SUKABUMIUPDATE.com – Sukabumi sepanjang 2025 bukan sekadar kumpulan angka atau arsip berita. Namun hadir sebagai wajah yang hidup seperti kadang tersenyum melalui harapan, muram oleh duka, konflik, hingga tragedi. Semuanya terpantul dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di Tengah-tengah Masyarakat.
Secara geografis, Sukabumi terdiri dari dua entitas wilayah yang kontras namun saling melengkapi, Kabupaten Sukabumi dengan luas sekitar 4.145 kilometer persegi dan Kota Sukabumi yang lebih kecil dengan luas 48,33 kilometer persegi. Di atas bentang alam inilah denyut kehidupan jutaan warga bergerak tanpa henti, membentuk dinamika sosial yang begitu padat sepanjang tahunnya.
Dibalik itu semua, pada 2025 terdapat rentetan peristiwa yang meninggalkan jejak mendalam. Bencana alam, kecelakaan lalu lintas, konflik sosial, tragedi kemanusiaan, hingga persoalan kesehatan masyarakat datang silih berganti. Tahun ini menegaskan bahwa Sukabumi penuh dinamika dalam kehidupan.
Hujan deras, banjir, longsor, dan cuaca ekstrem berulang kali menjadi latar peristiwa. Alam seolah memberi peringatan bahwa harmoni dengan lingkungan masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Sukabumi.
Di ranah sosial, Sukabumi 2025 diwarnai isu-isu yang menyita perhatian publik. Mulai dari persoalan ketenagakerjaan, kasus kekerasan, intoleransi, hingga dinamika layanan kesehatan. Semua ini menggambarkan wajah Sukabumi yang sedang berproses, mencari keseimbangan antara pembangunan, keadilan sosial, dan rasa aman warganya.
Tak bisa dipungkiri, dunia digital turut mengabadikan wajah Sukabumi sepanjang tahun ini. Berbagai peristiwa viral baik bernuansa positif maupun kontroversial menyebar cepat dan membentuk opini publik. Media sosial menjadi ruang baru bagi warga untuk bersuara, mengkritik, sekaligus merayakan hal-hal yang dianggap penting.
Kaleidoskop “Wajah Sukabumi Paling Hits 2025” ini disusun bukan untuk menghakimi, melainkan merekam. Karena setiap peristiwa sekecil apa pun adalah bagian dari wajah Sukabumi hari ini.
Di sinilah cerita-cerita itu dirangkai kembali, berikut kisah selengkapnya:
A. Luka Sosial, Intoleransi, dan Kekerasan Moral
Intoleransi Cidahu: Luka Sosial yang Menyorot Sukabumi 2025
Peristiwa kekerasan berlatar agama di Kampung Tangkil 04/01, Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, pada Jumat siang 27 Juni 2025, menjadi salah satu episode paling disorot dalam dinamika sosial Sukabumi sepanjang 2025. Insiden ini bermula dari pembubaran paksa dan perusakan rumah atau vila milik keluarga Maria Veronika Ninna yang digunakan sebagai lokasi retret libur sekolah oleh rombongan remaja Kristen. Kejadian tersebut terjadi usai shalat Jumat dan dengan cepat menyedot perhatian publik.
Aksi massa yang dipicu amarah kolektif ini terekam dan tersebar luas di media sosial, memunculkan narasi dominan konflik agama dan intoleransi. Selain kerusakan fisik bangunan, peristiwa tersebut meninggalkan trauma mendalam bagi para peserta retret remaja dan pemilik rumah. Sukabumi pun mendadak berada dalam pandangan tajam sebagai wilayah yang dianggap kembali mencatatkan praktik intoleransi.
Pihak berwenang pasca kejadian menegaskan bahwa peristiwa tersebut bukan perusakan rumah ibadah dan bukan aksi intoleransi, melainkan dampak dari kesalahpahaman serta dugaan penyalahgunaan fungsi rumah tinggal sebagai tempat ibadah oleh pemiliknya. Warga setempat menolak vila tersebut digunakan untuk kegiatan keagamaan, karena menurut mereka aktivitas serupa sudah berulang kali terjadi tanpa izin.
"Rumah ini sudah tiga kali digunakan untuk misa. Pernah suatu waktu ada 23 mobil dan satu bus datang. Kami sudah pernah menegur dan menolak agar tempat ini tidak dijadikan sarana peribadatan," ujarnya Ketua RT setempat, Hendra kepada sukabumiupdate.com, pada Jumat malam 27 Juni 2025, pasca insiden pembubaran paksa dan perusakan rumah milik Maria Veronika Ninna di Kampung Tangkil.
Penolakan warga terhadap aktivitas tersebut sudah disampaikan jauh sebelum insiden, termasuk kepada kepala desa dan aparat setempat sejak April 2025.
Kepala Desa Tangkil, Ijang Sehabudin, mengakui pihaknya bersama Forkopimcam, Babinsa, Bhabinkamtibmas, Kapolsek, dan MUI Kecamatan Cidahu telah berupaya mencegah konflik dengan meminta pemilik rumah menghentikan kegiatan keagamaan di lokasi tersebut.
Namun, upaya pencegahan gagal setelah beredarnya video aktivitas keagamaan remaja di rumah singgah tersebut pada pagi hari kejadian. Video itu memicu kemarahan warga yang menganggap pengelola dan pemilik mengabaikan kesepakatan dan peringatan sebelumnya.
Emosi massa memuncak sekitar pukul 13.15 WIB, hingga terjadi perusakan, sebelum akhirnya situasi mereda sekitar pukul 15.30 WIB setelah aparat dan pemerintah setempat turun langsung dan memasang garis polisi.
Untuk meredam gejolak dan kecaman luas, pemerintah daerah, tokoh masyarakat, ulama, serta aparat keamanan melakukan klarifikasi terbuka. Narasi “salah paham” kembali ditegaskan, termasuk oleh Kapolsek Cidahu AKP Endang Slamet, yang menyatakan tujuan utama aparat adalah menjaga ketertiban dan memastikan bangunan digunakan sesuai peruntukan.
Pengelola rumah, Wedi, menyatakan komitmen tertulis untuk tidak lagi menggelar kegiatan keagamaan di lokasi tersebut, diperkuat dengan surat imbauan dari MUI Kecamatan Cidahu.
Pada Senin 30 Juni 2025, Pemda, TNI-Polri, ulama, FKUB, dan perwakilan gereja menggelar pertemuan lintas pihak. Sekretaris MUI Kabupaten Sukabumi, Ujang Hamdun, kembali menegaskan kondisi telah kondusif dan menyatakan insiden dipicu kesalahpahaman, terlebih karena bertepatan dengan peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 H.
FKUB Kabupaten Sukabumi melalui Pendeta Beresan Bagaring juga menegaskan tidak ada gereja yang dirusak dan kegiatan tersebut disebut sebagai pembinaan karakter, bukan ibadah.
"Muncul dugaan lokasi tersebut merupakan tempat ibadah. Padahal hanya vila milik warga dan memang ada kekurangan dalam komunikasi dengan pemilik tempat," kata dia.
