Sukabumi Masih Zona Merah Korupsi di Survei SPI KPK 2025

Sukabumiupdate.com
Kamis 11 Des 2025, 20:34 WIB
Sukabumi Masih Zona Merah Korupsi di Survei SPI KPK 2025

Hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2025 | Foto : spi.kpk.go.id

SUKABUMIUPDATE.com - Pemerintah Kota dan Kabupaten Sukabumi mencatat capaian kurang membahagiakan di hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Tahun 2025 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pengumuman disampaikan pada puncak peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (HAKORDIA) 2025 di Yogyakarta, Selasa (9/12/25).

Dari data yang dirilis, Kota Sukabumi meraih skor 71,53 dengan kategori Rentan (Zona Merah). Perolehan tersebut menurun dibandingkan tahun 2024 yang berada pada skor 72,47 yang juga berada di kategori Rentan (Zona Merah).

Sementara Kabupaten Sukabumi meraih skor 71,53 dengan kategori Rentan (Zona Merah). Meski perolehannya meningkat dibandingkan tahun 2024 yang berada pada skor 71,20 di kategori Rentan (Zona Merah).

Diketahui, SPI Tahun 2025 melibatkan 657 instansi, yakni 107 Kementerian/Lembaga, 38 Pemerintah Provinsi, 508 pemerintah kabupaten/kota, serta empat 4 BUMN. Dari jumlah tersebut, capaian per kategori instansi, dapat diakses melalui laman Jaga.id atau Booklet Hasil SPI 2025.

SPI sendiri memiliki tiga kategori yaitu yang pertama adalah RENTAN dengan status ZONA MERAH (skor 0-72,9), kemudian WASPADA dengan status ZONA KUNING (skor 73-77,9) dan yang terakhir adalah TERJAGA dengan status ZONA HIJAU (skor 78-100).

Sebagai informasi, SPI merupakan instrumen KPK untuk mengukur risiko korupsi dan efektivitas upaya pencegahannya di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Survei ini bertujuan meningkatkan kesadaran atas potensi risiko korupsi sekaligus mendorong perbaikan tata kelola pemerintahan yang lebih akuntabel.

Mengutip laman resmi KPK, Wakil Ketua KPK, Agus Joko Pramono, saat membuka talkshow bertajuk “Kolaborasi Bangun Integritas: Dari Data ke Aksi Nyata,” menilai SPI bernilai publik besar sebab menggambarkan keseriusan lembaga negara dalam membangun tata kelola bersih, sekaligus menunjukkan pengelolaan risiko penyimpangan.

Baca Juga: Potensi Banjir Menengah-Rendah Sukabumi, Dasarian II Desember 2025

“Integritas lembaga harus dibuktikan melalui evaluasi berbasis data dan tindakan nyata. Hasil ini adalah potret, agar instansi memperkuat kepercayaan publik–mewujudkan tata kelola pemerintahan bersih,” tegasnya di Ruang Sultan Agung, Museum Benteng Vredeburg, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Selasa (9/12).

Kata Agus, data SPI mestinya tidak dipandang sebagai masalah semata, melainkan peluang memperbaiki sistem, budaya kerja, serta kualitas pelayanan. Melalui pemahaman data mendalam, lembaga pemerintah diharapkan mampu menyusun langkah pencegahan lebih presisi, terarah, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

Agus mengungkap sejumlah tantangan atas hasil capaian tersebut, mulai dari melemahnya sosialisasi antikorupsi di zona rentan, integritas pelaksanaan tugas belum diperbaiki, masih rawannya pengelolaan SDM, serta maraknya suap dan pungutan liar. Sejumlah temuan itu, disebut menjadi sinyal peringatan agar pemerintah segera mengevaluasi dan merumuskan perbaikan sesuai risiko di tiap satuan kerja.

Selain tantangan itu, risiko manipulasi pelaksanaan SPI harus segera diatasi karena persoalan integritas berkaitan dengan lembaga yang dinilai dan kredibilitas. Ia turut menyoroti, praktik pengkondisian responden sebagai upaya ‘mempercantik angka’, justru merugikan publik karena mengaburkan realitas pelayanan.

Capaian yang terlihat baik di permukaan, tidak dapat menggantikan realitas lapangan. Dalam jangka panjang, akuntabilitas pemimpin akan dinilai dari sikap dan tindakan selama menjabat, bukan dari laporan yang rapi. Jika terindikasi manipulasi, KPK akan mengoreksi lebih ketat, guna memastikan kesungguhan perbaikan dan menjaga kepentingan publik.

Menurut Agus, pemetaan kerentanan dari SPI membantu publik memahami pemberantasan korupsi bukan sekadar penindakan, namun membangun sistem penutup celah korupsi sejak awal. Dengan demikian, hasil SPI tidak sekadar laporan tahunan, melainkan feedback loop yang mendorong instansi memperbaiki pelayanan, meningkatkan akuntabilitas, dan memperkuat budaya integritas berkelanjutan.

Sementara, Plt Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Aminudin, mengungkapkan hasil SPI tidak boleh berhenti pada hasil, tapi kualitas tindak lanjut setiap instansi. Sejatinya, SPI bagai ‘cermin’ kondisi integritas saat ini, mulai dari kebocoran sistem, budaya kerja permisif, hingga ruang suap, gratifikasi, dan konflik kepentingan.

Aminudin menilai, kondisi itu dapat diubah lewat aksi nyata usai mengetahui kelemahan, sehingga mampu menentukan langkah perbaikan. Hampir seluruh Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), telah menyusun Rencana Tindak Lanjut (RTL) berdasarkan evaluasi SPI 2024–2025, yang menjadi dasar guna menutup celah korupsi di birokrasi.

Baca Juga: SEA Games 2025: Timnas Indonesia U-23 Targetkan Poin Penuh saat Hadapi Myanmar

“RTL harus membenahi sistem, bukan berhenti pada sosialisasi aturan yang sudah dipahami. Kalau SPI menunjukkan risiko tinggi sektor PBJ, perbaikan harus pada e-Procurement, keterbukaan paket, hingga sistem peringatan dini,” ungkap Amin.

Pada sektor perizinan, perlu tindakan nyata menutup ruang negosiasi informal dengan digitalisasi layanan, kejelasan tarif dan Service Level Agreement (SLA), serta penguatan kanal pengaduan. Perubahan KPK, dinilai tidak fokus pada penambahan dokumen, namun perbaikan perilaku dan proses, termasuk pengetatan kontrol kunci, pembatasan diskresi, rotasi jabatan, serta perlindungan pelapor.

Sumber : Portal resmi KPK

Berita Terkait
Berita Terkini