SUKABUMIUPDATE.com – Wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto memunculkan pro dan kontra di tengah publik maupun kalangan politik nasional. Sejumlah pihak menolak lantaran rekam jejak dugaan pelanggaran HAM dan praktik korupsi pada masa pemerintahannya, sementara pihak lain menyatakan Soeharto layak mendapat pengakuan atas jasanya dalam pembangunan Indonesia.
Di antara 40 nama yang diusulkan menjadi pahlawan nasional tahun ini adalah Mantan Presiden Soeharto, Mantan Presiden Abdurrahman Wahid, termasuk Marsinah yang merupakan aktivis buruh yang tewas pada era Orde Baru.
Mengutip darti tempo.co, pemerintah memastikan seluruh nama yang diusulkan telah memenuhi persyaratan administratif. Menteri Sosial Syaifullah Yusuf menyebut pengusulan gelar dilakukan melalui prosedur yang telah ditetapkan.
Ketua Dewan Gelar yang juga Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menjelaskan bahwa pembahasan calon pahlawan nasional akan dilakukan sebelum peringatan Hari Pahlawan pada 10 November 2025. Hasil sidang akan disampaikan kepada Presiden untuk diputuskan secara prerogatif.
Baca Juga: Dedi Mulyadi Tanyakan KTP WN Israel yang Viral, Bupati Cianjur Pastikan Palsu
Setara Institute menolak Soeharto diberi gelar Pahlawan
Masih mengutip darti tempo.co, Setara Institute menilai Soeharto tidak memenuhi kriteria sebagai pahlawan nasional. Menurut mereka, sejarah mencatat masa Orde Baru dipenuhi pelanggaran HAM berat dan praktik penyalahgunaan kekuasaan yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
"Dugaan pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap kemanusiaan pada masa pemerintahannya yang otoriter dan militeristik tidak dapat disangkal, meskipun tidak pernah diuji melalui proses peradilan," kata Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Hendardi, dalam keterangan tertulis, Senin 27 Oktober 2025.
Sertara juga menyoroti langkah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang mencabut nama Soeharto dari TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang pemberantasan KKN. Tindakan itu dinilai sebagai bentuk pengingkaran terhadap amanat reformasi.
"Pencabutan ini nyata-nyata mengalami amnesia politik dan sejarah serta mengkhianati amanat reformasi," tegasnya.
Hendardi mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 yang mengatur syarat pemberian gelar pahlawan nasional, antara lain rekam jejak integritas moral, keteladanan, serta tidak pernah dipidana dalam kasus berat. Ia berpendapat Soeharto tidak memenuhi kriteria tersebut karena Mahkamah Agung pernah menetapkan Yayasan Supersemar melanggar hukum dan merugikan negara hingga triliunan rupiah.
"Bila gelar itu tetap diberikan, akan muncul kesan bahwa Presiden Prabowo menerapkan absolutisme kekuasaan," ujar Hendardi.
Baca Juga: Apdesi Sukabumi Pertanyakan Laporan 250 Desa Endapkan PBB: Betul Gak Sebanyak Itu?
Dukungan untuk gelar Pahlawan Soeharto
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid, menyatakan dukungan terhadap pengusulan Soeharto sebagai pahlawan nasional. Ia menilai tokoh publik sudah memahami peran Soeharto dalam sejarah pembangunan Indonesia.
“Kita tahu ketokohan Marsinah dalam perjuangan perburuhan, Pak Harto dalam konteks membangun Indonesia, dan Gus Dur dalam konteks demokratisasi,” kata Wakil Ketua MPR itu, seraya menyebut tidak perlu ada pertentangan antara figur-figur tersebut.
PKS saat ini menjadi bagian dari koalisi pemerintahan Prabowo Subianto. Partai tersebut memiliki sejarah kedekatan politik dengan keluarga Cendana.
Sumber : tempo.co






