Sindiran Sunda: Nyalindung ka Gelung! Saat Pria Berlindung di Bawah Konde

Sukabumiupdate.com
Senin 29 Sep 2025, 18:52 WIB
Sindiran Sunda: Nyalindung ka Gelung! Saat Pria Berlindung di Bawah Konde

Ungkapan Sunda "Nyalindung ka Gelung" (Berlindung kepada Konde) adalah salah satu satire sosial paling tajam dalam budaya Sunda (Ilustrasi: ChatGPT)

SUKABUMIUPDATE.com - Bayangkan skenario ini! Ada seorang pria dewasa yang menikmati kemewahan, mobil bagus, dan kehidupan nyaman, tetapi semua itu dibiayai oleh warisan besar atau gaji tinggi istrinya.Di tengah masyarakat Sunda, orang tidak akan memuji kemakmurannya, melainkan akan berbisik sinis, "Ah, manéhna mah hirupna téh ngan Nyalindung ka Gelung wé atuh!" Ya, ungkapan "Nyalindung ka Gelung" adalah salah satu peribahasa Sunda yang paling menarik, menggunakan metafora feminin untuk menyampaikan kritik sosial yang brutal kepada kaum pria.

Secara harfiah berarti "berlindung kepada konde”. Namun, ungkapan ini menjadi sebuah satire yang diperuntukan bagi lelaki yang kurang daya usaha, atau laki-laki yang melalaikan kewajibannya sebagai pencari nafkah utama, pelindung, pemimpin dalam keluarga dan memilih hidup di bawah naungan harta atau hasil kerja pasangannya.

Untuk memahami kekuatan sindiran ini, kita harus membedah dua kata kuncinya dalam konteks Basa Sunda dan budaya. Konteks pertama, Nyalindung, sebagai sebuah tindakan ketergantungan yang Indah. Kata Nyalindung berasal dari kata dasar Lindung (tempat berlindung/teduh). Imbuhan Ny- menjadikannya kata kerja, berarti bernaung atau berlindung atau mencari rasa nyaman. Maknanya pun bisa di bagi dua, menjadi:

Makna Toponimi: Kata ini bahkan menjadi nama daerah seperti Nyalindung di Sukabumi dan Tasikmalaya, merujuk pada tempat yang aman, sejuk, dan nyaman untuk beristirahat.

Makna Kiasan: Dalam peribahasa, makna ini bergeser menjadi ketergantungan status atau finansial. Ini menyiratkan bahwa individu tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan mencari perlindungan pada sumber daya orang lain.

Baca Juga: 2 Ekor Anjing Hutan Ditangkap, Misteri Matinya Puluhan Domba di Cikidang Sukabumi

Baca Juga: Waspadai Bahaya Telat Makan: Penyebab, Dampak, dan Cara Mengatasinya

Kedua, Gelung, kata ini tansformasi Objek menjadi simbol kekuatan. Kata Gelung berarti konde atau sanggul rambut perempuan tradisional. Inilah inti dari satire tersebut. Secara harfiah, laki-laki tidak bisa berlindung di bawah sanggul rambut. Gelung diangkat menjadi simbol universal bagi Perempuan dewasa (istri) beserta segala asetnya seperti kekayaan, warisan, atau pendapatan yang signifikan. Konde yang kokoh mewakili fondasi kuat.

Kritik Sosial Gagal Mandiri

"Nyalindung ka Gelung" adalah kritik tajam terhadap kurangnya Daya Usaha pada pihak pria. Secara budaya Sunda, laki-laki diwajibkan menjadi tiang rumah tangga dan pelindung juga pemimpin. Pria yang nyalindung ka gelung dianggap melanggar norma ini.

Konsep "Nyalindung" (berlindung atau bernaung) dalam Basa Sunda memiliki perluasan makna yang melampaui satire terhadap ketergantungan pada istri. Secara umum, kata ini menjadi sindiran keras terhadap ketidakdewasaan (can gumelar) pada laki-laki dewasa. Pria yang sudah menikah dan seharusnya mandiri, namun masih berlindung pada ibunya atau keluarga asalnya, masuk dalam kategori sindiran ini. Mereka dianggap gagal menjadi pemimpin rumah tangga karena bergantung pada ibu untuk menyelesaikan masalah, mendapatkan sokongan finansial, atau menghindari tanggung jawab pribadi. Ketergantungan ini merusak martabat, sebab pria tersebut tidak mampu berdiri di kakinya sendiri.

Baca Juga: Wanda Hamidah Ungkap Teror dan Intimidasi Saat Misi Kemanusiaan ke Gaza

Satire ini berakar kuat pada nilai-nilai sosial tradisional Sunda, yang mengharapkan pria menjadi pelindung dan pencari nafkah utama. Baik berlindung di bawah harta istri ("Gelung") maupun berlindung di bawah naungan ibu, keduanya adalah bentuk kegagalan dalam menunjukkan Daya Usaha dan kemandirian. Masyarakat menggunakan kiasan ini sebagai pengingat bahwa peran pria adalah menjadi tiang, bukan pilar yang menempel pada tembok orang lain.

Pada akhirnya, melalui metafora yang indah namun pedas ini, peribahasa "Nyalindung ka Gelung" dan konsep "nyalindung" secara umum berhasil menjaga norma sosial. Faham Sunda secara tegas menyatakan bahwa kepemimpinan dan kemandirian adalah inti dari harga diri seorang pria Sunda. Kematangan sejati seorang laki-laki diukur bukan dari pernikahannya, tetapi dari kemampuannya untuk mandiri dan menjadi tempat bernaung bagi keluarganya sendiri, memberikan perlindungan terhadap wanita.

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini