Aturan Uang Pensiun Seumur Hidup untuk Anggota DPR Digugat ke MK

Sukabumiupdate.com
Kamis 02 Okt 2025, 21:33 WIB
Aturan Uang Pensiun Seumur Hidup untuk Anggota DPR Digugat ke MK

Suasana Sidang di Mahkamah Konstitusi (MK). (Sumber : Dok. MK)

SUKABUMIUPDATE.com – Aturan mengenai uang pensiun seumur hidup bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menuai kritik tajam. Dua warga negara, Lita Linggayani Gading dan Syamsul Jahidin, resmi mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK), menuntut penghapusan skema pensiun yang dinilai tidak adil.

Melansir laman resmi MK, gugatan ini terdaftar dengan nomor perkara 176/PUU-XXIII/2025 dan secara langsung menyasar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara.

Pemohon secara spesifik mempersoalkan Pasal 1 huruf a dan f, serta Pasal 12 UU 12/1980, yang menurut mereka membuka celah bagi anggota DPR untuk mendapatkan pensiun seumur hidup meski hanya menjabat satu periode atau lima tahun.

Selain itu, pemberian status DPR sebagai Lembaga Tinggi Negara tidak boleh dijadikan dalih untuk memberikan hak istimewa yang bertentangan dengan prinsip keadilan sosial sebagaimana diatur dalam UUD 1945.

Baca Juga: Ketua DPRD Sukabumi Apresiasi Presiden Prabowo atas Pembangunan Jembatan Garuda

Aturan mengenai besaran pensiun DPR diatur dalam Pasal 13 UU 12/1980, yang menetapkan formula: "Besarnya pensiun pokok sebulan adalah 1% dari dasar pensiun untuk tiap satu bulan masa jabatan, dengan ketentuan minimal 6% dan maksimal 75% dari dasar pensiun."

Namun dalam praktiknya, mengacu pada Surat Menteri Keuangan Nomor S-520/MK.02/2016 dan Surat Edaran Setjen DPR RI Nomor KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, besaran pensiun ditaksir mencapai sekitar 60% dari gaji pokok, dengan rincian sebagai berikut:

1. Anggota Merangkap Ketua: Gaji pokok Rp5,04 juta, pensiun Rp3,02 juta per bulan.

2. Anggota Merangkap Wakil Ketua: Pensiun Rp2,77 juta per bulan.

3. Anggota Biasa: Gaji pokok Rp4,20 juta, pensiun Rp2,52 juta per bulan.

Selain pensiun bulanan, anggota DPR juga berhak menerima Tunjangan Hari Tua (THT) sebesar Rp15 juta yang dibayarkan satu kali setelah masa jabatan berakhir. Jika anggota DPR meninggal dunia, pensiun ini akan diteruskan kepada pasangan yang masih hidup, meskipun jumlahnya lebih kecil.

Beban APBN Mencapai Ratusan Miliar

Menurut data yang disertakan dalam permohonan, sejak skema ini diberlakukan pada tahun 1980, tercatat sekitar 5.175 penerima pensiun DPR, dengan total beban terhadap APBN mencapai Rp226 miliar.

"Rakyat bekerja 10 hingga 35 tahun untuk bisa menikmati masa pensiun, sedangkan anggota dewan hanya lima tahun dan langsung menerima pensiun seumur hidup. Ini sungguh tidak adil bagi kami, para wajib pajak," tegas Lita.

Baca Juga: Bupati Sukabumi Tegaskan Prioritas APBD 2026 Meliputi Pendidikan, Kesehatan Dan Infrastruktur

Tuntutan Uji Materiil UU 12/1980

Dalam gugatannya, kedua pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk menguji konstitusionalitas Pasal 1 huruf a dan f serta Pasal 12 UU Nomor 12 Tahun 1980. Mereka menilai, ketentuan tersebut telah menciptakan ketimpangan sosial dan finansial antara anggota DPR dan masyarakat biasa.

Dengan gugatan ini, Lita dan Syamsul berharap Mahkamah dapat menciptakan preseden penting untuk meninjau ulang berbagai bentuk privilese keuangan pejabat publik yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan sosial.

Sumber : MK RI

Berita Terkait
Berita Terkini