Di tengah polemik, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi turun langsung ke lokasi dan mengumumkan bantuan Rp100 juta untuk perbaikan rumah yang rusak. Ia menegaskan bantuan tersebut sebagai upaya pemulihan harmoni sosial, sembari menyerahkan sepenuhnya proses kepada aparat penegak hukum.
Kapolres Sukabumi AKBP Samian memastikan penanganan hukum berjalan tegas dan profesional. Polisi menetapkan delapan tersangka warga setempat berinisial YY, RN, UE, EM, MD, MS, M, H, dan E. Mereka dijerat Pasal 170 KUHP dan Pasal 406 KUHP tentang perusakan secara bersama-sama. Hingga akhir Juli 2025, berkas perkara telah dilimpahkan ke kejaksaan dan proses hukum masih berlangsung.
Baca Juga: Ancaman Investasi di Balik Keindahan Ciletuh-Palabuhanratu UNESCO Global Geopark Sukabumi
“Walid” Versi Sukabumi
Menjelang akhir 2025, jagat media sosial di wilayah Pajampangan, Kabupaten Sukabumi, diguncang oleh unggahan akun Facebook Gita Maulida. Ia menyuarakan kecaman atas dugaan pembiaran tindakan asusila yang dialaminya saat masih menjadi siswi SMA di Kecamatan Surade. Kisah kelam siswi berseragam putih abu-abu itu memicu gelombang dukungan publik dan mendorong korban-korban lain untuk ikut bersuara.
Unggahan tersebut mulai muncul pada 10 November 2025, awalnya menyinggung isu viral penceramah Gus Elham. Dari situ, Gita membuka pengakuan pribadinya tentang dugaan perilaku tidak senonoh seorang oknum guru yang ia juluki “Walid”.
Ia mengungkap modus, ciri-ciri terduga pelaku, serta mengklaim telah menerima banyak cerita serupa dari korban lain. Dalam rangkaian unggahan, Gita juga menyebut pelaku sempat menghubunginya melalui telepon dan WhatsApp, bahkan memintanya untuk diam.
Gita Maulida merupakan alumni salah satu sekolah menengah atas di Surade, penerima beasiswa berprestasi di bidang olahraga bola voli. Pihak sekolah membenarkan status Gita sebagai alumni, namun menyatakan tidak dapat memberikan keterangan lebih jauh karena peristiwa disebut terjadi sudah lama. Sekolah juga menyampaikan bahwa sosok terduga pelaku telah mengundurkan diri dari posisi pelatih bola voli.
Kasus ini kemudian bergulir ke ranah hukum. Satreskrim Polres Sukabumi menetapkan ES (Walid versi Sukabumi) sebagai tersangka dugaan pencabulan. ES diketahui merupakan mantan kepala sekolah MTs swasta sekaligus pelatih ekstrakurikuler bola voli putri di salah satu MAN di Kecamatan Surade. Penetapan tersangka dilakukan setelah pemeriksaan dan gelar perkara, dan ES langsung ditahan.
Polisi mengungkap hingga kini terdapat tiga laporan polisi dari korban berinisial GM, Mawar, dan Melati. Seluruh dugaan peristiwa terjadi saat para korban masih di bawah umur, meski sebagian pelapor kini telah berusia dewasa. Salah satu kejadian disebut terjadi pada 2023 saat korban berusia 17 tahun.
Kapolres Sukabumi AKBP Samian menegaskan penanganan perkara dilakukan secara profesional dan transparan, serta meminta masyarakat tetap tenang dan menjaga kondusivitas. ES diamankan di Mako Polres Sukabumi di Palabuhanratu untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.
Di sisi lain, kuasa hukum ES menyatakan kliennya kooperatif dan hadir secara sukarela memenuhi panggilan polisi. Mereka meminta publik tetap menjunjung asas praduga tak bersalah, menegaskan bahwa status tersangka merupakan bagian dari proses penyidikan, bukan vonis akhir.
Dugaan Bullying hingga Akhiri Hidup: Luka Sunyi Dunia Pendidikan Sukabumi
Lalu ada dugaan kasus perundungan (bullying) yang berujung pada kematian seorang siswi SMP mengguncang Kabupaten Sukabumi pada 2025. Korbannya adalah AK (14), siswi MTsN 3 Cikembar, yang ditemukan meninggal dunia dalam kondisi tergantung di rumahnya di Desa Bojong, Kecamatan Cikembar, pada Selasa malam (28/10/2025).
Peristiwa ini memicu duka mendalam sekaligus sorotan publik, terutama setelah ditemukan dua lembar surat tulisan tangan yang diduga dibuat korban sebelum meninggal dunia. Surat tersebut mengungkap tekanan batin, rasa sakit hati, serta dugaan perlakuan perundungan yang dialaminya di lingkungan sekolah.
Polres Sukabumi melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim masih mendalami dugaan bullying di balik kematian korban. Hingga awal November 2025, sebanyak 12 orang saksi telah dimintai keterangan, terdiri dari delapan siswa dan guru, serta empat orang dari pihak keluarga korban. Nama-nama saksi tersebut tercantum dalam surat wasiat yang kini menjadi salah satu barang bukti utama.
Kasat Reskrim Polres Sukabumi, Iptu Hartono, menegaskan penyelidikan masih berjalan. Surat tulisan tangan korban akan diuji keasliannya dengan melibatkan ahli guna memastikan validitas dan konteks penulisannya.
Selain surat wasiat, polisi juga mengamankan handphone milik korban serta serpihan kursi yang diduga digunakan korban untuk mengakhiri hidup. Sementara kain sarung dan kursi utuh sempat dibakar oleh keluarga karena alasan kepercayaan, sisa serpihan kursi tetap diamankan sebagai barang bukti tambahan.
Keluarga korban menolak dilakukan otopsi dan memilih memakamkan AK pada Rabu, 29 Oktober 2025. Pada hari yang sama, keluarga resmi melaporkan dugaan bullying ke Polres Sukabumi.
Isi surat korban memperlihatkan konflik emosional yang dalam. AK menyampaikan permintaan maaf kepada orang tua, guru, dan sebagian temannya. Namun di sisi lain, ia juga menuliskan kekecewaan terhadap teman-teman yang disebut sering menyindir, menyakiti lewat perkataan, hingga mengucapkan kalimat “paeh we, paeh lah” (“mati saja”). Korban mengaku telah berusaha memaafkan, tetapi kelelahan secara mental akibat perlakuan tersebut.
Dalam surat itu pula, AK mengungkap keinginannya untuk pindah sekolah karena merasa tidak nyaman dengan suasana kelas. Namun keterbatasan ekonomi keluarga membuat keinginan tersebut tidak terwujud. Lingkungan belajar yang dirasakannya menekan justru membuat korban enggan melanjutkan sekolah dan mendambakan ketenangan.
Fakta lain yang terungkap, sebelum kejadian tragis ini, korban memang telah mengeluhkan ketidaknyamanan di sekolah kepada ibunya pada awal Oktober 2025. Aduan tersebut telah disampaikan ke pihak MTsN 3 Cikembar. Pihak sekolah membenarkan adanya laporan tersebut dan mengklaim telah melakukan tindak lanjut dengan menyelesaikan permasalahan antara korban dan kakak kelasnya.
