SUKABUMIUPDATE.com - Penyanyi dan pegiat sosial Kunto Aji muncul sebagai salah satu suara kritis yang menyoroti carut-marut implementasi program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kritik ini dilontarkan pascaserangkaian kasus keracunan massal yang terjadi di berbagai daerah dan menjadi perhatian publik.
Melalui serangkaian cuitan di akun X-nya (@KuntoAjiW), musisi ini tidak hanya sekadar mengkritik, tetapi juga memberikan analisis mendalam yang didasarkan pada diskusinya dengan praktisi katering berpengalaman, menggeser fokus perdebatan dari isu politik ke isu manajemen teknis dan keamanan pangan.
Kunto Aji mengawali kritiknya dengan menyoroti ketimpangan kualitas dan mempertanyakan kesiapan infrastruktur logistik negara dalam menjalankan program berskala kolosal ini. "Kuncinya di lapangan sebenernya, kalau dikasi ke profesional itu bisa banget. Masalahnya negara segede ini siap gak? Secara kuantitas," tulisnya.
Baca Juga: Trauma Keracunan, Penyaluran MBG ke 300 Pelajar SMK Doa Bangsa Palabuhanratu Disetop
Ia menekankan bahwa pengelolaan makanan skala besar, yang menyangkut kesehatan anak-anak, memerlukan keahlian khusus. Menurutnya, "Ini dari orang yang sudah pengalaman ya. Mengolah makanan, menyimpan, ruangan, suhu, distribusi, penghitungan durasi yang efektif, semua ada ilmunya," menunjukkan bahwa isu utama adalah kurangnya kompetensi teknis di tingkat pelaksana.
Yang paling tegas, Kunto Aji menolak narasi sabotase yang sempat beredar di ruang publik sebagai upaya untuk menjelaskan insiden keracunan. Ia secara eksplisit mencuit, "Lhaiya kok ada narasi sabotase diracun segala, wong jelas yang keracunan itu ada isu inkompetensi," memperkuat argumennya bahwa masalah ini murni bersifat operasional.
Pernyataan ini bertujuan untuk meluruskan fokus, menjauhkan diskusi dari spekulasi politik dan mengarahkannya pada masalah inti. Ia menegaskan, "Narasi MBG diracun itu ya kejauhan. Murni gak kompeten aja sangat mungkin kok. Tinggal dicek yang tanggung jawab siapa di dapur?"
Baca Juga: Gawat! Sumber Oksigen Terbesar di Bumi Terancam Polusi, Ini Organisme Laut yang Jadi Pahlawan Kita
Selain masalah teknis di dapur, kritik juga menyentuh akar desain kebijakan program itu sendiri. Warganet Gladys Elliona (@_gladhys) menyoroti pendekatan sentralistik MBG, yang dinilai kurang tepat. "Policy design school lunches-nya aja buatku gak tepat, harusnya boost ke operasional sekolah aja buat penerapan," tulisnya.
Pandangan ini mengusulkan alternatif model yang lebih terdesentralisasi, yaitu penguatan operasional sekolah yang sudah ada, sebagai solusi yang lebih layak dan kurang rentan masalah dibandingkan sistem logistik terpusat yang terbukti rentan terhadap isu kualitas dan distribusi.
Sorotan tajam dari figur publik seperti Kunto Aji ini muncul di tengah tekanan yang masif dari berbagai pihak, termasuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan organisasi masyarakat sipil, yang menuntut evaluasi total program MBG.
Baca Juga: Hasim Adnan Bareng Pansus Bahas Raperda Tata Kelola BUMD Bersama Kemendagri
Data terbaru mencatat setidaknya 15 kasus keracunan yang terkait program ini hanya dalam sebulan terakhir, sebuah angka yang mengkhawatirkan. Kritik berbasis analisis teknis yang disampaikan oleh Kunto Aji dan tanggapan kritis dari masyarakat semakin mendorong tuntutan untuk transparansi dan perbaikan sistemik dalam program ini.
Secara keseluruhan, diskusi publik mengenai program MBG telah bergeser menjadi pembahasan yang lebih mendalam, mencakup kapasitas teknis pelaksana, kelayakan desain kebijakan sentralistik, dan urgensi alternatif model terdesentralisasi. Tekanan publik ini merupakan dorongan penting yang diharapkan dapat memicu perbaikan mendasar, memastikan bahwa program yang bertujuan baik ini benar-benar menjamin kesehatan dan keselamatan anak-anak Indonesia.
(Sumber: X/@KuntoAjiW)