SUKABUMIUPDATE.com - Kematian Raya (3 tahun) balita asal Desa Cianaga Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi menjadi sorotan publik. Tak hanya soal medis, nasib tragis yang dialami bocah malang ini juga sebagai buntut dari masalah kronis pemerintah dari pusat hingga ke desa, bahkan RT dan RW yang dinilai lalai dan gagal menjamin kesehatan rakyat, terutama dari kalangan miskin.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai kasus meninggalnya Raya karena cacingan merupakan potret nyata kelalaian negara dalam melindungi warga. KPAI prihatin pemerintah desa setempat tak bisa membedakan mana situasi darurat dan rentan yang butuh pertolongan cepat.
Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, mengatakan peristiwa itu menunjukkan betapa akses layanan dasar anak masih terganjal oleh hal administratif seperti tidak adanya nomor induk kependudukan (NIK).
Baca Juga: Daftar 27 Pemain Timnas Indonesia untuk FIFA Matchday, Dua dari Persib Bandung!
“Begitu Raya tidak punya nomor kependudukan, gugurlah semua kewajiban negara. Maka Raya meninggal,” ujar Jasra dalam keterangan tertulis yang dilansir dari Tempo, Kamis, 21 Agustus 2025.
Diketahui Raya dirawat sejak 13 Juli hingga 22 Juli 2025 dan akhirnya meninggal dunia pada 22 Juli 2025, karena penyakit cacingan kronis. Proses perawatan Raya ini mengundang sorotan, karena relawan yang saat itu membawanya ke rumah sakit sulit mengakses fasilitas jaminan kesehatan dari negara.
Padahal, kata Jasra, semestinya berbagai program negara di bidang kesehatan dan perlindungan sosial dapat diakses tanpa hambatan. KPAI menyoroti keluarga Raya hidup dalam kondisi yang sangat rentan. Sang ibu disebut mengalami gangguan jiwa, ayahnya sakit TBC dan juga ODGJ, sementara pengasuhan sehari-hari lebih banyak dilakukan oleh nenek.
Baca Juga: 4 Kadis Digeser, Pesan Wali Kota Sukabumi untuk Para Pejabat Baru
“Sayangnya, tidak ada satupun sistem layanan yang mampu menyentuh keluarga ini. Kita semua baru tahu ketika masalahnya sudah menjadi puncak: Raya meninggal,” kata Jasra.
Menurut dia, kematian Raya bukan hanya akibat sakit, tapi juga cermin dari pengabaian dan penelantaran anak yang berlangsung lama. Seharusnya pencatatan kelahiran dilakukan secara aktif oleh negara, bukan dibebankan kepada keluarga yang justru tidak mampu mengurus administrasi.
“Anak tidak bisa melindungi dirinya sendiri. Penderitaan keluarga Raya berlapis-lapis, tapi sistem layanan negara justru terhenti karena alasan administratif,” ujarnya.
Baca Juga: Cerita Heroik Guru Honorer Sukabumi Panjat Tiang Bendera 12 Meter demi Berkibarnya Merah Putih
KPAI mendesak pemerintah pusat maupun daerah segera menutup celah kebijakan agar anak-anak dalam pengasuhan keluarga dengan orang tua ODGJ atau sakit berat tidak kembali terabaikan.
Jasra juga menekankan pentingnya segera mengesahkan rancangan Undang-Undang Pengasuhan Anak yang sudah 15 tahun mangkrak di DPR. “RUU ini harus menjadi prioritas. Tidak ada kebijakan yang mampu menyentuh anak-anak yang hidup dalam pengasuhan keluarga ODGJ. Tanpa itu, pengabaian dan penelantaran akan terus berulang,” kata dia.
Bagi Jasra, meninggalnya Raya harus menjadi ‘lonceng kematian’ yang mengingatkan semua pihak, mulai dari RT/RW, posyandu, desa, hingga pemerintah daerah dan pusat, agar lebih sigap mendeteksi keluarga rentan. “Kepedulian kita telat. Negara lamban hadir. Karena itu, jangan sampai ada anak-anak lain yang bernasib sama seperti Raya,” ujarnya.
Sumber: Tempo