Baca Juga: Air Mengalir, Hutan Terancam: Kasepuhan Ciptamulya di Tengah Perubahan Iklim dan Tambang Ilegal
B. Kemanusiaan: Hukum, Eksploitasi, Politik dan Kekerasan
TPPO Sukabumi: Perbudakan Modern di Balik Janji Kerja
Sepanjang 2025, Sukabumi tercatat sebagai salah satu daerah yang menjadi sasaran jaringan gelap Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Asia Tenggara. Korbannya mayoritas berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi lemah, dijerat dengan janji pekerjaan bergaji tinggi di luar negeri. Harapan keluar dari kemiskinan justru berujung pada eksploitasi yang brutal.
Korban TPPO asal Sukabumi banyak diberangkatkan ke negara-negara seperti Myanmar, Kamboja, hingga Cina. Di sana, mereka dipaksa bekerja sebagai operator penipuan dan judi online selama belasan jam sehari, tanpa upah layak, tanpa kebebasan bergerak, dan dengan komunikasi yang sangat terbatas dengan keluarga.
Beberapa korban bahkan tidak pernah kembali, meninggal di negeri orang dengan jenazah yang tak mampu dipulangkan karena keterbatasan biaya keluarga. Sukabumi, yang selama ini dikenal dengan keindahan alam dan budaya, menyimpan sisi gelap sebagai salah satu daerah pemasok korban perbudakan modern.
Maraknya TPPO tidak dapat dilepaskan dari akar persoalan struktural, yakni kemiskinan dan terbatasnya lapangan kerja di dalam negeri. Warga yang terdesak kebutuhan ekonomi melihat tawaran kerja di luar negeri sebagai jalan keluar, tanpa menyadari bahwa iming-iming tersebut merupakan jebakan sindikat kejahatan lintas negara.
Sejumlah kasus TPPO asal Sukabumi telah menyita perhatian publik, di antaranya kisah Amirudin dari Kebonpedes, almarhum Purnama Alam, dan yang paling menyentuh nurani masyarakat adalah kasus Reni Rahmawati.
Reni Rahmawati (23), warga Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, akhirnya berhasil dipulangkan ke Indonesia setelah enam bulan menjadi korban TPPO di Cina. Ia tiba di rumahnya pada Rabu malam (19/11/2025) dan disambut haru oleh keluarga. Reni mengaku lega setelah melalui proses panjang dan melelahkan untuk bisa kembali ke tanah air.
Kasus Reni bermula pada April 2025, saat ia berkenalan dengan dua pria berinisial Y dan JA melalui media sosial. Ia dijanjikan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga di Cina dengan gaji Rp15–30 juta per bulan. Namun setelah paspornya diurus di Bogor, Reni justru disekap dan dipaksa menikah dengan pria asing.
Reni dinikahkan secara siri melalui panggilan video, lalu diberangkatkan ke Quanzhou, Fujian, pada 18 Mei 2025. Dua hari setelah tiba, ia kembali dinikahkan secara resmi dengan seorang warga Cina bernama Tu Chao Cai.
Dalam proses tersebut, Reni dipaksa menandatangani dokumen pernikahan dan mengaku bahwa orang yang hadir saat akad di Indonesia adalah orang tuanya. Diketahui, Tu Chao Cai mengaku telah membayar 205.000 RMB (sekitar Rp476 juta) kepada agen, namun Reni dan keluarganya hanya menerima Rp11 juta dari seseorang bernama Abdullah.
Proses pemulangan Reni berjalan panjang dan berliku. Keluarga melapor ke Polda Jawa Barat pada 19 September 2025 serta mengadu kepada Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM). Koordinasi lintas lembaga, termasuk KJRI, akhirnya berhasil menemukan keberadaan Reni yang sempat sulit dilacak karena berada di wilayah pedalaman Cina.
Ia berhasil dipulangkan ke Indonesia pada Selasa (18/11/2025) dan kini menjalani pemulihan psikologis dengan pendampingan DP3A Kabupaten Sukabumi.
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Sukabumi mencatat, kasus Reni hanyalah satu dari banyak laporan TPPO yang mereka terima sepanjang 2025. Mulai dari eksploitasi tenaga kerja, perdagangan manusia berkedok pernikahan, hingga ancaman kekerasan terhadap korban yang berusaha melarikan diri.
GSI Cikembar: Antara Harapan Kerja dan Jerat Pungli
Di tengah geliat industri Kabupaten Sukabumi, PT Glostar Indonesia (GSI) di Kecamatan Cikembar kerap dipandang sebagai simbol harapan bagi pencari kerja. Namun di balik citra peluang ekonomi tersebut, tersingkap praktik kelam jual-beli posisi kerja yang menjerat warga kecil dalam lingkaran utang, penipuan, dan kekecewaan.
Laporan mendalam sejumlah media mengungkap pola percaloan yang berlangsung bertahun-tahun dalam proses rekrutmen yang tidak transparan. Calon pekerja diminta membayar sejumlah uang, mulai dari jutaan hingga belasan juta rupiah dengan janji pasti diterima bekerja.
Proses wawancara pun kerap tidak resmi, bahkan dilakukan di warung kopi. Jaringan perantara ini disebut memanfaatkan keputusasaan warga serta lemahnya pengawasan, dengan dugaan keterlibatan oknum satpam, tokoh setempat, hingga orang dalam perusahaan.
Salah satu kasus yang menyita perhatian publik adalah kisah Rizaldi Arizqi (28), penjual tahu bulat asal Warudoyong, Kota Sukabumi. Demi membantu istrinya mendapatkan pekerjaan di pabrik GSI, keluarga kecil ini rela menjual sepeda motor satu-satunya seharga Rp6,5 juta dan meminjam Rp5 juta dari koperasi.
Total dana yang dikeluarkan mencapai Rp9 juta, termasuk bunga pinjaman dengan cicilan Rp1,35 juta per bulan. Istri Rizaldi sempat bekerja selama tiga minggu sebelum dipanggil HRD dan diminta menandatangani dokumen pemberhentian kerja tanpa penjelasan yang jelas.
Harapan memperbaiki ekonomi keluarga pun runtuh. Kasus ini kemudian viral di media sosial, mendorong sorotan publik terhadap praktik pungutan liar dalam rekrutmen tenaga kerja.
Setelah kasus mencuat, uang administrasi yang disetorkan, sekitar Rp8,5 juta akhirnya dikembalikan penuh oleh pihak yang disebut sebagai oknum calo, melalui BRI Link. Rizaldi mengonfirmasi pengembalian tersebut dan menyatakan keluarganya kini lebih tenang, meski beban cicilan koperasi masih berjalan. Ia menegaskan bahwa viralnya kasus ini menjadi kunci pertanggungjawaban, sekaligus berharap tidak ada lagi korban serupa.
Pihak PT Glostar Indonesia juga menanggapi kasus ini dan menegaskan bahwa pengembalian uang tersebut tidak berasal dari perusahaan. Humas GSI Cikembar, Nurzaman, menekankan bahwa praktik pungli merupakan tindakan kriminal yang tetap harus diproses secara hukum, meski uang korban telah dikembalikan.
Ia menyatakan perusahaan melarang keras pungli dalam proses rekrutmen dan siap mem-PHK oknum internal jika terbukti terlibat.
