwa suara publik memiliki kekuatan nyata untuk menegakkan integritas riset dan menentang mentalitas kolonial lama. Insiden ini pun menjadi catatan penting bagi seluruh lembaga riset di dunia, bahwa kolaborasi sejati haruslah didasari oleh rasa saling menghargai. Setelah melihat kekuatan kritik kolektif yang berhasil membuat Oxford menyatakan pengakuan ini, pertanyaannya kini adalah apakah energi dan pengawasan netizen ini akan terus berlanjut untuk memastikan semua kolaborasi riset internasional di masa depan benar-benar adil dan transparan, Updaters?

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini