Menanti Janji di Tanah Bergerak, Kisah Warga Jampangtengah Sukabumi yang Terlupakan

Sukabumiupdate.com
Senin 07 Jul 2025, 09:46 WIB
Menanti Janji di Tanah Bergerak, Kisah Warga Jampangtengah Sukabumi yang Terlupakan

Salah satu rumah yang hancur akibat pergerakan tanah di Kampung Cilimus, Desa Nangerang, Kecamatan Jampangtengah, Kabupaten Sukabumi. | Foto: Istimewa

SUKABUMIUPDATE.com - Tujuh bulan berlalu sejak tanah di Kampung Cilimus RT 30/05 Desa Nangerang, Kecamatan Jampangtengah, Kabupaten Sukabumi, bergerak dan menelan rumah-rumah warga. Namun janji relokasi yang pernah diucapkan di hadapan para pengungsi masih menjadi harapan yang menggantung.

Pada 4 Desember 2024, pergerakan tanah menerjang wilayah ini. Kampung Cilimus menjadi titik paling terdampak dan rawan bencana di antara lokasi lain di Kecamatan Jampangtengah. Rumah hancur, jembatan putus, hingga bangunan SDN Cilimus runtuh. Tetapi hingga kini, belum satu pun program relokasi nyata yang dijalankan pemerintah.

Ruhendi (46 tahun), salah satu penyintas, harus menerima kenyataan pahit. Rumahnya hancur tertimbun tanah. Kini ia tinggal menumpang di rumah saudaranya bersama istri dan dua anak laki-lakinya yang berusia 7 dan 18 tahun.

“Kami hanya bisa menunggu dan berharap. Dulu waktu pertemuan di Pustu samping Kantor Desa Nangerang, tanggal 11 Desember 2024, pihak BNPB menjanjikan relokasi. Bahkan katanya, warga boleh mengontrak rumah dulu dan uang kontrakan akan dibayar. Tapi nyatanya, sampai hari ini tidak ada realisasi,” ujar dia dengan suara berat kepada sukabumiupdate.com, Senin (7/7/2025).

Baca Juga: 4 Bulan di Huntara, 16 Keluarga Korban Pergerakan Tanah di Purabaya Sukabumi Menanti Hunian Tetap

Pekerjaannya sebagai buruh serabutan dan kuli tani hanya cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari. Janji hunian sementara hingga hunian tetap hanya menjadi angin lalu. Tinggal di rumah saudara, meski hanya beda RT, membuatnya merasa tak nyaman. “Bukan rumah sendiri. Kami sudah terlalu lama jadi tamu di kampung sendiri. Sudah malu rasanya,” ucapnya lirih.

Kisah senada juga datang dari seorang lansia, Oman (70 tahun), warga lainnya yang harus mengontrak rumah di Kampung Nangerang RT 07/01. Bersama istri dan dua anaknya yang masih tinggal bersama, Oman dan anaknya harus berjuang keras mencukupi kebutuhan hidup, termasuk membayar sewa rumah Rp 300 ribu per bulan.

“Boro-boro ada bantuan pemerintah untuk bayar kontrakan. Kami sendiri yang cari uang. Bisa makan pun sudah alhamdulillah,” keluh dia.

Ia mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menanggapi penderitaan para korban. “Masa selamanya harus ngontrak? Ini sudah jadi kewajiban negara membantu warganya yang kena musibah,” katanya.

Sementara itu, Kepala Desa Nangerang, Sopyan, membeberkan bencana pergerakan tanah di Kampung Cilimus sudah terjadi dua kali, pertama pada 2016, dan kemudian kembali Desember 2024. Ia menyebut saat itu terdapat 101 jiwa terdampak, dengan 9 kepala keluarga (KK) atau sekitar 23 jiwa masih mengungsi. Sementara lainnya kembali ke rumah masing-masing meski dalam pemantauan ketat, terutama saat hujan turun, karena pergerakan tanah masih terjadi.

“Warga sudah kami data sesuai permintaan BNPB. Dulu katanya akan disiapkan biaya kontrakan Rp 600 ribu per bulan, diberikan hunian sementara, dan hunian tetap senilai Rp 60 juta per unit. Tapi setelah itu tidak ada tindak lanjut,” jelas Sopyan.

Sopyan mengatakan pihak desa telah melakukan berbagai upaya, mulai evakuasi mandiri, kerja bakti membersihkan puing-puing, penyediaan lokasi pengungsian, hingga berkoordinasi dengan BPBD, Forkopimcam, dan Pemkab Sukabumi. Namun semua usaha itu belum membuahkan hasil konkret.

“Kami berharap informasi ini sampai ke Gubernur Jawa Barat KDM dan pemerintah pusat. Yang paling dibutuhkan warga sekarang adalah kepastian hunian tetap. Untuk lahannya sudah tersedia. Hingga kini, tidak ada program bantuan dari APBD maupun APBN yang masuk ke Desa Nangerang," ujarnya.

Warga Kampung Cilimus terus menunggu, dalam kelelahan, dalam ketidakpastian. Harapan satu-satunya tinggal pada janji-janji yang pernah diucapkan di tengah derita. Apakah itu akan ditepati atau kembali terkubur seperti rumah-rumah mereka?

Berita Terkait
Berita Terkini