Perempuan Sukabumi Jadi Korban TPPO di China, Disekap dan Jadi Pelampiasan Nafsu

Sukabumiupdate.com
Rabu 10 Sep 2025, 18:06 WIB
Perempuan Sukabumi Jadi Korban TPPO di China, Disekap dan Jadi Pelampiasan Nafsu

Ilustrasi. Nasib malang menimpa RR, perempuan muda berusia 23 tahun asal Cisaat Sukabumi. Ia kini disekap di China dan dijadikan pelampiasan nafsu sindikat TPPO. | Foto: Istimewa

SUKABUMIUPDATE.com – RR (23 tahun), perempuan asal Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi dilaporkan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Ia diduga menjadi korban sindikat perdagangan manusia lintas negara atau internasional.

Informasi yang dihimpun, RR saat ini disekap di China. Ia bahkan mengaku dijadikan pelampiasan nafsu oleh orang yang menahannya. Lebih parah lagi, keluarganya dimintai uang tebusan sebesar Rp200 juta agar bisa memulangkannya ke Indonesia.

Sepupu ipar korban, SG (40 tahun), menceritakan kisah memilukan itu saat mendatangi Mapolres Sukabumi Kota. Sambil menunjukkan foto RR di layar ponsel, ia berharap pihak berwenang segera mengambil langkah penyelamatan.

Menurut SG, korban sebelumnya bekerja di salah satu pabrik sepatu di Sukabumi. RR sejak lama memiliki keinginan bekerja ke luar negeri, bahkan sempat berencana menempuh sekolah bahasa agar bisa berangkat secara legal ke Jepang.

“Kita sebenarnya nggak pernah tau-menau tentang kasus seperti ini. Karena sebelumnya korban memang lagi bekerja di GSI. Nah, memang ada niat juga dari dulu ya bahwa korban itu pengen bekerja di Jepang tapi dengan bersekolah dulu. Pendidikan bahasa dulu tapi nggak tahu kenapa tiba-tiba istilahnya tergiur oleh iming-iming,” ungkap SG kepada awak media, Selasa (9/9/2025).

Baca Juga: Pelajar Sukabumi Jadi Korban Perdagangan Orang Modus Nikah, WNA Arab Saudi Dilaporkan

Iming-iming itu datang dari seseorang yang dikenal RR lewat Facebook. Korban dijanjikan gaji besar, Rp15–30 juta per bulan, bila mau bekerja di luar negeri. Ajakan itu membuat RR mengikuti arahan pelaku, termasuk pembuatan paspor di Bogor.

“Nah, si pelaku tersebut tuh menggiring. ‘Kita buat paspornya di Bogor yuk’. Jadi nggak di sini (Sukabumi) di Bogor, ya dia. Pokoknya dia buat janji sepakat mungkin hari Minggu, hari libur. Di bawalah di Bogor,” lanjut SG.

Namun bukannya diberangkatkan secara resmi, RR justru dijebak. Ia tidak diizinkan kembali ke rumah dan bahkan dipaksa menikah. Pernikahan itu dibuat seolah sah karena dihadiri orang yang mengaku wali dan saksi.

Setelah menuruti paksaan, korban dibawa ke Jakarta, lalu bertemu agen, hingga akhirnya diterbangkan ke China. Di Bandara Siamen, Kota Kuanjau, ia dijemput pria bernama To Chao Cai dan langsung dibawa ke rumahnya.

Selama hampir dua bulan, keluarga sama sekali tidak tahu keberadaan RR. Mereka baru sadar setelah ibunya menerima pesan lewat aplikasi WeChat. Dalam chat itu, korban mengaku sedang berada di China dan disekap, bahkan mengirimkan lokasi yang mengonfirmasi posisinya.

“Ada chat masuk, itu ke ibunya ya. ‘Bu, Neng lagi di Cina. Tolong, disekap’. Awalnya keluarga tidak percaya. Tapi setelah share location, ternyata memang di Cina. Dari situlah kami yakin kalau dia jadi korban perdagangan orang,” jelas SG.

Kepada keluarga, RR awalnya mengaku bekerja sebagai asisten rumah tangga. Namun setelah didesak, ia menangis dan mengaku sebenarnya dipaksa melayani nafsu orang yang menahannya.

“Dia akhirnya jujur, sambil menangis bilang kalau selama ini dijadikan pelampiasan nafsu. Itu yang bikin kami sangat khawatir dengan keselamatannya,” ujar SG dengan nada bergetar.

Lebih menyedihkan, korban tidak pernah menerima gaji. Ia hanya diberi makan secukupnya. Saat menyatakan ingin pulang, justru muncul permintaan uang tebusan Rp200 juta.

“Kata orang di sana, kamu sudah saya beli. Kalau mau pulang, bayar dulu Rp200 juta. Itu yang bikin kami semakin panik,” ucapnya.

Baca Juga: Maling HP di Bojonggenteng Sukabumi Ditangkap Warga, Modus Ambil Colokan SIM Card

Pihak keluarga kini meminta aparat kepolisian dan pemerintah segera turun tangan. Mereka khawatir kondisi korban kian memburuk bila tidak cepat diselamatkan.

“Sudah hampir tiga bulan dia berada di Cina tanpa kepastian. Kami mohon aparat bisa bergerak cepat. Ini bukan hanya soal pekerjaan ilegal, tapi menyangkut nyawa dan keselamatan anak kami, keluarga kami, yang jelas-jelas jadi korban sindikat perdagangan orang,” imbuh SG.

Kuasa hukum korban dari LBH Pro Ummat, Rangga Suria Danuningrat, membenarkan laporan kasus tersebut. Ia menegaskan, kasus dugaan TPPO ini adalah kejahatan transnasional yang harus ditindak tegas.

“Iya sekarang langsung di BAP. Kami melihat bahwa kasus ini bukan hanya menimpa satu individu, tetapi menyangkut kejahatan transnasional yang terorganisir. Kami berkewajiban memastikan hak-hak korban terlindungi, sekaligus mendorong aparat penegak hukum menindak tegas jaringan perekrut, perantara, hingga pembeli korban di luar negeri,” tegas Rangga.

Berita Terkait
Berita Terkini