Terkait status istri Rizaldi, pihak GSI menyebut yang bersangkutan masih dalam masa pelatihan dan belum di-PHK secara resmi, melainkan mendapat teguran karena performa kerja yang belum sesuai standar. Namun, tekanan psikologis dari proses tersebut diduga membuat korban memilih berhenti bekerja.
Kasus GSI Cikembar menjadi salah satu potret buram dunia ketenagakerjaan Sukabumi pada 2025. Di tengah kebutuhan kerja yang tinggi dan lapangan pekerjaan yang terbatas, praktik percaloan tumbuh subur, memaksa masyarakat kecil memilih “jalan belakang” demi bertahan hidup.
Kasus Penyiraman Air Keras, Luka yang Mengguncang Sukabumi 2025
Tahun 2025 di Sukabumi juga diwarnai kasus penyiraman air keras yang menyita perhatian publik dan meninggalkan luka mendalam, baik dari sisi kekerasan dalam rumah tangga maupun kejahatan bermotif relasi personal.
Peristiwa ini terjadi di Kecamatan Baros, Kota Sukabumi, pada 1 Mei 2025, menimpa seorang ibu kepala keluarga berinisial YA (36) dan anaknya MRA (7). Keduanya disiram air keras saat berkendara sepeda motor di Jalan Sudajaya, menyebabkan luka bakar serius.
Polisi mengungkap bahwa pelaku utama adalah Harianto (30), buruh tambang asal Kalimantan Tengah, yang merupakan mantan pacar online korban. Ia dibantu oleh Yuri (47), seorang driver ojek online asal Jakarta Barat, yang mengendarai motor saat kejadian.
Majelis Pengadilan Negeri Sukabumi kemudian menjatuhkan pidana 7 tahun penjara dan denda Rp50 juta, subsider 3 bulan kurungan kepada Harianto. Masa penahanan yang sudah dijalani terdakwa dikurangkan sepenuhnya dari pidana.
Sementara Yuri dijatuhi pidana 1 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp30 juta, subsider 3 bulan kurungan. Masa penahanan juga diperhitungkan penuh sebagai pengurang pidana.
Motif kejahatan terungkap dari hubungan online yang bermula dari komunikasi bisnis properti, lalu berkembang menjadi hubungan personal. Pelaku sempat mengajak korban menikah, namun ditolak karena perbedaan keyakinan. Penolakan tersebut diduga memicu ancaman dan teror berulang melalui pesan WhatsApp hingga berujung pada aksi penyiraman air keras.
Baca Juga: Janji Nutrisi Berubah Tragedi: Keracunan dan Rapuhnya Program MBG di Sukabumi
Gali Emas di Tanah Sendiri Berujung Proses Hukum
Aktivitas tambang emas ilegal menjadi salah satu wajah Sukabumi paling hits di 2025. Menggali emas di tanah sendiri, enam orang diamankan, terdiri dari pemilik lahan, kepala lubang tambang, dua pekerja, serta dua warga yang diduga berperan sebagai koordinator.
Mereka diamankan Satreskrim Polres Sukabumi ketika menggerebek lokasi tambang emas tanpa izin di Blok Pasir Gombong, Kampung Cipedes, Desa Ridogalih, Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi, pada Rabu, 10 September 2025.
Berdasarkan pemeriksaan awal, lahan yang digunakan merupakan tanah pribadi dengan dasar kepemilikan SPPT. Meski demikian, polisi menegaskan bahwa fokus utama penyelidikan adalah legalitas izin pertambangan, bukan status kepemilikan tanah.
Dari lokasi, petugas menyita sejumlah barang bukti berupa karung berisi batuan mineral yang diduga mengandung emas serta peralatan tambang sederhana. Polisi memastikan tidak ditemukan alat pemurnian maupun bahan kimia berbahaya seperti merkuri atau sianida. Lokasi tambang pun dipasangi garis polisi untuk mencegah aktivitas lanjutan.
Perkembangan kasus berlanjut pada Oktober 2025. Polres Sukabumi menetapkan dua orang sebagai tersangka, yakni EK selaku kepala tambang (kepala lobang) dan UT sebagai pemilik atau penyedia lahan.
Kapolres Sukabumi AKBP Samian menjelaskan, modus operandi yang digunakan adalah kerja sama antara pemilik lahan dan penanggung jawab tambang. Penambangan dilakukan secara manual dengan kedalaman lubang mencapai 20 hingga 30 meter untuk mengambil batuan yang kemudian diolah dan disaring hingga menghasilkan beberapa gram emas.
Barang bukti yang diamankan antara lain 33 karung material batuan bercampur tanah, satu set hammer dan mata bor, dua senter kepala, serta sarung tangan. Polisi menilai aktivitas ini sangat berbahaya karena tidak memenuhi standar keselamatan kerja dan berpotensi merusak lingkungan.
Para tersangka dijerat Pasal 158 jo Pasal 35 dan/atau Pasal 161 jo Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan/atau Pasal 56 ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar.
Demo RUU TNI dan Suara dari Sukabumi
Gelombang penolakan terhadap pengesahan RUU TNI menjadi salah satu potret sosial-politik yang menonjol di Indonesia sepanjang 2025, termasuk di Sukabumi. Ribuan mahasiswa turun ke jalan menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, menyuarakan kekhawatiran bahwa undang-undang tersebut berpotensi menghidupkan kembali semangat Orde Baru serta membuka ruang peran ganda TNI di ranah sipil.
DPR RI secara resmi mengesahkan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dalam sidang paripurna pada 20 Maret 2025. Pengesahan tersebut memicu reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat dan melahirkan aksi protes di sejumlah daerah, termasuk di Sukabumi.
Di Sukabumi, ratusan mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Kota Sukabumi, Jalan Ir. H. Juanda, Kecamatan Cikole, Kamis (20/3/2025). Aksi yang dimulai sekitar pukul 17.00 WIB itu diwarnai orasi penolakan terhadap pengesahan RUU TNI menjadi undang-undang. Aparat Polres Sukabumi Kota melakukan pengamanan ketat dengan memasang kawat berduri untuk mencegah massa memasuki area gedung dewan.
Tak sampai disitu, aksi penolakan kembali berlanjut dan memanas pada Senin petang (24/3/2025), saat massa aksi yang tertahan di depan Gedung DPRD Kota Sukabumi didorong mundur oleh aparat pengamanan.
Saling dorong antara massa dan polisi tak terhindarkan hingga pagar gedung DPRD roboh. Situasi semakin memanas sebelum akhirnya aparat membubarkan massa menggunakan semprotan water canon.
Chaos sempat terjadi ketika massa gabungan mahasiswa dari berbagai kampus di Sukabumi dan aliansi lainnya dikejar hingga ke Jalan RE Martadinata. Di simpang Jalan Juanda–Martadinata, massa kembali melakukan orasi dan sempat membakar ban bekas sebagai bentuk protes lanjutan.
Tekanan publik berlanjut pada Kamis, (27/03/2025) hingga ratusan massa aksi kembali melumpuhkan sejumlah ruas jalan di Kota Sukabumi hingga larut malam. Mereka menuntut pejabat terkait menandatangani surat petisi penolakan UU TNI, RUU Polri, serta mendesak pencopotan Kapolres Sukabumi Kota.
