SUKABUMIUPDATE.com - Icha Nur Septiani, Gen Z asal Sukabumi Jawa Barat membagikan pengalamannya dalam mencari lapangan kerja.
Bermula dari ikhtiar mengirimkan lebih dari 2.000 resume hingga akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai ahli layanan pelanggan di sebuah perusahaan angkutan daring besar.
Namun selama sekitar delapan bulan, hasil yang didapat perempuan berusia 23 tahun asal Sukabumi itu hanyalah penolakan demi penolakan. Bukan seperti yang ia harapkan saat lulus dengan gelar diploma teknik elektro dari Politeknik Negeri Bandung pada tahun 2023.
“Pada dasarnya, saya melamar ke setiap lowongan pekerjaan, asalkan saya memenuhi kualifikasi,” ungkapnya dalam program Money Mind di CNA, dikutip via Channel News Asia, Senin, 19 Mei 2025.
Baca Juga: Asep Ramdani Nahkodai Perumdam TJM Parakansalak Sukabumi, Ini Profil dan Perjalanannya
Menghabiskan waktu tiga hingga empat jam setiap hari untuk mencari lowongan kerja di laptop menjadi hal yang biasa bagi perempuan Alumni SMAN 4 Sukabumi itu. Icha menetapkan target untuk membuat 20 hingga 30 lamaran kerja sehari melalui berbagai platform pekerjaan.
“Jika saya mengirimkan sekitar 15 hingga 20 lamaran dalam sehari, saya akan menerima sekitar 10 hingga 12 penolakan, baik melalui WhatsApp, email, atau langsung di platform pekerjaan,” kata Icha.
Namun perjuangan Icha bukanlah hal yang jarang terjadi di kalangan pencari kerja di Indonesia. Pasalnya, ada persaingan ketat untuk mendapatkan pekerjaan, dan kaum muda adalah yang paling terkena dampaknya.
Baca Juga: Tak Kuat Nanjak, Angkot di Cisaat Sukabumi Mundur hingga Terperosok ke Kolam Warga
Diperkirakan 9,9 juta Gen Z menganggur di Indonesia
Icha Nur Septiani, Gen Z asal Sukabumi Jawa Barat.
Tingkat pengangguran di antara mereka yang berusia 15 hingga 24 tahun lebih dari 17 persen - jauh lebih tinggi dari tingkat pengangguran nasional sebesar 4,9 persen.
Para ahli mengatakan kepada Money Mind bahwa tidak mengherankan melihat ribuan pelamar untuk satu peran.
Ekonom Telisa Aulia Falianty, dosen senior di fakultas ekonomi dan bisnis Universitas Indonesia, mengatakan pasar kerja saat ini sangat kompetitif.
“Pada generasi saya misalnya, orang yang berpendidikan masih jarang,” imbuhnya, dikutip dari Channel News Asia.
“Jika kami ingin bekerja di sektor (yang membutuhkan pendidikan tinggi), itu relatif mudah. Jika kami memiliki akses ke pendidikan, itu relatif mudah untuk didapatkan. Namun sekarang, semuanya lebih kompetitif.”
Bagi Alumni SMPN 2 Kota Sukabumi itu, Icha bahkan melamar posisi di luar bidangnya untuk meningkatkan peluangnya mendapatkan pekerjaan. Namun, tidak ada tawaran yang datang.
“Apakah saya yang salah? Apakah memang ada yang salah yang tidak saya ketahui?” ungkap Icha bertanya-tanya.
“Saya juga merasa malu di depan keluarga saya … Saya benci harus meminta uang, terutama untuk wawancara di luar kota, dan selalu gagal lagi dan lagi. Itu benar-benar membuat saya merasa tertekan dan seperti pecundang total.
“Saya terus bertanya pada diri sendiri, 'Apa sebenarnya yang salah dengan saya?'”
Baca Juga: Pembangunan Gerai Mie Gacoan di Kota Sukabumi Disoal Warga, Izinnya Dipertanyakan
Berkat kegigihan dan sifat pantang menyerahnya, Icha kini telah menuai hasilnya. Berdasarkan Profil LinkedIn miliknya, Icha kini bekerja sebagai Customer Service Support Service Coordinator di di sebuah perusahaan angkutan daring (Grab).
Sumber: Channel News Asia