Bukan Dana Desa, Pemprov Jabar Tunda Banprov Desa Cianaga Sukabumi Imbas Kasus Raya

Sukabumiupdate.com
Kamis 28 Agu 2025, 20:28 WIB
Bukan Dana Desa, Pemprov Jabar Tunda Banprov Desa Cianaga Sukabumi Imbas Kasus Raya

Kepala DPMD Jabar Mochamad Ade Afriandi. (Sumber Foto: SU/Ibnu Sanubari)

SUKABUMIUPDATE.com – Pemerintah Provinsi Jawa Barat menunda pencairan bantuan keuangan provinsi (Banprov) untuk Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi. Keputusan ini diambil setelah desa tersebut menjadi perhatian publik usai meninggalnya balita bernama Raya, warga Kampung Padangenyang, dengan kondisi tubuh penuh cacing.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Jawa Barat, Mochamad Ade Afriandi, menegaskan bahwa dana yang ditunda bukan merupakan Dana Desa (DD) dari pemerintah pusat, melainkan Banprov yang merupakan kewenangan Pemprov Jabar.

“Yang pertama, bukan dana desa ya. Karena dana desa itu dari pusat. Yang ditunda ini adalah bantuan keuangan provinsi ke desa,” ujar Ade kepada sukabumiupdate.com di
di Stunting Education Centre, Desa Purwasari, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Kamis (28/8/2025).

Ade menjelaskan, penundaan ini merupakan bagian dari kebijakan Pemprov Jabar dalam mengatur pencairan Banprov bagi desa-desa yang dinilai memiliki persoalan. Dalam hal ini, penilaian dilakukan berdasarkan indikator administratif maupun etika penyelenggaraan pemerintahan desa.

“Kalau desa atau perangkat desanya tersandung masalah, terutama kepala desa, baik etika jabatan, asusila, atau masalah hukum, pencairan akan ditunda sampai ada kejelasan. Apakah terbukti bersalah atau tidak,” jelasnya.

Baca Juga: Respons DPMD Sukabumi soal Kematian Balita Raya dan Sanksi KDM untuk Desa Cianaga

Terkait dengan Desa Cianaga, Ade menyatakan bahwa penundaan bukan semata-mata bentuk sanksi, melainkan respons terhadap kondisi yang menunjukkan adanya kebingungan atau kekurangan koordinasi dalam penanganan persoalan di luar kewenangan desa.

“Sebetulnya kalau kami melihat bukan kelalaian, tapi kebingungan. Tentu kami juga melihat kompetensi perangkat desa. Bagaimana menangani hal-hal di luar kewenangan, harusnya bisa berkoordinasi dengan kecamatan,” jelasnya.

Dalam kebijakan Banprov 2025, setiap desa di Jawa Barat tetap dialokasikan anggaran sebesar Rp130 juta. Dari jumlah itu, Rp30 juta digunakan untuk biaya operasional desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), sementara sisanya sebesar Rp98 juta difokuskan untuk pembangunan infrastruktur.

“Untuk kesehatan tidak ada dalam Banprov ini. Sesuai arahan gubernur, bantuan difokuskan pada infrastruktur desa,” kata Ade.

Ia juga menegaskan bahwa penundaan ini hanya berlaku untuk desa yang menghadapi persoalan tertentu. “Sementara desa lain yang tidak bermasalah tetap menerima pencairan seperti biasa,” pungkasnya.

Baca Juga: Dedi Mulyadi Larang Penggunaan dan Penjualan Knalpot Bising di Jabar

Sebelumnya diberitakan, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), mengambil langkah tegas dengan pemberian sanksi berupa penundaan pencairan bantuan keuangan (sebelumnya ditulis dana desa) untuk Desa Cianaga. Keputusan ini diambil setelah Raya, balita perempuan berusia tiga tahun asal desa tersebut, meninggal dunia dengan kondisi tubuh dipenuhi cacing gelang (Ascaris lumbricoides).

KDM menilai perangkat Desa Cianaga lalai dalam menjalankan tugasnya, sehingga tidak mampu memberikan perhatian yang cukup terhadap kondisi kesehatan Raya.

"Saya memutuskan terhadap desa itu memberikan hukuman. Saya tunda bantuan desanya karena desanya tidak mampu urus warganya," ujar Dedi saat pidato di Rapat Paripurna DPRD Jabar edisi memperingati Hari Jadi ke-80 Jabar, Selasa (19/8/2025).

Menurut Dedi, perangkat desa hingga RT setempat gagal menjalankan tanggung jawabnya untuk menjaga warga, terutama anak-anak di lingkungan terpencil.

"Hari ini kita punya derita seorang anak berumur tiga tahun berasal dari Kabupaten Sukabumi, pada sebuah kampung terpencil, ibunya ODGJ, bapaknya mengalami TBC. Anak itu tiap hari di kolong (rumah). Dia meninggal di rumah sakit dalam keadaan seluruh cacing-cacing keluar dari mulut dan hidungnya," ujar Dedi.

"Betapa kita gagap dan betapa kita lalai. Perangkat birokrasi yang tersusun sampai tingkat RT ternyata tidak bisa membangun empati," tambahnya.

Berita Terkait
Berita Terkini