Buruh Sukabumi Minta Kenaikan UMK 2026 Jadi Rp 4 Juta Kurang Sedikit

Sukabumiupdate.com
Jumat 31 Okt 2025, 19:11 WIB
Buruh Sukabumi Minta Kenaikan UMK 2026 Jadi Rp 4 Juta Kurang Sedikit

SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi saat berkumpul di Pendopo Kabupaten Sukabumi. (Sumber: Dok SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi)

SUKABUMIUPDATE.com - Ketua Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SP TSK SPSI) Kabupaten Sukabumi, Mochamad Popon, menilai bahwa respons Pemerintah Kabupaten Sukabumi terhadap isu ketenagakerjaan, termasuk pembahasan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2026, masih terhitung lambat.

Dalam keterangannya, Popon menyebut bahwa forum Lembaga Kerjasama Tripartit yang seharusnya menjadi wadah komunikasi antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja, sempat tidak aktif dalam waktu yang cukup lama.

“Hampir dua tahun berjalan Tripartit tidak pernah rapat, baru kemarin dihadiri Bupati. Kalau dibandingkan dengan kabupaten dan kota lain, Sukabumi termasuk yang paling rendah respon pemerintahnya terkait pembahasan Tripartit,” kata Popon.

Ia menjelaskan, hal itu menjadi alasan pihaknya membawa lebih banyak anggota serikat dalam rapat koordinasi yang digelar di Pendopo Sukabumi beberapa waktu lalu. Menurutnya, hal tersebut dilakukan untuk memberi penekanan bahwa buruh berharap pemerintah daerah lebih terbuka dan aktif menanggapi persoalan ketenagakerjaan.

Baca Juga: Butuh Alat Tidur dan Perabotan Dapur, Curhat Penyintas Banjir Bandang Cisolok Sukabumi

Terkait usulan kenaikan UMK tahun 2026, Popon menyebut serikat buruh telah memiliki acuan dari organisasi pusat untuk mengusulkan kenaikan sebesar 8 persen. Meski demikian, angka itu dinilai masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan kenaikan harga kebutuhan pokok.

“Delapan persen itu sebenarnya masih rendah, karena jika dikaitkan dengan kenaikan harga kebutuhan sehari-hari, nilainya jauh dari cukup,” jelasnya.

Menurut Popon, faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan UMK adalah kebutuhan hidup layak dan tingkat inflasi. Ia mencontohkan, untuk jenis industri yang sama seperti sepatu dan garmen, daerah lain seperti Karawang memiliki upah lebih tinggi, padahal kebutuhan hidup antara daerah tidak jauh berbeda.

Lebih lanjut, Popon juga menyoroti persoalan pungutan liar (pungli) dan lemahnya sistem rekrutmen tenaga kerja di daerah. Menurutnya, hal itu muncul karena kurangnya peran dan pengawasan dari pemerintah daerah.

“Pungli itu akibat ketidakhadiran pemerintah dan tidak adanya sistem yang jelas. Pemerintah seharusnya hadir untuk mengatur dan mengawasi,” ujarnya.

Popon menilai, kondisi investasi di Kabupaten Sukabumi juga stagnan dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, nyaris tidak ada investasi baru di sektor manufaktur dan padat karya, meskipun infrastruktur daerah sudah cukup mendukung.

“Kita heran, kondisi infrastruktur bagus, tapi kenapa investor tidak banyak masuk. Saya sampaikan ke Pak Bupati, promosi investasi hampir tidak ada. Kita seperti hanya menunggu keajaiban tanpa upaya serius menarik investor,” kata Popon.

Ia menambahkan, permasalahan mendasar seperti pengelolaan sampah menjadi cerminan lemahnya tata kelola pemerintah daerah. “Sampah di sepanjang jalan protokol saja tidak beres. Kalau hal kecil seperti itu tidak bisa dibereskan, bagaimana mau menyelesaikan masalah besar seperti investasi dan ketenagakerjaan,” tuturnya.

Baca Juga: Dewan Dila Turun ke Lokasi Banjir Cisolok Sukabumi, Sekolah Rusak Prioritas Perbaikan

Popon menilai, lemahnya kreativitas dan minimnya terobosan menjadi salah satu penyebab lambannya kemajuan di sektor ketenagakerjaan. Padahal, menurutnya, anggaran pemerintah cukup besar dan melibatkan banyak tenaga ahli.

“Banyak orang hebat dan anggaran besar, tapi tidak berdampak positif bagi kemajuan daerah karena miskin kreativitas dan tidak ada terobosan,” ujarnya.

Menutup pernyataannya, Popon berharap pemerintah daerah tidak menghalangi usulan kenaikan UMK yang diajukan oleh serikat buruh. Ia meminta agar pemerintah daerah menyalurkan rekomendasi ke tingkat provinsi secara terbuka.

“Kami minta Bupati jangan pasang badan. Berapapun masukan yang diusulkan serikat, akomodasi saja. Karena yang memutuskan kan Gubernur, bukan Bupati. Jangan sampai kebijakan yang bisa dihindari malah jadi penghambat kesejahteraan buruh,” pungkasnya.

Sekedar informasi, nilai UMK tahun 2025 di Kabupaten Sukabumi adalah Rp 3.604.482.92 dan jika dikalkulasi berdasarkan tuntutan para buruh di Sukabumi yang menginginkan adanya kenaikan 8 persen terhadap UMK, maka upah yang akan didapatkan para buruh menjadi Rp 3.920.000.

Berita Terkait
Berita Terkini