Siswa Belajar dalam Ketakutan! Sekolah Rusak di Sukabumi Dihantui Pergerakan Tanah

Sukabumiupdate.com
Senin 08 Sep 2025, 12:49 WIB
Siswa Belajar dalam Ketakutan! Sekolah Rusak di Sukabumi Dihantui Pergerakan Tanah

Kondisi bangunan kelas MTs Miftahul Barokah di Kampung Gempol, Desa Cikadu, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. (Sumber : SU/Ilyas).

SUKABUMIUPDATE.com - Puluhan pelajar RA, MD, dan MTs Miftahul Barokah di Kampung Gempol, Desa Cikadu, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, masih harus belajar di bangunan sekolah yang rusak parah akibat pergerakan tanah sejak Desember 2024 lalu. 

Dengan kondisi bangunan yang seperti itu membuat para guru, siswa-siswi Miftahul Barokah, hingga orang tua murid terus dihantui rasa waswas setiap kali kegiatan belajar mengajar berlangsung.

Lela Helmiah, guru RA sekaligus pimpinan Ponpes Miftahul Barokah, menuturkan bahwa hingga kini belum ada solusi pasti dari pemerintah terkait nasib sekolah mereka.

Baca Juga: Tak Kuat Menanjak, Truk Bermuatan Kayu Palet Terguling di Buniwangi Sukabumi

"Anak-anak terpaksa belajar di sekolah yang sudah mulai rusak, karena memang tidak ada tempat lain untuk aktivitas belajar. Pernah sempat pindah ke tenda selama tiga bulan, tapi tenda itu beberapa kali roboh saat hujan, sehingga akhirnya kami kembali lagi ke bangunan sekolah yang retak - retak ini," kata kepada Sukabumiupdate.com, Senin (08/09/2025).

Menurut Lela, kekhawatiran semakin besar memasuki musim hujan. Atap bangunan sudah beberapa kali roboh, meski beruntung pada saat kejadian tidak ada siswa yang berada dalam ruangan.

"Kami takut sekali, setiap kali hujan itu rasa cemasnya luar biasa. Apalagi dinding dan atap sudah beberapa kali runtuh," ujarnya.

Lela mengaku bahwa dirinya sempat pergi ke kantor DPRD Provinsi Jawa Barat yang berlokasi di kota Bandung untuk mencari solusi. Namun, hasilnya nihil. 

"Kami pernah datang ke Bandung mau nemuin anggota DPRD (Provinsi Jabar) sampai tidur di kursi pejabat, tapi tetap tidak ada jawaban. Malah disarankan cari solusi sendiri. Sampai sekarang sekolah tidak tersentuh bantuan, sementara relokasi hanya difokuskan ke warga, bukan ke sekolah," tuturnya.

Jumlah siswa pun mulai menurun akibat kondisi ini. Dari biasanya satu kelas bisa diisi lebih dari 20 murid, kini semakin berkurang karena orang tua ragu mendaftarkan anaknya. Saat ini tercatat RA memiliki 35 siswa, MTs sebanyak 57 siswa, serta 59 santri pondok pesantren. Namun sebagian santri memilih belajar di rumah karena tak ada fasilitas mengaji.

Guru lainnya, Usup Supriatman, mengakui situasi belajar mengajar penuh risiko. "Kami sering waswas ketika sedang mengajar. Atap pernah jatuh, tapi kebetulan saat jam istirahat, jadi tidak menimpa murid. Kalau hujan turun, anak-anak kami pindahkan keluar kelas karena khawatir bangunan runtuh," ujarnya.

Ruangan sekolah yang mengalami keretakan akibat pergerakan tanah tersebut hingga kini masih digunakan secara bergantian oleh siswa-siswi Madrasah Diniyah (MD) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs). 

Para guru pun hingga kini berharap adanya perhatian serius dan tindakan nyata dari pemerintah. Mereka ingin fasilitas pendidikan segera dipulihkan, agar siswa dapat belajar dengan aman dan nyaman.

"Harapan kami sederhana, punya bangunan sekolah yang layak dan aman. Kalau terus bertahan di sini, rasa takut itu tidak akan pernah hilang," ungkap Lela.

 

Berita Terkait
Berita Terkini