SUKABUMIUPDATE.com - Pengolahan gula kelapa merah di perkebunan kelapa Kampung Cigebang, Desa Ujunggenteng, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, mengalami peningkatan signifikan sejak Oktober 2024. Hal itu terjadi setelah sebanyak 63 penderes atau perajin beralih dari produksi gula berbahan kimia pengawet seperti Natrium metabisulfit (sulfit) ke produksi gula organik yang lebih aman untuk dikonsumsi.
Karyawan PT Bumi Lestari Abadi (BLA), Hasbuloh, menjelaskan bahwa selama ini sebagian besar perajin menggunakan campuran bahan kimia dalam proses pembuatan gula merah. Namun, PT BLA menghadirkan terobosan dengan memproduksi gula organik menggunakan bahan alami, sehingga lebih sehat bagi konsumen.
“Sekarang prosesnya memakai kapur, tatal atau potongan pohon nangka. Hasilnya lebih higienis dan tidak mengandung bahan kimia berbahaya. Ini gula organik yang aman untuk dikonsumsi,” ujar Hasbuloh kepala sukabumiupdate.com, Selasa (30/9/2025).
Dalam satu hari, produksi gula merah non-sulfit bisa mencapai 6 kwintal. Proses pembuatan dilakukan dengan merebus 1 kilogram kapur, 20 liter air, dan 2 gram tatal nangka selama 30 menit hingga menghasilkan larutan berwarna kuning. Setelah didiamkan 12 jam, larutan tersebut dimasukkan ke dalam jeliken dan kemudian dibawa ke atas pohon untuk dicampurkan dengan air nira.
Baca Juga: 3 Orang Terluka Usai Tabrakan Motor VS Pick Up di Pertigaan Tamanjaya Sukabumi
Setiap penderes biasanya mulai bekerja sejak pukul 06.00 pagi hingga siang hari, mengambil nira dari pohon kelapa kemudian memasak nira tersebut menjadi gula. Proses pemasakan rata-rata memakan waktu 5 hingga 6 jam.
PT BLA membeli gula dari para perajin dengan harga saat ini Rp13.500 per kilogram. Produk tersebut kemudian dikirimkan ke perusahaan besar seperti Indofood, dalam satu bulan bisa dua kali pengiriman. Harga gula non-sulfit lebih tinggi dibandingkan gula sulfit, dengan selisih sekitar Rp1.000 hingga Rp2.000 per kilogram.
Hasbuloh menambahkan, dalam produksi gula merah ini kebersihan lingkungan dan peralatan menjadi syarat utama. “Pengrajin dituntut menjaga kebersihan karena kualitas gula sangat dipengaruhi oleh proses pengolahan,” jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, salah seorang perajin gula kelapa, Duyeh (50 tahun), mengatakan bahwa dirinya dan puluhan penyadap lainnya menggunakan Natrium metabisulfit untuk menjaga kesegaran air nira. Namun sejak empat bulan terakhir, mulai menggunakan bahan alami seperti kapur sirih dan cairan rebusan kulit kayu nangka sebagai pengawet.
Menurutnya, dalam memproduksi gula organik, kebersihan peralatan seperti jeriken, kuali, dan cetakan, harus dijaga dengan baik. Pemeliharaan pohon kelapa juga wajib bebas pupuk kimia.
Baca Juga: Cegah Keracunan dan Kendala MBG, Forkopimcam Waluran Sukabumi Undang 3 SPPG
"Dulu saat memproduksi gula dengan Sulfit, saya tidak berani menggunakannya sebagai bumbu masak atau pemanis, sehingga sering diganti gula pasir. Sekarang gula non-Sulfit lebih aman untuk dikonsumsi, berwarna kuning kecokelatan, dan beraroma wangi yang khas," kata Duyeh kepada sukabumiupdate.com pada Selasa (18/2/2025).