Massa yang tergabung dalam Aliansi Sukabumi Melawan pada Kamis, 27 Maret 2025. Unjuk rasa berlangsung sejak pukul 16.30 WIB di kawasan Tugu Adipura dan baru dibubarkan sekitar pukul 22.00 WIB. Sejumlah pejabat hadir langsung di lokasi aksi, di antaranya Kapolres Sukabumi Kota, Dandim 0607, Ketua DPRD Kota Sukabumi, serta Wali Kota Sukabumi.
Umar asal Sukabumi, Driver Ojol di Tengah Ricuh Jakarta
Tahun 2025 turut diwarnai kisah Moh. Umar Amarudin (30), seorang pengemudi ojek online asal Kampung Sukamukti RT 01/01, Desa Cikidang, Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi jadi korban salah sasaran aparat saat kerusuhan demo di Jakarta, pada Kamis 28 Agustus 2025 lalu. Umar dikenal sebagai pribadi sederhana yang telah merantau ke Jakarta sejak 2015 demi mencari penghidupan yang lebih baik.
Setelah sempat bekerja di perusahaan, Umar memilih menjadi driver ojek online sejak 2019. Keputusan itu diambil karena ia merasa pekerjaan ojol memberinya fleksibilitas waktu dan peluang pendapatan yang lebih baik dibandingkan pekerjaan sebelumnya.
Di lingkungan tempat tinggalnya di Jakarta, Umar dikenal tekun beribadah, kerap menghabiskan waktu di masjid saat sepi penumpang, serta sering diminta mengumandangkan azan dan menjadi imam.
Pada Kamis malam, 28 Agustus 2025, Umar menjadi korban salah sasaran dalam kericuhan aksi demonstrasi mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta.
Insiden tersebut menyebabkan Umar mengalami patah tulang dan pergeseran rahang. Sempat beredar kabar di media sosial bahwa Umar meninggal dunia atau terlindas kendaraan taktis Brimob, namun klarifikasi menyebutkan Umar merupakan korban salah sasaran pemukulan oleh aparat saat selesai menurunkan penumpang.
Umar menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Pelni, Jakarta Barat. Setelah kondisinya membaik, ia akhirnya dipulangkan ke kampung halamannya di Kabupaten Sukabumi pada Senin, 1 September 2025. Kepulangannya disambut haru oleh keluarga dan warga setempat.
C. Nyawa yang Melayang: Tragedi dan Kecelakaan
Tragedi Petani Tewas Akibat Peluru Nyasar
Peristiwa tragis menimpa Otib (60), seorang petani asal Kampung Cipancur, Desa Kademangan, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi. Nyawanya melayang akibat peluru nyasar yang ditembakkan JF, pemburu asal Bogor, saat berburu babi hutan di lahan Perhutani Cisujen Blok 10, Desa Sumberjaya, Kecamatan Tegalbuleud, Selasa malam, 22 April 2025.
Peluru yang seharusnya mengenai hewan buruan malah sebaliknya, justru menghantam Otib yang saat itu sedang berada di saung tempatnya bertani dan bermalam bersama sang istri Eem.
Teriakan Eem memecah keheningan malam. Empat pemburu kemudian muncul di lokasi kejadian, tiga di antaranya warga Desa Sumberjaya, dan satu orang dari Bogor yang diketahui sebagai juru tembak, yakni JF.
Dalam kondisi panik, rombongan pemburu mengevakuasi Otib menggunakan mobil milik JF pada Rabu, 23 April 2025 sekitar pukul 03.00 WIB. Korban tiba di RSUD Jampangkulon sekitar pukul 05.30 WIB, namun karena kondisinya kritis, ia dirujuk ke RSUD R Syamsudin SH, Kota Sukabumi. Sayangnya, nyawa Otib tidak tertolong.
Otib mengalami luka parah di bagian punggung sepanjang kurang lebih 18 sentimeter, menembus hingga organ dalam dan rongga tubuh, merusak paru-paru, serta menyebabkan perdarahan hebat.
Masih di hari yang sama, jenazah Otib dipulangkan ke rumah duka pada pukul 22.00 WIB untuk dimakamkan di TPU Cigablog, Desa Kademangan. Sementara itu, JF telah diamankan polisi, dan senjata api yang digunakan disita sebagai barang bukti.
Dalam sidang putusan pada Jumat, 10 Oktober 2025, Pengadilan Negeri (PN) Cibadak, menyatakan terdakwa JF (Jeffry Tando) alias Eeng dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena kelalaiannya menyebabkan meninggalnya orang lain.
Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama enam bulan. Dalam salinan putusan pengadilan https://sipp.pn-cibadak.go.id/, juga ditegaskan dalam putusan bahwa namun hukuman tersebut tidak perlu dijalani kecuali apabila terdakwa kembali melakukan tindak pidana dalam masa percobaan selama 12 bulan.
Selain itu, terdakwa dilarang melakukan aktivitas berburu selama masa percobaan dan dinyatakan bebas dari tahanan. Hakim juga menetapkan barang bukti berupa dua selongsong peluru dan lima butir peluru kaliber 308 untuk kepentingan hukum, serta menekankan penyelesaian perkara melalui pendekatan restorative justice.
Kecelakaan Lalu Lintas di Sukabumi 2025
Sepanjang tahun 2025, wilayah Kota dan Kabupaten Sukabumi diwarnai sejumlah kecelakaan lalu lintas serius, mulai dari kecelakaan maut hingga tabrakan beruntun di jalur strategis nasional.
Kecelakaan Maut di Lampu Merah Degung, Kota Sukabumi: Kecelakaan fatal terjadi pada Minggu, 11 Mei 2025, sekitar pukul 01.00 WIB di perempatan lampu merah Degung, Jalan Raya Sudirman, Kelurahan Benteng, Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi.
Peristiwa ini melibatkan minibus Nissan Grand Livina F 1293 MO yang dikemudikan KR (52), warga Cigombong, dengan sepeda motor Honda Beat F 5799 TAE yang dikendarai LH (16), warga Kadudampit, dengan penumpang SN (18).
Akibat benturan keras, kedua kendaraan mengalami kerusakan parah. Korban dibawa ke RS Islam Assyifa Kota Sukabumi, namun SN dinyatakan meninggal dunia saat dalam perawatan.
Kecelakaan Beruntun di Pamuruyan: Kecelakaan beruntun terjadi di sekitar Jembatan Pamuruyan, Jalan Nasional Sukabumi–Bogor, Desa Pamuruyan, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, pada Selasa (7/10/2025) pagi.
Insiden ini melibatkan sedikitnya enam kendaraan, termasuk truk trailer, empat kendaraan dari arah yang sama, serta satu kendaraan dari arah berlawanan. Hal ini diakibatkan rem blong truk trailer dan beruntung tidak ada korban jiwa dalam peristiwa kali ini.
Rombongan Guru MI Selamat dari Kecelakaan Truk: Peristiwa dramatis terjadi pada Selasa (4/11/2025) sore di Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi. Mobil Suzuki APV F 1018 IU yang ditumpangi empat guru perempuan Madrasah Ibtidaiyah (MI) asal Parungkuda, Kabupaten Sukabumi, ditabrak truk Isuzu Giga B 9005 PEV yang kehilangan kendali.
