SUKABUMIUPDATE.com - Sebuah gubuk reyot berukuran 2x2 meter berdiri tegak di lereng Gunung Tangkil, Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Atapnya tambal-sulam dari seng karatan dan genteng tua, sementara dindingnya hanya bilik bambu yang dilapisi karung bekas.
Di dalam gubuk lembap itu, Iis (43) tinggal bersama dua anaknya yang masih kecil. Tidak ada listrik, hanya lampu minyak kecil untuk penerangan yang menemani mereka setiap malam. Satu kasur tipis di atas terpal biru mereka gunakan tidur bertiga, saling berpelukan menghangatkan tubuh dari dinginnya malam.
"Ya gini kondisi yah seadanya aja, kalau hujan gede yah bocor, gelap engga ada listrik. Mau gimana lagi terpaksa harus tinggal disini," ungkap lis kepada Sukabumiupdate.com, pada Selasa 2 September 2025.
Baca Juga: Juru Parkir Hotel di Sukabumi Tewas, Ditemukan di Selokan dengan Wajah Penuh Luka
Iis mengatakan bahwa ia bersama keluarga kecilnya, hampir dua tahun hidup di tempat terpencil ini. Sebelumnya, kata Iis, ia mengaku pernah memiliki rumah, namun dijual oleh mantan suaminya. Iis pun kehilangan tempat tinggal dan harus mengungsi ke tengah kebun karet.
"Dulu pernah punya rumah di Desa Ridogalih, Kecamatan Cikakak, saya kerja ke Jakarta, pas saya pulang, suami sudah nikah lagi, rumah juga dijual. Saya enggak punya apa-apa lagi sekarang," tuturnya.
Untuk menyambung hidup, Iis bekerja sebagai buruh penyadap karet. Dengan pisau kecil ia menyayat batang pohon karet, menampung getah di wadah seadanya. "Kalau bagus paling dapat Rp400 ribu sebulan, kadang malah enggak ada hasil," katanya.
Baca Juga: 15 Unit Mobil Mewah Milik Satori Disita KPK: Kasus Korupsi CSR BI-OJK
Iis mengasuh dua anaknya seorang diri. Anak sulungnya berusia 14 tahun terpaksa putus sekolah setelah lulus madrasah karena tak ada biaya. Sedangkan anak bungsunya masih berusia 2,5 tahun.
"Boro - boro buat biaya anak sekolah, untuk beli beras juga kadang ada kadang engga, hasil nyadap karet juga kan engga nentu. Kalau mau mandi sama minum air paling ke bawah ke sungai," ujarnya.
Iis juga mengaku bahwa dirinya masih memiliki keluarga di wilayah Kecamatan Cilograng, Banten. Namun, ia enggan kembali. "Mau pulang malu, cuma bawa anak. Lebih baik bertahan di sini sama anak - anak, saya yakin bisa merawat anak saya," ucapnya.
Kondisi Iis akhirnya sampai ke Kementerian Sosial (Kemensos). Melalui Sentra Phalamarta, tim sosial meninjau langsung kehidupan Iis. Penyuluh sosial ahli muda, Abdul Karim Syauqi, menyebut kondisi gubuk tersebut sangat memprihatinkan.
"Kita sudah meninjau langsung gubuk Bu Iis. Kondisinya sangat memprihatinkan. Hanya tersedia tungku untuk masak seadanya, satu ruangan kecil dipakai tidur bertiga tanpa penerangan, tanpa MCK. Kalau buang hajat harus ke kali yang cukup jauh," ungkap Abdul Karim Syauqi, Penyuluh Sosial Ahli Muda Sentra Phalamarta.
Menurutnya, beberapa langkah sudah disiapkan, mulai dari penempatan sementara, bantuan perlengkapan tidur, obat untuk anak Iis, hingga pengurusan administrasi kependudukan.
"Anaknya, Sulastri, punya keinginan melanjutkan sekolah. Nanti akan kita arahkan ke program paket C, bahkan bisa diteruskan ke SMA melalui program Sekolah Rakyat," kata Abdul Karim.
Ia menambahkan, seluruh hasil asesmen sudah disampaikan ke Kementerian Sosial dan dikoordinasikan bersama Pemkab Sukabumi. Selanjutnya, penentuan tempat tinggal hingga bentuk bantuan akan menyesuaikan kebutuhan dan keputusan bersama.
"Ini sudah mendapatkan respon langsung dari Kementerian Sosial. Tinggal tindakan-tindakan yang perlu dilakukan, tergantung dari apa yang diinginkan Bu Iis," tandasnya.