KOMISI Pemberantasan Korupsi mengungkap fakta mengejutkan terkait korupsi kuota haji. KPK menyebut uang hasil korupsi kuota haji dibagi-bagikan kepada pegawai dan pimpinan di Kementerian Agama atau Kemenag, Rp 42 juta hingga Rp 115 juta dari agen perjalanan haji dan umrah.
KPK mengungkapkan pegawai hingga pemimpin tertinggi di Kementerian Agama menerima aliran uang dari agen perjalanan haji secara bertahap. Penerimaan dana ini dalam pembagian kuota haji tambahan pada 2024.
"Jadi tidak directly dari travel agen itu ke pucuk pimpinan yang oknum di Kementerian Agama ini," ucap pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 9 September 2025 dilansir dari tempo.co.
Baca Juga: King Cobra 4 Meter Gemparkan Hajatan di Ciemas Sukabumi, Hampir Masuk Sekolah
Dia mengatakan setiap pegawai serta pimpinan tertinggi di Kemenag menerima uang sekitar US$ 2.600 hingga US$ 7 ribu dari agen perjalanan haji dan umrah atas pembagian kuota haji. Duit itu, kata Asep, diterima melalui kerabat atau staf ahli yang ada di Kementerian Agama. "Sehingga tadi ada yang sudah kemudian dipindahkan menjadi bentuk rumah, menjadi bentuk barang dan lain-lainnya, seperti itu," ucapnya.
Menurut Asep setiap pegawai serta pimpinan di Kementerian Agama pun mendapatkan bagiannya masing-masing dari biro perjalanan haji. Agen haji ini memberikan uang kepada para pegawai serta pemimpin tertinggi di Kemenag karena telah mendapat bagian kuota haji tambahan tersebut.
Sejauh ini KPK baru menyita dua unit tanah dan bangunan milik pegawai negeri Kementerian Agama. Penyitaan dilakukan lantaran ada dugaan objek itu dibeli menggunakan uang hasil korupsi kuota haji 2024.
Baca Juga: Wakil Wali Kota Sukabumi Soal Open Bidding 4 Jabatan Tinggi: Bukan Formalitas, OPD Tak Boleh Pincang
"Pada 8 September 2025, penyidik KPK menyita dua rumah yang berlokasi di Jakarta Selatan senilai Rp 6,5 miliar," kata juru bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan.
Budi masih merahasiakan identitas ASN tersebut. Namun dia memastikan ASN itu berasal dari Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama. "Dibeli pada 2024 secara tunai dan diduga berasal dari fee jual-beli Kuota Haji Indonesia," kata Budi.
KPK menyidik kasus dugaan penyelewengan kuota haji 2023-2024 sejak 7 Agustus 2025. Dalam kasus ini, KPK menggunakan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca Juga: Perempuan Sukabumi Jadi Korban TPPO di China, Disekap dan Jadi Pelampiasan Nafsu
KPK juga telah menyita sejumlah aset dan uang, antara lain uang US$ 1,6 juta, empat mobil, serta lima bidang tanah dan bangunan. Budi mengatakan penyitaan ini berasal dari penggeledahan yang dilakukan penyidik KPK di beberapa tempat, seperti di kantor Kementerian Agama, rumah pribadi beberapa pihak, dan juga biro perjalanan haji dan umrah.
Dalam kasus ini pun KPK memperkirakan kerugian yang dialami negara mencapai Rp 1 triliun. Perkiraan ini berdasarkan hitungan awal yang dilakukan oleh lembaga antirasuah.
Meski begitu, KPK tetap meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung total kerugian negara dari kasus dugaan korupsi kuota haji. Cara ini penting agar lembaga antirasuah bisa menemukan angka konkret ihwal kerugian negara itu.
Baca Juga: Gubernur Jabar Dedi Mulyadi: Kabupaten Sukabumi Harus Segera Dimekarkan
KPK juga telah mencegah sebanyak tiga orang untuk berpergian ke luar negeri yaitu mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, eks staf khusus Menteri Agama era Yaqut yaitu Ishfah Abidzal Aziz, serta pemilik agen perjalanan haji dan umrah Maktour group yakni Fuad Hasan Masyhur. Upaya pencekalan ini lantaran keterangan dari ketiganya sangat diperlukan oleh penyidik di KPK dalam pengusutan kasus ini.
Sumber: Tempo