SUKABUMIUPDATE.com - Saksi ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan Teguh S mengatakan bahwa lembaganya tidak pernah diminta oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghitung kerugian negara untuk akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Ferry Indonesia.
Dalam dakwaannya, jaksa menuduh mantan tiga direksi PT ASDP Ira Puspadewi, M Yusuf Hadi, dan Harry MAC melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara Rp 1,25 triliun.
“Kami tidak pernah diminta untuk menghitung kerugian negara,” ujar Teguh dalam sidang lanjutan akuisisi PT JN, di Pengadilan Tindak Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (21/10/2024).
Kuasa hukum mantan direksi PT ASDP, Gunawan, menegaskan semestinya berdasarkan peraturan, yang boleh melakukan deklarasi penghitungan kerugian negara adalah BPK, BPKP dan Inspektorat. Itu yang disebut dalam UU Tahun 15 Tahun 2006 soal BPK dan putusan Mahkamah Konstitusi No. 31/PUU-X/2012.
Baca Juga: KDM Ajak UPI Bangkitkan Spirit Bumi Siliwangi untuk Bangun Peradaban Masa Depan
Karena itu Gunawan mempertanyakan jaksa penuntut umum KPK yang tak meminta BPK untuk menghitung kerugian negara, malah mereka melakukan penghitungan sendiri.
Teguh menambahkan bahwa BPK baru bergerak menghitung kerugian bila diminta oleh aparat hukum. Dalam kasus akuisisi ASDP ini, BPK hanya melakukan audit untuk kepatuhan investasi dan hasilnya sudah dikeluarkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan 14 Maret 2023.
Dalam laporan itu, akuisisi itu mendapat status Wajar dengan Pengecualian dua kapal. BPK merekomendasikan untuk membuat kesepakatan formal, juga memperhitungkan penggantian atas opportunity los dari belum beroperasinya kapal KMP Marisa Nusantara dan KMP Mahkota serta melakukan verifikasi atas biaya perbaikan kapal. Total nilai perbaikan dan opportunity loss itu mencapai Rp 4,8 miliar.
Soal opportunity loss, kemudian dipertanyakan oleh pembela Soesilo Ariwibowo kepada saksi ahli lainnya, yakni Dian Kartika. “Dalam korupsi itu ada pasal yang menyebut kerugian negara yang pasti dan nyata. Apakah opportunity loss itu kerugian negara yang pasti dan nyata?,” tanya Gunawan.
Dian menjawab, ”Betul. Itu tidak pasti.”
Baca Juga: Pembacok Siswa SMK di Cibadak Sukabumi Masih Berstatus Pelajar
Hakim Sunoto juga ikut bertanya, “Apakah setelah adalah laporan hasil pemeriksaan pada 2023 kemudian poin-poin rekomendasi yang disarankan BPK sudah dilaksanakan?”
Dian menambahkan bahwa ada rekomendasi yang sudah dilaksanakan. “Namun lengkapnya ada di Laporan Pemeriksaan Hasil yang mestinya dikeluarkan di semester kedua 2024. Namun hingga kini belum dikeluarkan BPK,” kata Dian.
Dian juga menjawab pertanyaan mantan dirut PT ASDP Ira Puspadewi, “Ya, benar, ASDP ketika melakukan uji tuntas (due diligence) diproses ini dan itu merupakan bentuk kehati-hatian perusahaan.”
Menanggapi pernyataan Dian Laporan Pemeriksaan Hasil (LPH) yang hanya sampai 2023, mantan direktur ASDP Harry Mac bertanya, apakah Dian tahu bahwa setelah LPH 2023 sudah ada rekomendasi BPK yang dijalankan ASDP dan JN.
“Contohnya opportunity loss yang disebut Rp 4,8 miliar itu bahkan dihitung ulang dan ternyata menjadi Rp 10 miliar, dan itu pembayaran akuisisi dipotong jumlah itu,” ujar Harry MAC.
Sumber : Siaran Pers