SUKABUMIUPDATE.com - Dugaan data peserta BPJS Kesehatan menjadi sorotan Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI) Kabupaten Sukabumi. SPSI memandang bahwa permasalahan tersebut sebagai bagian dari puncak gunung es kegagalan transformasi Askes ke BPJS Kesehatan.
"Kegagalan transformasi dimaksud merupakan kegagalan transformasi budaya (culture) dan karakter (characters) serta profesionalisme sumber daya manusia atau SDM Askes ke BPJS," ujar Pimpinan Cabang FSP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi Mochamad Popon dalam rilis tertulis yang diterima redaksi sukabumiupdate.com, Rabu (16/5/2021).
Baca Juga :
Menurut dia, pada saat Askes, sumber daya manusianya hanya dihadapkan dengan peserta yang berlatar belakang PNS atau ASN yang membayar iuran dari potongan gaji yang dibayarkan negara dan minim protes atau komplain. Sehingga budaya kerja dan karakter SDM Askes saat itu relatif nyantai dan kurang tantangan.
"Sementara hari ini dengan peserta BPJS Kesehatan dengan berbagai macam latar belakang sosial ekonomi mulai PNS atau ASN, TNI, Polri, buruh dan masyarakat umum, mulai dari kelas sosial masyarakat bawah sampai kelas sosial menengah dan atas, sangat nampak BPJS Kesehatan kelihatan gagap dalam menangani masalah dan komplain massif dari masyarakat akibat lemahnya pelayanan dari BPJS Kesehatan dan mitra kerjanya," tegas Popon.
Tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG) memang dibuat, tapi faktanya sampai hari ini BPJS Kesehatan sangat gagap menghadapi dinamika dan kompleksitas masalah di bawah termasuk komplain karena buruknya pelayanan pada tingkat faskes yang dialami oleh peserta.
Belum lagi dengan defisit anggaran yang dialami oleh BPJS Kesehatan, padahal BPJS Kesehatan satu-satunya badan penyelenggara yang ditunjuk oleh negara dan tidak ada persaingan dengan badan penyelenggara lain.
Defisit anggaran hanya terkendali sementara saat Pandemi covid 19, karena banyak anggaran kesehatan warga masyarakat di cover oleh anggaran penanganan Covid yang dialokasikan oleh negara. Dalam menghadapi komplain peserta juga BPJS Kesehatan hanya banyak berkilah dan melemparkan masalah ke dinas atau instansi lain misal rumah sakit atau faskes lainnya.
"Ya memang regulasi ada di pemerintah, tapi setidaknya BPJS Kesehatan mesti paham bahwa rakyat membayar iuran selaku kewajibannya sebagai peserta kepada BPJS Kesehatan bukan ke rumah sakit dan pihak lainnya. Jadi sewajarnya rakyat komplain ke BPJS Kesehatan dan BPJS Kesehatan punya kewajiban untuk memberikan solusi terbaik terhadap peserta bukan malah banyak berkilah dan melempar tanggung jawab atau mengkambinghitamkan pihak lain," ujar Popon.