Indra Risandi, Petani Gen Z yang Bikin Edamame Naik Kelas di Sukabumi

Sukabumiupdate.com
Minggu 12 Okt 2025, 13:40 WIB
Indra Risandi, Petani Gen Z yang Bikin Edamame Naik Kelas di Sukabumi

Indra Risandi dan suasana panen Edamame di Kebun Undrus Binangun, Kadudampit, Kabupaten Sukabumi (Sumber : SU/Turangga Anom).

SUKABUMIUPDATE.com - Di tengah tren gaya hidup sehat dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap makanan bergizi, seorang anak muda di Sukabumi justru menemukan peluang emas di balik tanaman berbiji hijau kecil bernama edamame.

Ia adalah Indra Risandi, anggota Kelompok Tani Langit Firdaus, yang sejak 2021 menekuni budidaya edamame di lahan seluas tiga hektar di dataran tinggi di Kebun Undrus Binangun, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi.

“Pertama saya melihat bahwa edamame itu salah satu komoditas yang banyak diminati, apalagi sekarang orang-orang sudah melek kesehatan. Edamame ini bisa dijadikan cemilan untuk diet, jadi peluang pasarnya sangat besar,” ujar Indra kepada Sukabumiupdate.com, Minggu (12/10/2025).

Baca Juga: Kecelakaan di Jalan Lingkar Selatan Sukabumi, Satu Pengendara Motor Tewas di Tempat

Menanam edamame di ketinggian hampir 1.100 meter di atas permukaan laut memang bukan hal biasa. Jika di Jember edamame tumbuh optimal di ketinggian 600–700 meter dan bisa dipanen dalam dua setengah bulan, Indra justru harus menunggu hingga 90 hari. Namun hasilnya tak mengecewakan biji edamame lebih besar dan rasanya lebih manis. “Mungkin karena kualitas tanah di dataran tinggi lebih baik,” katanya sambil tersenyum.

Meski cuaca tak menentu sering jadi tantangan, semangat Indra tak pernah surut. Dari sistem tanam cluster, ia dan kelompoknya mampu panen bergantian setiap dua minggu sekali, menghasilkan 200 hingga 700 kilogram edamame setiap kali panen. Dengan harga jual Rp30 ribu per kilogram, omzet kotor mereka kini mencapai Rp15 juta per bulan.

Namun bagi Indra, nilai terbesar bukan pada angka penjualan, melainkan perubahan cara pandang anak muda terhadap dunia pertanian. Ia rutin mengadakan kegiatan panen bareng Gen Z, agar mereka memahami proses “dari hulu hingga hilir” dan melihat bahwa profesi petani pun bisa keren dan modern.

Baca Juga: Pendakian Gunung Gede Pangrango Ditutup Mulai 13 Oktober 2025, Bersihkan Sampah!

“Respons teman-teman sangat bagus. Banyak yang awalnya menganggap pertanian itu kotor dan capek, tapi setelah tahu prosesnya dan bisa mengemas hasilnya sendiri, mereka sadar potensi ekonominya besar,” ungkap Indra.

Dari lahan organik tanpa pestisida kimia, ia membuktikan bahwa pertanian bisa menjadi gaya hidup berkelanjutan. Bibit edamame mereka pun kini dikembangkan mandiri dan telah melahirkan 10 mitra petani baru.

Ditanya soal dukungan dari pemerintah, Indra hanya tertawa kecil. “Belum ada, tapi kami juga enggak mau bergantung. Selagi masih bisa berdiri sendiri, kenapa tidak?” katanya menutup percakapan.

 

Berita Terkait
Berita Terkini