Puluhan Tahun Cari Emas di Sungai Cikaso, Warga Bojong Kini Harus Bayar Rp50 Ribu

Sukabumiupdate.com
Rabu 15 Okt 2025, 15:23 WIB
Puluhan Tahun Cari Emas di Sungai Cikaso, Warga Bojong Kini Harus Bayar Rp50 Ribu

Aktivitas ngadeplang atau mencari butiran emas dengan cara tradisional di aliran Sungai Cikaso Kalibunder Sukabumi. (Sumber Foto: Istimewa)

SUKABUMIUPDATE.com – Para pencari emas tradisional atau ngadeplang di aliran Sungai Cikaso, Desa Bojong, Kecamatan Kalibunder, Kabupaten Sukabumi, mengeluhkan adanya pungutan sebesar Rp 50 ribu untuk bisa melakukan aktivitasnya di lokasi yang berada di Blok Caringin–Cikadu, sekitar 200 meter ke arah girang (hulu) dari Jembatan Cikaso.

Kegiatan ngadeplang sendiri merupakan cara tradisional mencari butiran emas di sungai dengan mengayak pasir menggunakan dulang atau alat serupa.

Menurut GC (50 tahun), warga Desa Bojong yang sudah lama melakukan aktivitas ngadeplang, pungutan tersebut baru diberlakukan sekitar dua minggu terakhir oleh seseorang yang mengaku sebagai pemilik lahan sawah di tepi sungai.

“Kalau mau turun ke sungai buat ngadeplang, sekarang harus bayar Rp 50 ribu. Katanya karena sawahnya sejajar dengan sungai itu, jadi dianggap punya dia. Kalau nggak bayar, dilarang masuk,” ujar GC kepada sukabumiupdate.com, Rabu (15/10/2025).

Padahal, kata GC, sejak puluhan tahun lalu warga setempat sudah biasa mencari butiran emas di Sungai Cikaso tanpa ada pungutan apa pun. Lokasi tersebut dikenal strategis karena berada di tikungan sungai atau pentokan air, tempat aliran membawa sedimen emas cukup banyak.

“Padahal dari sawah itu jaraknya ke sungai sekitar 10 meter, terhalang kebun bambu. Tapi tetap saja disuruh bayar,” keluh GC.

Baca Juga: BMKG Ungkap Pemicu Cuaca Panas, Siang di Perkotaan Bisa Tembus 38 Derajat Celcius

Hal senada disampaikan M (80 tahun), pencari emas tradisional lainnya. Ia mengaku baru kali ini diminta membayar untuk melakukan kegiatan ngadeplang di sungai yang selama ini dianggap sebagai milik bersama.

“Sejak saya gadis suka ikut orangtua ngadeplang, belum pernah harus bayar begini. Sungai itu kan bukan punya orang perorangan,” ungkap M.

Menurut M, para pencari emas biasanya mulai bekerja sejak pukul 07.00 hingga sekitar pukul 17.00 WIB. Hasilnya tidak menentu, rata-rata antara Rp 60–70 ribu per hari. Namun dengan adanya pungutan Rp50 ribu, pendapatan bersih kini tinggal sekitar Rp 10–20 ribu.

“Dulu nenek moyang kami juga ngadeplang di situ, tidak pernah ada yang narik uang. Sekarang malah disuruh bayar,” kesalnya.

Baca Juga: Harga Daging Ayam dan Cabai Melonjak di Pasar Palabuhanratu, Imbas MBG dan Gagal Panen

Sementara itu, Kepala Desa Bojong, Gian Indra Lesmana, membenarkan adanya laporan warga terkait pungutan tersebut. Ia menegaskan bahwa pemerintah desa tidak pernah mengeluarkan kebijakan atau memberikan izin kepada siapa pun untuk menarik uang dari warga pencari emas tradisional.

“Kami sudah menerima laporan itu. Pungutan itu bukan dari pemerintah desa, dan tidak ada koordinasi sama sekali dengan RT, kepala dusun, atau pihak desa,” ujar Gian.

Gian menyebut pihaknya akan menelusuri kebenaran informasi tersebut, termasuk memanggil pihak yang melakukan penarikan untuk dimintai klarifikasi.

“Kami akan telusuri dulu, karena yang memungut tidak pernah melaporkan dan klarifikasi, termasuk apakah ada kesepakatan tertentu dengan warga,” tandasnya.

Berita Terkait
Berita Terkini