Truk tersebut menabrak empat mobil yang terparkir, yakni Toyota Innova F 1619 SU, Daihatsu Sigra A 1134 VAA, Ford B 1585 JIA, dan Suzuki APV. Mobil para guru terdorong hingga ke trotoar dan nyaris menghantam tiang listrik, namun seluruh penumpang selamat meski kendaraan mengalami kerusakan berat.
Baca Juga: Dulu Lumpuh Layu Sekarang Cacingan, Sukabumi Kembali Nyalakan Alarm Nasional
D. Kesehatan Anak dan Sorotan Program Negara
Balita Raya dan Cacing di Tubuhnya
Kematian Siti Raya, balita berusia tiga tahun asal Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, menjadi tamparan keras. Raya meninggal dunia pada 22 Juli 2025 setelah mengalami infeksi cacing gelang parah. Dari tubuh kecilnya yang kurus, lebih dari satu kilogram cacing gelang dikeluarkan, ini sebuah kondisi medis ekstrem yang seharusnya bisa dicegah sejak dini.
Raya tumbuh sejak kecil di lingkungan dengan sanitasi sangat buruk. Ia kerap bermain di tanah bercampur kotoran ayam di bawah rumah panggung tempat keluarganya tinggal. Rumah tersebut tidak memiliki jamban, dengan sistem sanitasi yang jauh dari layak.
Namun persoalan yang terungkap tidak berhenti pada aspek kesehatan. Kematian Raya juga membuka borok serius sistem pelayanan sosial dan administrasi kependudukan bagi warga miskin dan kelompok rentan. Raya dan keluarganya diketahui tidak memiliki dokumen administrasi kependudukan, seperti KTP dan Kartu Keluarga. Kondisi ini membuat mereka praktis terputus dari akses layanan sosial dan kesehatan yang berbasis data kependudukan negara.
Fakta tersebut terungkap setelah Relawan Rumah Teduh turun tangan membantu proses evakuasi dan perawatan Raya. Pada 13 Juli 2025, balita tersebut dibawa ke RSUD R. Syamsudin dalam kondisi kesehatan yang terus memburuk. Raya menjalani perawatan selama sembilan hari, sebelum akhirnya meninggal dunia.
Selama masa perawatan itu, Relawan Rumah Teduh harus menanggung biaya rumah sakit yang awalnya mencapai Rp23 juta. Setelah mendapat keringanan dari pihak rumah sakit, total biaya yang tetap harus dibayarkan sebesar Rp15 juta—angka yang mencerminkan beratnya beban akses kesehatan bagi keluarga miskin tanpa jaminan negara.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai kematian Raya sebagai potret nyata kelalaian negara dalam menjalankan kewajibannya melindungi anak dan warga rentan. KPAI juga menyoroti lemahnya kepekaan pemerintah desa setempat yang dinilai tidak mampu membedakan kondisi darurat yang membutuhkan penanganan cepat dan serius.
Keracunan MBG: Program Unggulan Prabowo
Tahun 2025 menjadi catatan bagi pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Sukabumi. Rangkaian kasus keracunan massal yang menimpa ratusan pelajar di empat kecamatan seperti Parakansalak, Cibadak, Cidolog, dan Palabuhanratu, mengguncang kepercayaan publik terhadap salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Alih-alih menjamin pemenuhan gizi bagi pelajar, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita, distribusi MBG justru berubah menjadi ancaman kesehatan. Insiden-insiden ini menyingkap rapuhnya sistem penyediaan, pengolahan, dan distribusi pangan dalam program berskala besar tersebut.
Program MBG di Kabupaten Sukabumi mulai dijalankan pada 6 Januari 2025. Setiap dapur MBG dirancang memproduksi 3.500 hingga 4.000 porsi per hari. Jika seluruh dapur beroperasi penuh, produksi MBG di Sukabumi diperkirakan mencapai lebih dari satu juta porsi per hari. Skala besar inilah yang kemudian memperbesar risiko ketika standar keamanan pangan tidak dijalankan secara ketat.
Kasus terjadi di Palabuhanratu pada Rabu (24/9/2025), ketika lima pelajar SMK Doa Bangsa dilarikan ke RSUD Palabuhanratu dengan gejala mual dan sesak napas usai menyantap MBG.
Data Dinas Kesehatan mencatat total 32 dari 300 penerima MBG di sekolah tersebut mengalami gejala keracunan. Menu yang dikonsumsi antara lain spageti bumbu ikan laut, nugget, wortel, jagung rebus, dan jeruk.
Sebelumnya, keracunan MBG terjadi di SDN 2 Parakansalak pada 22 Agustus 2025. Sebanyak 24 siswa mengalami mual dan muntah sekitar 30 menit setelah mengonsumsi menu MBG. Hasil uji laboratorium menemukan bakteri Bacillus cereus pada telur. Dapur MBG Parakansalak 1 diketahui baru beroperasi selama empat hari saat insiden terjadi.
Di Kecamatan Cibadak, dugaan keracunan MBG menimpa pelajar SMKN 1 Cibadak pada 12 September 2025. Para pelajar itu mengalami gejala mual, muntah, pusing, dan diare, Adapun menu yang disantap siswa antara lain nasi putih, telur ceplok bumbu kalio, tumis tahu dengan kacang panjang, buah jeruk, dan susu UHT.
Kasus di Kecamatan Cidolog, Hasil uji Labkesda Jawa Barat mengonfirmasi adanya kontaminasi mikroorganisme berbahaya pada makanan MBG yang dikonsumsi 32 siswa dari PAUD Puspasari, SDN Puncak Batu, dan MI Cikadu.
Ditemukan jamur Coccidioides immitis pada semangka, bakteri Enterobacter cloacae pada tempe orek, dan Macrococcus caseolyticus pada telur dadar dugaan pemicu keracunan. Dugaan juga menguat bahwa dapur MBG di Cidolog menggunakan air sungai dalam proses pengolahan makanan, meski sempat diklaim berasal dari sumur.
Baca Juga: Rumah Doa dan Izin Beribadah: Mengurai Kusut Intoleransi, Studi Kasus Cidahu Sukabumi
E. Dinamika Infrastruktur Sukabumi
Kabar Tol Bocimi: Antara Kemacetan dan Proyek Strategis yang Belum Tuntas
Sepanjang 2025, Jalan Tol Bogor–Ciawi–Sukabumi (Bocimi) menjadi salah satu wajah paling menonjol Sukabumi, baik sebagai urat nadi mobilitas maupun sumber persoalan kemacetan, khususnya di wilayah Parungkuda–Cibadak, Kabupaten Sukabumi.
Apalagi saat ini kemacetan di Tol Bocimi dan jalan arteri nasional Parungkuda–Cibadak dibahas serius oleh pemerintah pusat dalam rapat akhir tahun dan persiapan Libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026 di Jakarta, Kamis, 13 November 2025.
