SUKABUMIUPDATE.com - Bahasa Sunda dikenal kaya akan ungkapan tradisional yang tidak hanya indah secara bahasa, tetapi juga sarat makna filosofis. Salah satu bentuk ekspresi khas masyarakat Sunda adalah babasan ungkapan tetap yang digunakan untuk menggambarkan sifat, watak, atau keadaan seseorang. Seperti halnya peribahasa dalam bahasa Indonesia, babasan sering menjadi sarana untuk menyampaikan nasihat, kritik, atau pesan moral secara halus.
Dikutip dari Scribd Babasan berasal dari kata dasar basa (bahasa), yang menunjukkan bahwa ia merupakan bentuk bahasa kiasan yang dipakai untuk memperindah atau memperhalus ujaran. Babasan banyak digunakan dalam percakapan sehari-hari, dalam kesenian seperti wayang golek atau sandiwara Sunda, hingga dalam pendidikan karakter anak-anak di rumah. Melalui babasan, masyarakat Sunda mengajarkan nilai-nilai moral, sopan santun, dan kepribadian luhur tanpa harus menegur secara langsung.
Baca Juga: Ngabodor itu Ngawadul? Ngabobodo Batur! Seni Memilih Kata Bohong dalam Budaya Sunda
Babasan Sunda tentang Karakter Positif
Orang Sunda dikenal menjunjung tinggi sikap lemah lembut, hormat, dan tepa salira (tenggang rasa). Hal itu tercermin dalam banyak babasan yang menggambarkan sifat manusia yang baik,diantaranya:
- Beungeut nu lembut – digunakan untuk menggambarkan seseorang yang ramah dan sopan dalam bertutur kata maupun sikap.
- Leuleus jeujeur, liat tali – melambangkan pribadi yang lembut dalam ucapan namun teguh dalam pendirian.
- Gede hate – berarti berjiwa besar, pemaaf, dan tidak mudah dendam.
- Lembut budi, hade lampah – menggambarkan seseorang yang berakhlak baik dan berperilaku santun.
- Ngindung ka waktu, ngabapa ka jaman – menggambarkan orang yang bijak dan mampu menyesuaikan diri dengan zaman tanpa kehilangan nilai tradisi.
- Mipit teu ninggang paré, ngala teu ninggang lauk – melambangkan kejujuran dan keadilan dalam bekerja.
- Jembar haténa – berarti berhati lapang dan mudah memaafkan.
- Hampang birit – menggambarkan orang yang cekatan dan ringan tangan membantu sesama.
Babasan-babasan ini memperlihatkan bagaimana masyarakat Sunda menilai kebaikan bukan dari harta atau kedudukan, melainkan dari tutur kata, tindakan, dan ketulusan hati.
Baca Juga: Mengenal Kecap Rajékan Seni Kata Ulang dalam Bahasa Sunda
Babasan Sunda tentang Karakter Negatif
Selain untuk memuji, babasan juga sering digunakan sebagai sindiran atau kritik terhadap perilaku buruk manusia, seperti :
- Leungeun hideung – menggambarkan orang yang suka mencuri atau berbuat curang.
- Biwir beureum, hate hideung – berarti bermuka manis tapi berhati jahat.
- Beungeut dua – menggambarkan orang bermuka dua, tidak jujur pada diri sendiri maupun orang lain.
- Loba omong saeutik lampah – banyak bicara tapi sedikit berbuat.
- Gede huluna – orang yang sombong dan merasa paling benar.
- Luhur ku jangkung – seseorang yang hanya tampak hebat dari luar, padahal tidak berkemampuan.
- Mulut amis tapi haté pait – suka menyanjung tapi menyimpan iri hati.
- Lemah cai taya kahirupan – tidak memiliki semangat hidup atau tujuan.
Sindiran halus ini menjadi bentuk kontrol sosial agar masyarakat tidak menyimpang dari norma dan etika. Dalam budaya Sunda, menegur seseorang dengan babasan dianggap lebih sopan dan elegan daripada menegur secara langsung.
Baca Juga: Lucu dan Unik: 30 Nama Anak Hewan dalam Bahasa Sunda yang Jarang Diketahui
Meski lahir dari tradisi lama, babasan Sunda masih relevan di era modern. Ia bukan sekadar permainan kata, melainkan cermin kebijaksanaan hidup masyarakat Sunda yang menekankan keseimbangan antara hati, pikiran, dan perbuatan. Melestarikan babasan berarti menjaga warisan budaya dan nilai moral agar terus hidup di tengah generasi muda yang kian terhubung dengan dunia digital.
Dengan memahami makna di balik babasan, kita belajar untuk menjadi manusia yang lebih halus dalam budi, bijak dalam tutur, dan jujur dalam tindakan sebuah refleksi dari filosofi Sunda yang terkenal: silih asah, silih asih, silih asuh.
Baca Juga: Doel Sumbang Ancam Orang Sunda Awas Jadi Si Kabayan! Ngalamun, Heuay?
Sumber: Berbagai Sumber