SUKABUMIUPDATE.com – Seiring pesatnya perkembangan teknologi informasi dalam beberapa tahun terakhir, kemajuan teknologi yang begitu canggih tak bisa lagi dipungkiri. Kini, kita dapat melihat gambar, suara, atau video yang tampak sangat nyata, padahal sebenarnya hanyalah hasil rekayasa digital oleh kecerdasan buatan (AI).
Teknologi ini dikenal dengan istilah deepfake. Secara umum, deepfake adalah teknik yang memanfaatkan AI untuk menciptakan audio, foto, atau video palsu yang terlihat sangat meyakinkan.
Teknologi ini mampu menampilkan seseorang seolah-olah melakukan atau mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah ia lakukan atau katakan. Kemampuan luar biasa dalam meniru realitas ini memang mengagumkan, namun di sisi lain juga sangat mengkhawatirkan, terutama jika digunakan tanpa etika.
Penggunaan deepfake dapat berdampak positif bila digunakan dengan etika yang baik dan benar namun jika deepfake ini disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, akan banyak merugikan orang lain.
Penyalahgunaan deepfake ini dapat memicu kekacauan politik, pencemaran reputasi, dan pelecehan seksual. Oleh sebab itu penggunaan deepfake perlu dibarengi dengan regulasi penggunaan deepfake yang baik untuk melindungi konsumen dalam jangkauan yang luas.
Baca Juga: Akui Pekerjaan Digantikan Teknologi AI, DBS Group Bakal PHK 4.000 Karyawan
Apa itu Deepfake?
Deepfake adalah singkatan dari “deep learning” dan “fake”. ‘Deep learning’ adalah sub-bidang dari kecerdasan buatan yang memungkinkan mesin untuk menganalisis data dalam volume besar dan mendeteksi pola-pola yang rumit. Sementara itu, istilah 'fake' merujuk pada karakteristik dari konten yang dibuat, yaitu informasi yang tidak nyata atau dipalsukan.
Secara sederhana, AI yang diterapkan dalam teknologi deepfake dilatih untuk mendeteksi pola wajah, ekspresi, dan suara individu, lalu memanfaatkan informasi ini untuk menciptakan konten palsu yang sangat meyakinkan.
Contoh penggunaan deepfake dalam sektor kreatif termasuk menggabungkan wajah seorang aktor dengan kemampuan seorang atlet untuk menghasilkan momen olahraga yang menakjubkan, atau memperbaiki dialog yang terdengar tidak wajar menjadi lebih halus dan alami.
Namun, disisi lain, ada kekhawatiran besar terkait potensi penyalahgunaan deepfake untuk kepentingan yang merugikan. Teknologi ini dapat dimanfaatkan untuk melakukan penipuan, pengolahan data palsu, dan penyebaran informasi yang tidak benar. Hal ini bisa mengakibatkan kerusakan pada reputasi individu atau bahkan memicu perselisihan serta kekacauan dalam aspek sosial, politik, dan ekonomi.
Penggunaan deepfake dalam hal negatif ini dapat memanipulasi opini publik bahkan dapat merusak keamanan individu dalam lingkup nasional. Oleh sebab itu, penting itu mengetahui dampak negatif dari penyalahgunaan deepfake agar dapat menghindari diri dari korban penyalahgunaan deepfake itu sendiri.
Baca Juga: Kemitraan Global IFPIM Jamin Keragaman Bahasa & Konten Jurnalistik dalam Teknologi AI
Dampak Penyalahgunaan Deepfake
Dalam konteks keamanan, deepfake dapat dengan mudah menyebarkan informasi palsu atau video palsu yang merusak citra dan reputasi seseorang dalam beberapa tindak kejahatan seperti penipuan, pemerasan atau tujuan kriminal yang lainnya dengan meretas sistem keamanan yang menggunakan teknologi Pengenalan wajah atau suara.
Dalam konteks privasi individu deepfake dapat merugikan sebab pemalsuan video seseorang dengan gerakan tubuh seolah dalam situasi yang sebenarnya mempengaruhi rasa percaya orang lain terhadap pemilik video tersebut yang nantinya citra seseorang dalam video tersebut juga bisa rusak. Di sisi lain deepfake juga dapat memicu perdebatan terkait hak cipta terutama jika video atau konten yang dipalsukan menggunakan materi tanpa izin.
Kontroversi dan masalah etika juga timbul sehubungan dengan pemanfaatan deepfake. Penggunaan teknologi ini secara tidak bertanggung jawab bisa merusak kepercayaan publik terhadap informasi dan media, serta berpotensi menimbulkan isu hukum dan regulasi mengenai privasi dan keamanan.
Sebagai penutup, deepfake berdampak besar pada aspek keamanan, privasi, reputasi individu, hak cipta, serta menimbulkan kontroversi dan tantangan etika yang harus diperhatikan oleh masyarakat dan pengambil keputusan.
Sumber: Berbagai sumber
Penulis: Gina melani, Mahasiswa Magang Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Sukabumi.