Kemacetan di Sukabumi Utara kerap viral karena terjadi hampir setiap akhir pekan dan diprediksi semakin parah saat libur panjang akhir tahun.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Aan Suhanan, menegaskan bahwa sinergi dan kolaborasi lintas instansi menjadi kunci utama pengelolaan lalu lintas Nataru. Menurutnya, Tol Bocimi akan tetap menjadi pilihan utama masyarakat, terutama wisatawan dari Jakarta.
“Kawasan Bocimi dan Parungkuda berpotensi mengalami kemacetan parah jika tidak dikelola dengan tepat. Kalau tidak diantisipasi, bisa terjadi stuck,” tegas Aan.
Progres Pembangunan Tol Bocimi: Di sisi lain, pembangunan Tol Bocimi masih berjalan bertahap dan belum sepenuhnya rampung. Direktur Utama PT Trans Jabar Tol (TJT), Abdul Hakim, menyampaikan bahwa progres konstruksi saat ini telah mencapai 65–66 persen. Pihaknya menargetkan pengerjaan dapat rampung pada 2026 sesuai kontrak dengan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).
Seksi 4 Masih Terkendala Lahan: Sementara itu, Seksi IV (Sukabumi Barat–Sukabumi Timur sepanjang 13 km) masih tertahan pada tahap pembebasan lahan, dengan progres baru sekitar 10 persen. Pembangunan fisik baru dapat berjalan signifikan jika pembebasan lahan mencapai 75–80 persen dan konektivitas jalur telah dipastikan.
Mengenal Struktur Jalan Tol Bocimi: Berdasarkan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT), Tol Bocimi memiliki panjang total 54 km, terbagi menjadi empat seksi:
- Seksi I Ciawi–Cigombong: 15,3 km (beroperasi sejak 2018)
- Seksi II Cigombong–Cibadak: 12 km (beroperasi sejak 2023)
- Seksi III Cibadak–Sukabumi Barat: 14 km (dalam konstruksi)
- Seksi IV Sukabumi Barat–Sukabumi Timur: 13 km (dalam pembebasan lahan)
Hingga akhir 2025, ruas yang sudah beroperasi yaitu Seksi I sepanjang 15,35 km dan Seksi II sepanjang 11,9 km, sementara dua seksi berikutnya masih dalam tahap pembangunan.
Jembatan Pamuruyan, Proyek Mangkrak dan Ancaman Infrastruktur Vital Sukabumi
Dinamika Jembatan Pamuruyan di Desa Pamuruyan, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, menjadi sorotan publik di 2025. Di tengah mangkraknya proyek jembatan baru, kondisi jembatan lama pada November 2025 justru mengalami kerusakan serius, berupa scouring atau gerusan air sungai pada pelindung pilar utama.
Situasi ini dinilai krusial karena Jembatan Pamuruyan lama masih menjadi akses vital bagi arus kendaraan di jalur nasional Sukabumi–Bogor, yang dilalui setiap hari. Kerusakan struktur jembatan lama menuntut penanganan cepat, terlebih proyek jembatan baru belum berfungsi dan belum ada kepastian kelanjutan pengerjaannya.
Proyek penggantian dan duplikasi Jembatan Pamuruyan telah dimulai sejak 2022 dan merupakan proyek strategis milik Kementerian PUPR. Berdasarkan data LPSE, proyek ini ditenderkan sejak Maret–April 2022 dengan pagu anggaran Rp24,76 miliar, dibiayai APBN 2022, dan dilaksanakan oleh Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Jawa Barat.
Namun hingga akhir 2025, proyek tersebut belum juga rampung dan justru memicu kemacetan panjang di jalur nasional Bogor–Sukabumi akibat terhentinya aktivitas konstruksi. Hingga kini, belum ada penjelasan resmi terbaru dari Kementerian PUPR terkait penyebab mangkraknya proyek tersebut.
F. Sukabumi dalam Kepungan Bencana Alam 2025
Rentetan Bencana Alam di Sukabumi 2025
Sepanjang tahun 2025, Kabupaten dan Kota Sukabumi kerap dilanda bencana alam, khususnya bencana hidrometeorologi yang dipicu cuaca ekstrem dan curah hujan tinggi. Intensitas bencana cenderung meningkat menjelang akhir tahun, menimbulkan dampak signifikan di berbagai wilayah.
Berikut diantaranya:
Banjir Bandang dan Longsor Cisolok–Cikakak: Pada Senin, 27 Oktober 2025, banjir bandang dan tanah longsor melanda Kecamatan Cisolok dan Cikakak, Kabupaten Sukabumi. Pemerintah Kabupaten Sukabumi menetapkan status Tanggap Darurat Bencana di dua wilayah tersebut.
Menurut Laporan Penanganan Tanggap Darurat dari BPBD Kabupaten Sukabumi per 30 Oktober 2025, bencana ini meliputi 43 lokasi banjir di 15 desa dan 18 titik tanah longsor di total 18 desa.
Secara keseluruhan, dampak bencana menimpa 1.091 Kepala Keluarga (KK) atau 3.291 jiwa. Sementara itu, 9 KK atau 37 jiwa dilaporkan mengungsi ke rumah sanak saudara, dengan 1 KK atau 5 jiwa masuk dalam kategori terancam. Tidak ada korban jiwa maupun luka-luka akibat kejadian ini.
Satu Hari, 11 Insiden Bencana: Serangkaian bencana kembali terjadi pada Kamis, 4 Desember 2025. Pusdalops BPBD Kabupaten Sukabumi mencatat 11 insiden bencana dalam satu hari akibat hujan deras, meliputi longsor, banjir, dan ambruknya bangunan.
Sebanyak sembilan kecamatan terdampak, yaitu: Cibadak, Nagrak, Gunungguruh, Cicantayan, Sukaraja, Cidolog, Kadudampit, Cisolok, dan Simpenan. Meski tidak menimbulkan korban jiwa, puluhan rumah dan fasilitas umum mengalami kerusakan.
Banjir Limpasan Terjang Jalan Kota Sukabumi: Pada Jumat, 5 Desember 2025, banjir limpasan dari kawasan dataran tinggi Salabintana menerjang ruas jalan Salabintana–Cimanggah hingga Jalan Siliwangi, Kota Sukabumi.
Sejumlah sepeda motor dan gerobak pedagang hanyut, termasuk dua motor yang dilaporkan terseret arus di Kampung Panjalu. Banjir terjadi akibat hujan berintensitas tinggi yang menyebabkan air meluap dan menutup sebagian badan jalan.
Hujan Seharian Picu 27 Titik Bencana: Selanjutnya hujan deras sejak Minggu (14/12/2025) hingga Senin malam (15/12/2025) memicu 27 titik bencana di Kabupaten Sukabumi, meliputi banjir, longsor, banjir bandang, dan pergerakan tanah.
Menurut laporan Pusdalops BPBD Kabupaten Sukabumi yang dirilis Senin pukul 20.45 WIB, bencana tersebar di sembilan kecamatan, yakni: Warungkiara, Caringin, Cibadak, Ciemas, Cikembar, Jampangtengah, Bantargadung, Simpenan, dan Gegerbitung.
