SUKABUMIUPDATE.com - Kepolisian menetapkan Delpedro Marhaen sebagai tersangka dalam kasus aksi anarkis saat demonstrasi menolak tunjangan DPR yang berlangsung baru-baru ini. Delpedro yang menjabat Direktur Eksekutif Lokataru Foundation itu diduga kuat berperan sebagai provokator yang memicu kericuhan dalam aksi tersebut.
Melansir dari Tempo.co, polisi menuding Delpedro menghasut dan mengajak sejumlah pelajar, termasuk anak di bawah 18 tahun, untuk melakukan “aksi anarkis” lewat media sosial. Penangkapan terhadap Delpedro dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya pada Senin malam, 1 September 2025.
“Atas dugaan melakukan ajakan dan hasutan yang provokatif untuk melakukan aksi anarkis, dengan melibatkan pelajar termasuk anak,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Metro Jaya Ade Ary Syam Indradi dalam konferensi pers pada Selasa, 2 September 2025.
Ade Ary memastikan Delpedro sudah ditetapkan sebagai tersangka. “Seseorang yang ditangkap oleh penyidik tentunya sudah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka,” ujar dia.
Baca Juga: HUT PDAM Kota Sukabumi, Ayep Zaki Tegaskan BUMD Dikelola Profesional dan Bukan Alat Politik
Polisi menduga tindakan penghasutan oleh Delpedro terjadi sejak 25 Agustus 2025 di sekitar Gedung MPR/DPD/DPD, Jakarta Pusat, dan beberapa wilayah DKI Jakarta lainnya. Ade Ary mengungkap tim penyelidik Polda Metro Jaya telah mengumpulkan fakta dan bukti sebagai dasar untuk menangkap Delpedro sejak hari itu.
“Proses pengumpulan fakta-fakta, proses pengumpulan bukti-bukti, itu sudah dilakukan oleh tim gabungan dari penyelidik Polda Metro Jaya sejak tanggal 25 (Agustus),” ucapnya.
Ia menambahkan, ajakan dari Delpedro kepada sejumlah pelajar bukanlah untuk ikut demonstrasi, melainkan untuk melangsungkan “aksi anarkis”. “Ajakan, hasutan yang provokatif, untuk melakukan aksi anarkis dengan melibatkan pelajar termasuk anak,” kata dia.
Delpedro dikenakan Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan/atau Pasal 45A ayat 3 juncto Pasal 28 ayat 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan/atau Pasal 76H jo. Pasal 15 jo. Pasal 87 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Sebelumnya, polisi Polda Metro Jaya menjemput paksa Delpedro pada Senin malam, 1 September 2025, pukul 22.45 WIB, dari kantor Lokataru Foundation yang beralamat di Pulo Gadung, Jakarta Timur.
Baca Juga: Olah Singkong Jadi Gaplek, Selamatkan Petani Pabuaran Sukabumi dari Anjloknya Harga
Perwakilan Lokataru Foundation, Muzaffar, mengatakan saat itu seorang saksi mendengar ada yang mengetuk pintu pagar kantor mereka. “Ketika dibuka, terdapat sepuluh orang mengenakan baju hitam-hitam mengaku dari Polda Metro Jaya dan langsung masuk ke kantor Lokataru,” ucapnya kepada Tempo, Selasa, 2 September 2025.
Salah satu dari orang tak dikenal tersebut langsung menanyakan “Delpedro mana, Delpedro?” Direktur eksekutif Lokataru yang saat itu sedang di lokasi lalu merespons dari ruang belakang, “Saya Pedro!”
Para aparat lalu menunjukkan surat penangkapan dari kepolisian tanpa menjelaskan isinya. Menurut Muzaffar, polisi hanya menyatakan bahwa Pedro diancam lima tahun penjara dan harus menyita beberapa barang termasuk laptop. Delpedro lalu dibawa pergi menggunakan mobil Suzuki Ertiga berwarna putih.
Lokataru Foundation telah merilis pernyataan yang mengecam keras penangkapan terhadap Delpedro. Mereka menilai penangkapan ini sebagai tindakan represif yang mencederai prinsip demokrasi dan HAM.
“Delpedro Marhaen adalah warga negara yang memiliki hak konstitusional untuk bersuara, berkumpul, dan menyampaikan pendapat secara damai. Penangkapan sowenang-wenang terhadap dirinya bukan hanya bentuk kriminalisasi, tapi upaya membungkam kritik publik,” demikian tertulis dalam siaran pers, dikutip dari Instagram @lokataru_foundation.
Baca Juga: Namanya Cang Rahman, PT Gojek Ungkap Status Driver yang Bertemu Wapres Aktif Sejak 2015
Menurut Lokataru, negara harus menjamin perlindungan terhadap kebebasan sipil dan politik. Penangkapan ini menambah daftar panjang praktik represif aparat terhadap masyarakat sipil, khususnya setelah demonstrasi yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia.
Sumber : Tempo.co