SUKABUMIUPDATE.com - Aksi unjuk rasa di depan gedung MPR/DPR/DPD kembali meledak. Ribuan massa dari berbagai elemen masyarakat turun ke jalan, membawa satu suara tegas: “DPR harus berubah”. Aksi yang berlangsung pada Senin, 1 September 2025, ini dipimpin oleh sejumlah tokoh publik termasuk aktor dan pemengaruh Andovi Da Lopez dan Jovial Da Lopez, serta diikuti perwakilan dari berbagai organisasi mahasiswa seperti GMNI, HMI, dan PMKRI.
Mereka membawa paket tuntutan besar bertajuk “17+8 Tuntutan Rakyat”, yang kini menjadi simbol perlawanan publik terhadap ketimpangan, ketertutupan, dan sikap wakil rakyat yang dinilai semakin jauh dari kepentingan rakyat itu sendiri.
Baca Juga: Delpedro Marhaen Jadi Tersangka Provokator Aksi Anarkis Demo DPR
Apa Itu “17+8 Tuntutan Rakyat”?
Gerakan ini terdiri dari:
17 tuntutan jangka pendek yang harus dipenuhi paling lambat 5 September 2025.
8 tuntutan jangka panjang dengan batas waktu hingga 31 Agustus 2026.
Menurut Andovi Da Lopez, tuntutan ini lahir dari suara masyarakat yang selama ini menggema di media sosial. Ia menyebut dasar dari semua tuntutan ini adalah tiga nilai utama: transparansi, reformasi, dan empati.
“Yang paling utama: bentuk Tim Investigasi Independen untuk kasus Affan Kurniawan dan Umar Amaruddin. Itu permintaan rakyat, bukan permintaan satu dua orang,” tegas Andovi dalam pernyataannya yang diunggah melalui akun Instagram pribadinya, @andovidalovez.
Dalam demonstrasi itu, Andovi terlihat mengenakan topi jerami khas karakter Monkey D. Luffy dari anime One Piece. Ia menjelaskan bahwa topi itu adalah simbol perlawanan terhadap ketidakadilan, ketidakbenaran, dan pembungkaman kebebasan.
Baca Juga: Fasilitas Publik yang Dirusak dan Dijarah atas Restu Negara
Daftar Lengkap 17 Tuntutan Jangka Pendek (Deadline: 5 September 2025)
- Bentuk Tim Investigasi Independen untuk kasus Affan Kurniawan, Umar Amaruddin, dan seluruh korban kekerasan aparat selama aksi 28–30 Agustus.
- Hentikan keterlibatan TNI dalam urusan sipil, dan kembalikan TNI ke barak.
- Bebaskan semua demonstran yang ditahan, tanpa kriminalisasi.
- Tangkap dan adili aparat yang melakukan kekerasan dan pelanggaran HAM.
- Hentikan kekerasan polisi dan taati SOP pengendalian massa.
- Bekukan kenaikan gaji dan tunjangan DPR, batalkan semua fasilitas baru.
- Publikasikan transparansi anggaran DPR (gaji, rumah, tunjangan) secara berkala dan terbuka.
- Selidiki harta kekayaan anggota DPR yang mencurigakan melalui KPK.
- Badan Kehormatan DPR harus memeriksa anggota yang melecehkan aspirasi rakyat.
- Partai harus pecat kader yang tidak etis dan memicu kemarahan publik.
- Umumkan komitmen partai untuk berpihak kepada rakyat, terutama di masa krisis.
- DPR harus aktif berdialog dengan masyarakat dan mahasiswa secara terbuka.
- Tegakkan disiplin agar TNI tidak mengambil alih fungsi Polri.
- Komitmen TNI untuk tidak masuk ruang sipil dalam krisis demokrasi.
- Pastikan upah layak bagi guru, tenaga kesehatan, buruh, dan mitra ojek online.
- Cegah PHK massal, lindungi buruh kontrak.
- Buka ruang dialog antara pemerintah dan serikat buruh soal upah dan outsourcing.
8 Tuntutan Jangka Panjang (Deadline: 31 Agustus 2026)
- Lakukan reformasi total dan bersih-bersih di tubuh DPR.
- Reformasi partai politik, dan perkuat pengawasan terhadap pemerintah.
- Susun sistem perpajakan yang lebih adil dan progresif.
- Sahkan dan tegakkan RUU Perampasan Aset Koruptor.
- Lakukan reformasi menyeluruh di tubuh Polri, agar profesional dan humanis.
- Kembalikan TNI ke barak sepenuhnya, tanpa pengecualian.
- Perkuat Komnas HAM dan lembaga pengawas independen lainnya.
- Tinjau ulang kebijakan ekonomi dan ketenagakerjaan yang merugikan rakyat.
Desakan Publik Akhirnya Memaksa DPR Bergerak
Menanggapi gelombang protes dan tekanan dari masyarakat, DPR akhirnya mulai menunjukkan respons. Ketua Badan Anggaran DPR, Said Abdullah, menyatakan bahwa tunjangan perumahan untuk anggota DPR akan dihentikan.
“Stop tunjangan perumahan. Ini bukan hanya soal anggaran, tapi soal empati dan rasionalitas,” kata Said di Senayan, Senin, 1 September 2025, seperti dikutip dari Tempo.
Politikus dari PDI Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pengelolaan tunjangan lainnya akan dikembalikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR, sesuai arahan pimpinan dewan. Namun, ia belum merinci jenis tunjangan lain yang akan dicabut, maupun apakah rumah dinas akan kembali diberikan sebagai pengganti tunjangan.
Baca Juga: Kondisi Membaik, Umar Korban Demo Ricuh Jakarta Pulang ke Sukabumi Disambut Bupati
Presiden Prabowo Subianto akhirnya turun tangan. Dalam pernyataan resmi di Istana Merdeka pada Minggu, 31 Agustus 2025, Prabowo mengumumkan bahwa semua partai politik di DPR sepakat untuk mencabut kebijakan tunjangan anggota parlemen.
“Para ketua umum partai telah mengambil langkah tegas terhadap anggota DPR yang keliru. Bahkan ada yang dicabut keanggotaannya,” ujar Prabowo, dalam pernyataan yang disampaikan melalui siaran TVR Parlemen dan diunggah oleh akun Instagram resmi @presidenrepublikindonesia.
Selain itu, pemerintah juga memberlakukan moratorium kunjungan kerja luar negeri bagi anggota DPR, sebagai bentuk penghematan dan empati terhadap situasi nasional.
Aksi 1 September 2025 bukanlah yang pertama, dan kemungkinan bukan yang terakhir. Massa yang terus berdatangan hingga sore hari menunjukkan bahwa gerakan ini bukan sementara, melainkan bentuk konsistensi publik untuk mengawasi dan mendesak perubahan nyata.
“17+8 Tuntutan Rakyat” bukan sekadar daftar. Ini adalah peta jalan rakyat menuju sistem politik yang bersih, transparan, dan berpihak kepada kepentingan publik. Sekarang bola ada di tangan DPR dan pemerintah apakah mereka akan benar-benar berubah, atau kembali mengecewakan?
Sumber : Instagram @andovidalovez @presidenrepublikindonesia] Tempo.co