Satu Malam, Tiga Bencana di Kota Sukabumi: Cuaca ekstrem juga melanda Kota Sukabumi pada Senin malam hingga Selasa dini hari, 15–16 Desember 2025, memicu tiga kejadian bencana dalam satu malam:
Kejadian pertama di Jalan RA Kosasih, Gang Pangkalan RT 04/14 Kelurahan Cisarua, Kecamatan Cikole, Senin sekira pukul 22.10 WIB. Dinding belakang rumah yang difungsikan sebagai musala roboh dengan luas sekitar 10 meter dan tinggi 2,5 meter.
Peristiwa kedua di Jalan Bhayangkara, Gang Rawasalak, Kampung Kebon Kembang RT 04/10 Kelurahan Sriwidari, Kecamatan Gunungpuyuh. Sebagian bangunan rumah ambruk pukul 01.00 WIB, Selasa dini hari.
Sementara bencana ketiga terjadi di Jalan RA Kosasih, Gang Juli RT 05/13 Kelurahan Cisarua, Kecamatan Cikole. Sebagian atap rumah milik Duduh Abd Kodir (64 tahun) runtuh sekira pukul 22.30 WIB, Senin malam.
G. Ruang Publik dan Pariwisata: Antara Daya Tarik, Kirtik dan Ancaman Investasi
Kereta Wisata “Jaka Lalana”
Tahun 2025, Sukabumi ikut menjadi sorotan lewat rencana peluncuran Kereta Wisata “Jaka Lalana”, layanan premium yang dirancang melayani rute Jakarta–Bogor–Sukabumi–Cianjur. Nama Jaka Lalana diambil dari istilah Sunda yang berarti laki-laki pengembara, mencerminkan semangat perjalanan wisata berbasis budaya dan sejarah, sebagaimana dijelaskan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM).
KDM menegaskan Jaka Lalana diposisikan sebagai kereta wisata yang menghubungkan Jakarta dengan destinasi unggulan di Sukabumi dan Cianjur melalui jalur rel. Peluncuran awal dijadwalkan semula pada 14 Desember 2025.
Namun, hingga pertengahan Desember 2025, pengoperasian perdana Jaka Lalana belum menemui kepastian. Meski sempat beredar kabar akan diluncurkan pada 18 Desember 2025, PT KAI belum mengumumkan jadwal resmi terbaru.
Sebelumnya, pada Rabu (10/12/2025) pukul 13.55 WIB, dilakukan uji dinamis KA Jaka Lalana. Pengujian ini menjadi tahapan penting sebelum peluncuran resmi pada 14 Desember 2025, di mana kereta akan melayani perjalanan PP melewati 17 stasiun di Jakarta, Bogor, Sukabumi, dan Cianjur.
Rute lengkap Kereta Jaka Lalana adalah: Gambir – Manggarai – Cawang – Pasar Minggu – Depok – Citayam – Bogor – Bogor Paledang – Cicurug – Cibadak – Cisaat – Sukabumi – Gandasoli – Cireungas – Lampegan – Cibeber – Cianjur.
Konsep Heritage Class Jaka Lalana dinilai sangat sesuai dengan karakter Jalur Priangan yang kaya nilai sejarah, menjadikan perjalanan wisata semakin bernuansa klasik namun tetap modern dan nyaman.
Tambak Udang Minajaya: Bongkar Karang, Polemik Lingkungan di Pesisir Sukabumi
Polemik proyek tambak udang di Pantai Minajaya, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, menjadi salah satu isu lingkungan yang mencuat dan menyita perhatian publik sepanjang 2025. Proyek ini menuai penolakan warga setelah munculnya video viral aktivitas alat berat yang membongkar hamparan karang di pesisir pantai, kawasan yang selama ini menjadi ruang hidup nelayan sekaligus penyangga ekosistem laut.
Proyek tambak udang milik PT Berkah Semesta Maritim (BSM) tersebut berdiri di atas lahan berstatus Hak Guna Usaha (HGU) seluas kurang lebih 105 hektare. Warga dan pegiat lingkungan menilai proyek ini berpotensi membutuhkan pasokan air laut dalam volume besar, yang dikhawatirkan mengancam kelestarian terumbu karang serta mengganggu aktivitas nelayan tradisional di sekitar Pantai Minajaya.
Kekhawatiran itu menjadi nyata ketika pada Senin (21/10/2025), satu unit alat berat terlihat melakukan pembongkaran karang di tepi pantai. Meski aktivitas tersebut kemudian dihentikan, bongkahan karang yang rusak menjadi bukti kerusakan di kawasan pesisir yang dikenal memiliki nilai ekologis penyangga keseimbangan.
Menyusul hal itu, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Sukabumi memastikan bahwa proyek tersebut belum mengantongi seluruh izin yang diwajibkan pemerintah daerah. Kepala DPMPTSP Kabupaten Sukabumi, Dede Rukaya, menjelaskan bahwa perusahaan baru mengantongi sebagian perizinan dari pemerintah pusat.
"Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) memang sudah terbit dari ATR/BPN. Namun, untuk perizinan lainnya masih berproses. Belum ada permohonan persetujuan bangunan gedung (PBG) pada sistem SIMBG," kata Dede saat dikonfirmasi Sukabumiupdate.com, Selasa (21/10/2025).
Terkait aktivitas pipanisasi yang diduga merusak karang di Pantai Minajaya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sukabumi menyatakan bahwa penanganan isu tersebut kini berada di bawah kewenangan pemerintah pusat, yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
Kepala Bidang Penataan Hukum Lingkungan DLH Kabupaten Sukabumi, Arli Harlina, mengatakan pihaknya hanya mendampingi dalam proses verifikasi lapangan.
“Terkait PT BSM, isu pengambilan air laut dan dugaan pengrusakan karang sudah ditangani KKP dan KLH, DLH Kabupaten Sukabumi hanya mendampingi pada saat verlap (Verifikasi lapangan). Izin lingkungannya UKL-UPL itu berdasarkan hasil penapisan dan KBLI sesuai kegiatan,” ujar Kepala Bidang Penataan Hukum Lingkungan DLH Kabupaten Sukabumi, Arli Harlina.
Diketahui, aktivitas pipanisasi di Pantai Minajaya secara resmi dihentikan sementara oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Jumat, 24 Oktober 2025, karena masih terdapat perizinan yang belum dipenuhi. Verifikasi penghentian kegiatan dilakukan oleh Tim DLH Provinsi Jawa Barat bersama DLH Kabupaten Sukabumi, TNI AL Pos Ujunggenteng, Ketua Rukun Nelayan setempat, serta perwakilan PT BSM.
Pada akhirnya, itulah Wajah Sukabumi Paling Hits 2025 adalah potret utuh tentang sebuah daerah yang hidup di antara keindahan, keunikan dan ujian. Sukabumi tampil bukan hanya lewat panorama alam dan geliat pariwisatanya, tetapi juga melalui luka sosial, tragedi kemanusiaan, persoalan infrastruktur, serta daya tahan warganya menghadapi bencana dan ketidakpastian.
Semua peristiwa itu yang viral maupun yang sunyi membentuk identitas Sukabumi hari ini. Tahun 2025 menjadi pengingat bahwa di balik setiap kesulitan selalu ada kemudahan, dan di balik setiap persoalan tersimpan harapan.
penulisan artikel ini berdasarkan catatan dari redaksi Sukabumiupdate.com di tahun 2025.




