Investigasi Kemenkes: Raya Sukabumi Meninggal karena Sepsis hingga Stunting, Bukan Infeksi Cacing

Sukabumiupdate.com
Selasa 26 Agu 2025, 10:02 WIB
Investigasi Kemenkes: Raya Sukabumi Meninggal karena Sepsis hingga Stunting, Bukan Infeksi Cacing

Raya (3 tahun) saat dievakuasi relawan ke rumah sakit. Balita asal Kabupaten Sukabumi ini meninggal dengan banyak keluhan penyakit. | Foto: Rumah Teduh

SUKABUMIUPDATE.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI merilis hasil investigasi kasus meninggalnya balita asal Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, bernama Raya (3 tahun). Sebelumnya disebutkan, Raya mengalami penyakit cacing gelang dan mengembuskan napas terakhirnya di rumah sakit pada 22 Juli 2025.

Kemenkes RI dalam website resminya pada 25 Agustus 2025 menyatakan, Raya meninggal di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi setelah perawatan intensif selama sembilan hari sejak 13 Juli 2025. Ia datang ke IGD dalam kondisi penurunan kesadaran dan didiagnosis sepsis atau infeksi berat yang diperburuk dengan malnutrisi, stunting, dan meningitis TBC.

Prof. dr. Agnes Kurniawan, Sp.Par.K, Ketua Kolegium Parasitologi Klinik, menegaskan bahwa kematian Raya ternyata tidak disebabkan oleh cacing gelang (ascaris lumbricoides), melainkan kondisi medis berat yang sudah diderita sebelumnya.

“Penyebab kematian bukan cacing. Pasien sudah masuk rumah sakit dalam kondisi kesadaran menurun. Albendazole tidak langsung membunuh cacing, tetapi memicu migrasi keluar tubuh. Hasil pemeriksaan foto abdomen tidak menunjukkan adanya obstruksi atau sumbatan pada usus yang dapat menyebabkan peritonitis (radang selaput usus),” jelasnya.

Baca Juga: Tragedi di Lumbung Energi: Balita Sukabumi Tewas Cacingan di Tengah Miliaran Dana Panas Bumi

Hal senada disampaikan Prof. dr. Anggraini, Sp.A(K), dokter spesialis anak, yang mengatakan bahwa berdasarkan pemeriksaan, ditemukan adanya infeksi di susunan saraf pusat dan sepsis. Ditambahkan pula, cacing dewasa tidak masuk ke otak, paru, dan jantung, karena ukurannya yang besar. "Larva cacing gelang memang memiliki siklus hidup melalui pembuluh darah dan saluran napas yang kadang menyebabkan gangguan napas, namun tidak menyebabkan kematian," kata dia.

dr. Sianne, Sp.A, selaku dokter yang menangani Raya, menjelaskan bahwa saat tiba di IGD, pasien sudah tidak sadar, dan berdasarkan anamnesis, telah mengalami demam tinggi serta penurunan kesadaran sejak satu hari sebelumnya.

“Pasien pertama kali datang ke rumah sakit sudah mengalami penurunan kesadaran, dan demam serta batuk sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat medis menunjukkan pasien telah menjalani pengobatan yang tidak jelas ke mana, lebih dari sepuluh kali dalam tiga bulan terakhir, oleh karena demam dan batuk,” ujarnya.

Selama perawatan, tim medis memang menemukan cacing gelang dewasa. Hasil pemeriksaan radiologi toraks menunjukkan adanya TBC paru aktif dan pneumonia. Sementara radiologi abdomen memperlihatkan cacing dalam jumlah banyak tanpa tanda sumbatan. CT scan kepala juga mengonfirmasi adanya radang selaput otak/meningitis.

Penanganan dilakukan secara menyeluruh, meliputi terapi anti-TB, antibiotik, koreksi elektrolit, pemberian obat-obatan untuk mempertahankan tekanan darah dan denyut jantung, serta pemberian obat cacing albendazole. Setelah terapi albendazole, pasien mengeluarkan cacing dalam jumlah banyak melalui buang air besar selama beberapa hari.

Pasien meninggal dunia pada hari kesembilan perawatan. Menurut dr. Sianne, diagnosis kematian langsung adalah sepsis, dengan penyebab antara malnutrisi berat kwashiorkor dan stunting, serta penyebab dasar meningitis TB stadium 3.

Terkait isu di media bahwa cacing yang keluar mencapai 1 kilogram, dr. Sianne meluruskan bahwa rumah sakit tidak pernah menimbang cacing tersebut. “Kami tidak melakukan penimbangan karena keluarnya cacing berlangsung bertahap selama beberapa hari,” tegasnya.

Kasus ini menjadi pengingat penting mengenai bahaya TBC lanjut yang diperberat oleh malnutrisi dan infestasi parasit. Masyarakat diimbau untuk meningkatkan kesadaran terhadap sanitasi lingkungan, pemenuhan gizi anak, serta deteksi dini penyakit menular seperti TBC dan infeksi cacing.

Kisah Raya baru mengemuka setelah komunitas sosial Rumah Teduh mengunggah kondisinya pada pertengahan Agustus 2025. Sembilan hari Raya bertahan di rumah sakit tanpa identitas dan jaminan kesehatan, sehingga tagihan biaya perawatan menembus puluhan juta.

Sejak kecil, Raya memang tumbuh di lingkungan kotor, bermain di tanah bercampur kotoran ayam di bawah rumah panggungnya di Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan. Kedua orang tuanya, Rizaludin alias Udin (32 tahun) dan Endah (38 tahun), diduga mengalami gangguan mental, sehingga tak mampu mengurus dokumen maupun memastikan tumbuh kembang sang anak.

Berita Terkait
Berita Terkini