SUKABUMIUPDATE.com – Senyum bahagia terpancar dari wajah Iis (43 tahun), seorang warga Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Setelah bertahun-tahun hidup di gubuk reyot berukuran 2 x 2 meter di lereng Gunung Tangkil, kini ia bersama dua anaknya yang masih kecil akhirnya bisa menempati rumah layak huni dengan penerangan listrik.
Sebelumnya, kehidupan Iis jauh dari kata layak. Ia dan anak-anaknya tinggal di bilik bambu rapuh berlapis karung bekas, dengan atap tambal sulam dari seng karatan dan genteng tua. Tanpa aliran listrik, setiap malam hanya ditemani lampu minyak kecil, tidur bertiga di atas kasur tipis beralaskan terpal biru.
Rumah baru tersebut berukuran 5 x 6 meter, diresmikan langsung oleh Bupati Sukabumi, Asep Japar, didampingi jajaran DPRD Kabupaten Sukabumi, Junajah Jajah Nurdiansyah dari Fraksi PDIP dan Hamzah Gurnita dari Fraksi PKB, Camat Palabuhanratu Deni Yudono, Kades Citepus Koswara, serta perwakilan masyarakat Kampung Cibolang, Desa Citepus.
"Alhamdulillah, Ibu Iis yang kemarin tinggal di tempat kurang layak huni, hari ini bisa menempati rumah yang lebih layak. Ini berkat kepedulian bersama. Pemerintah daerah akan terus membuka ruang informasi, agar masyarakat yang membutuhkan segera mendapat perhatian," ungkap Bupati Asep Japar di lokasi, Senin (22/9/2025).
Baca Juga: Disekap 2 Minggu di Bogor Lalu Dinikahkan, Modus TPPO Gadis Sukabumi ke China
Asep Japar juga menegaskan bahwa pada momentum Hari Jadi Kabupaten Sukabumi (HJKS) ke-155 tahun ini, arah pembangunan difokuskan pada aspek sosial.
"Tahun ini berbeda dengan sebelumnya, kita lebih fokus kepada sosial. Kondisi bangsa dan daerah menuntut kita untuk benar-benar memperhatikan masyarakat yang membutuhkan," tegasnya.
Sementara itu, Anggora DPRD Kabupaten Sukabumi dari Fraksi PDI Perjuangan, Junajah Jajah Nurdiansyah mengapresiasi respon cepat pemerintah daerah yang langsung menindaklanjuti keluhan masyarakat melalui jalur desa dan kecamatan.
"Terima kasih kepada Bupati dan jajaran. Begitu ada keluhan disampaikan lewat Pak Kades dan Camat, langsung direspons semua pihak. Yang penting, kita bisa membantu Ibu Iis agar bisa tinggal di rumah yang layak. Inilah bentuk kolaborasi dan kepedulian bersama," ujarnya.
Kisah pilu Iis
Sebelumnya, Iis mengatakan bahwa ia bersama keluarga kecilnya, hampir dua tahun hidup di tempat terpencil di lereng Gunung Tangkil. Iis mengaku pernah memiliki rumah, namun dijual oleh mantan suaminya. Iis pun kehilangan tempat tinggal dan harus mengungsi ke tengah kebun karet.
"Dulu pernah punya rumah di Desa Ridogalih, Kecamatan Cikakak, saya kerja ke Jakarta, pas saya pulang, suami sudah nikah lagi, rumah juga dijual. Saya enggak punya apa-apa lagi sekarang," tuturnya.
Untuk menyambung hidup, Iis bekerja sebagai buruh penyadap karet. Dengan pisau kecil ia menyayat batang pohon karet, menampung getah di wadah seadanya. "Kalau bagus paling dapat Rp400 ribu sebulan, kadang malah enggak ada hasil," katanya.
Baca Juga: Baru Diperbaiki Irigasi Jebol Lagi, Petani Waluran Sukabumi Terancam Gagal Tanam
Iis mengasuh dua anaknya seorang diri. Anak sulungnya berusia 14 tahun terpaksa putus sekolah setelah lulus madrasah karena tak ada biaya. Sedangkan anak bungsunya masih berusia 2,5 tahun.
"Boro - boro buat biaya anak sekolah, untuk beli beras juga kadang ada kadang engga, hasil nyadap karet juga kan engga nentu. Kalau mau mandi sama minum air paling ke bawah ke sungai," ujarnya.
Iis juga mengaku bahwa dirinya masih memiliki keluarga di wilayah Kecamatan Cilograng, Banten. Namun, ia enggan kembali. "Mau pulang malu, cuma bawa anak. Lebih baik bertahan di sini sama anak - anak, saya yakin bisa merawat anak saya," ucapnya.
Kondisi Iis akhirnya sampai ke Kementerian Sosial (Kemensos). Melalui Sentra Phalamarta, tim sosial meninjau langsung kehidupan Iis. Penyuluh sosial ahli muda, Abdul Karim Syauqi, menyebut kondisi gubuk tersebut sangat memprihatinkan.
"Kita sudah meninjau langsung gubuk Bu Iis. Kondisinya sangat memprihatinkan. Hanya tersedia tungku untuk masak seadanya, satu ruangan kecil dipakai tidur bertiga tanpa penerangan, tanpa MCK. Kalau buang hajat harus ke kali yang cukup jauh," ungkap Abdul Karim Syauqi, Penyuluh Sosial Ahli Muda Sentra Phalamarta.
Menurutnya, beberapa langkah sudah disiapkan, mulai dari penempatan sementara, bantuan perlengkapan tidur, obat untuk anak Iis, hingga pengurusan administrasi kependudukan.
"Anaknya, Sulastri, punya keinginan melanjutkan sekolah. Nanti akan kita arahkan ke program paket C, bahkan bisa diteruskan ke SMA melalui program Sekolah Rakyat," kata Abdul Karim.
Ia menambahkan, seluruh hasil asesmen sudah disampaikan ke Kementerian Sosial dan dikoordinasikan bersama Pemkab Sukabumi. Selanjutnya, penentuan tempat tinggal hingga bentuk bantuan akan menyesuaikan kebutuhan dan keputusan bersama.
"Ini sudah mendapatkan respon langsung dari Kementerian Sosial. Tinggal tindakan-tindakan yang perlu dilakukan, tergantung dari apa yang diinginkan Bu Iis," tandasnya. (adv)