SUKABUMIUPDATE.com - Di tengah hamparan hijau di Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, sejumlah anak muda terlihat menunduk, tangan mereka sibuk memetik polong-polong edamame yang menggantung di batang. Suara tawa bersahut-sahutan, bercampur aroma tanah basah yang baru tersiram embun pagi. Pemandangan di Kebun Undrus Binangun itu bukan sekadar panen biasa, namun juga simbol kebangkitan generasi muda di dunia pertanian.
Kegiatan panen edamame itu digagas oleh Kelompok Tani Langit Firdaus, komunitas petani muda yang dinahkodai Indra Risandi. Ia mengundang para Gen Z untuk terlibat langsung dalam proses budidaya, mulai dari penanaman hingga panen. “Kami ingin generasi muda tahu seperti apa proses dari hulu, dan sadar bahwa profesi petani itu penting dan menjanjikan,” ujar Indra kepada sukabumiupdate.com, Minggu (12/10/2025).
Di lahan seluas tiga hektar di dataran tinggi dengan ketinggian hampir 1.100 meter di atas permukaan laut (MDPL), Indra dan kelompoknya menanam edamame secara organik, tanpa pestisida atau bahan kimia. Semua dilakukan mandiri, mulai dari pupuk kompos, pupuk organik cair, hingga pengusir hama alami. “Kami ingin hasil yang sehat, bukan cuma buat konsumen tapi juga buat tanahnya,” kata Indra, serius.
Baca Juga: Air Panas Alami Geyser Cisolok Sukabumi, Hidroterapi untuk Saraf Kejepit hingga Stroke
Suasana panen menjadi ajang belajar yang tak kaku. Anak-anak muda yang ikut tampak antusias. Mereka memetik sambil mendengar cerita bagaimana edamame bisa tumbuh subur di lahan tinggi Sukabumi, meski pada awalnya tanaman ini lebih dikenal di dataran rendah seperti Jember. “Ternyata di sini butuh waktu 90 hari sampai panen, tapi hasilnya lebih besar dan rasanya lebih manis,” tambah Indra.
Panen kali ini menghasilkan ratusan kilogram edamame segar, yang sebagian besar sudah dipesan melalui sistem pre-order dan reseller. Berkat sistem tanam cluster, Langit Firdaus bisa panen setiap dua minggu sekali dengan hasil berkisar antara 200 hingga 700 kilogram per panen. Dengan harga Rp30 ribu per kilogram, produk edamame mereka kini tak hanya beredar di Sukabumi, tapi juga mulai menjangkau Bogor dan kota lain di Jawa Barat.
Namun, bagi Indra, keberhasilan sesungguhnya bukan sekadar angka penjualan. Ia lebih bangga melihat semangat baru yang tumbuh di kalangan muda. “Banyak yang awalnya mikir pertanian itu kotor dan capek. Tapi setelah ikut panen dan lihat hasilnya bisa dijual sendiri dengan kemasan menarik, mereka mulai sadar potensi ekonominya besar,” ujarnya tersenyum.
Baca Juga: Menenun Harapan di Anyaman Bambu, Kisah Guru Ngaji Saepul Anwar dari Cibitung Sukabumi
Program panen bareng ini kini menjadi gerakan rutin. Gen Z diajak tak hanya menanam, tapi juga memahami pemasaran digital dan branding produk. Media sosial dijadikan alat utama untuk memperluas pasar. “Anak muda itu sebenarnya punya semua alatnya, tinggal diarahkan. Kalau pertanian dikemas dengan cara modern, itu bisa jadi masa depan,” tuturnya penuh semangat.
Dari tanah yang lama ditinggalkan generasi muda, kini tumbuh semangat baru. Tangan-tangan muda itu bukan hanya memetik hasil panen, tapi juga menanam harapan bahwa profesi petani masih bisa jadi cita-cita mulia di era digital.