SUKABUMIUPDATE.com - Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan menuai respons dari kalangan buruh di Kabupaten Sukabumi. Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SP TSK SPSI) Kabupaten Sukabumi menilai kebijakan tersebut belum berpihak pada kepentingan pekerja.
Ketua SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi, Mochamad Popon, mengatakan pemerintah dinilai mengulur waktu dalam menerbitkan regulasi pengupahan. Kondisi ini, menurutnya, menimbulkan kegelisahan di kalangan buruh karena pengumuman upah minimum biasanya ditetapkan paling lambat 30 November setiap tahun.
“Pemerintah terkesan sengaja memperlambat penerbitan PP tentang pengupahan, sehingga membuat buruh resah,” ujar Popon kepada sukabumiupdate.com, Kamis (18/12/2025).
Baca Juga: Kasus Dugaan Perselingkuhan ASN Sukabumi Berujung Saling Lapor Polisi
Popon juga menilai PP Nomor 49 Tahun 2025 belum mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menekankan bahwa kebijakan upah seharusnya mencerminkan kebutuhan hidup layak buruh secara riil. Selain itu, ia menyoroti masih dimasukkannya variabel Alfa dalam formula pengupahan.
Menurutnya, keberadaan variabel Alfa justru merugikan buruh karena menjadi faktor pengurang dalam penentuan upah minimum. Padahal, kontribusi tenaga kerja seharusnya sudah tercermin dalam produktivitas, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), serta pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: Hati-hati! 30 Persen Oli Motor yang Beredar Di pasaran Ternyata Palsu
“Kontribusi buruh itu sudah masuk dalam pertumbuhan ekonomi. Jadi seharusnya variabel penentuan upah minimum cukup inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Ia menjelaskan, nilai Alfa yang berkisar antara 0,5 hingga 0,9 dinilai terlalu kecil dan menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah terhadap upaya mendorong upah layak. Popon menilai kebijakan tersebut berpotensi melanggengkan praktik upah murah yang selama ini dirasakan buruh.
Selain itu, Popon juga menyoroti sempitnya waktu pembahasan upah minimum yang diatur dalam PP tersebut. Menurutnya, hal itu mencerminkan sikap pemerintah yang kurang sensitif terhadap persoalan kesejahteraan buruh.
Baca Juga: Lansia Disabilitas Ciracap Tempuh 100 Km Demi Bansos, DPRD Dorong Layanan Jemput Bola
“Waktu pembahasan yang sempit menunjukkan pemerintah cenderung mengabaikan urusan kesejahteraan buruh,” ucapnya.
Berdasarkan sejumlah catatan tersebut, SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi meminta pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan pengupahan, khususnya terkait penggunaan variabel Alfa dan batas waktu pembahasan upah minimum. Mereka juga mendorong pemerintah daerah, dalam hal ini Bupati Sukabumi, agar merekomendasikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Sukabumi tahun 2026 dengan menggunakan variabel Alfa maksimal sebesar 0,9.
Popon menegaskan, meskipun menggunakan Alfa maksimal, kenaikan upah yang dihasilkan masih dinilai kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan hidup layak buruh, terlebih di tengah menurunnya daya beli dan meningkatnya harga kebutuhan pokok saat ini.


