SUKABUMIUPDATE.com – Seratus hari kepemimpinan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Sukabumi, Ayep Zaki-Bobby Maulana, diwarnai aksi demonstrasi dari puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sukabumi Raya.
Dalam unjuk rasa yang digelar di depan Balai Kota Sukabumi, Rabu (4/6/2025), mereka menilai selama 100 hari kerja Ayep-Bobby belum terlihat langkah signifikan maupun terobosan sistemik dalam memperbaiki tata kelola birokrasi di Kota Sukabumi.
“Kami menyikapi reformasi birokrasi di Kota Sukabumi mengingat banyak entitas Dinas, BUMD yang banyak merugikan negara, dan ini yang harus ditindak lanjuti oleh Wali Kota Sukabumi,” ujar Ketua GMNI Sukabumi Raya, Aris Gunawan kepada awak media.
GMNI juga menyoroti pembentukan Tim Komunikasi Percepatan Pembangunan yang dinilai tidak memiliki dasar hukum yang jelas, kurang transparan, serta dibentuk di tengah kebijakan efisiensi anggaran. Atas dasar itu, mereka mendesak Wali Kota Ayep Zaki untuk mencabut dan membatalkan surat keputusan pembentukan tim tersebut.
“Menurut kami hal itu sudah melanggar etika, karena jelas dalam intruksi presiden nomor 1 tahun 2025 tentang efisiensi yang melarang pembuatan tim seperti itu,” ujar Aris.
Baca Juga: Catatan dan Kritik 100 Hari Kerja Ayep Zaki-Bobby Maulana Pimpin Kota Sukabumi
Selain itu, GMNI menyoroti satu pejabat yang merangkap tiga jabatan strategis sekaligus, yakni anggota Dewan Pengawas RSUD R Syamsudin SH (Bunut), Dewan Pengawas PDAM, serta anggota Tim Komunikasi. Hal ini dianggap tidak mencerminkan pemerintahan yang demokratis.
“Memang tidak ada orang lagi yang lebih kompeten? apalagi tim itu kami anggap sudah cacat secara formil,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa pencapaian 100 hari kerja tidak bisa hanya diukur dari eksistensi di media sosial.
“100 hari kerja ini tidak bisa dilihat dari viralitas media sosial saja, melainkan banyak masalah- masalah yang lebih besar yang harus tetap dikawal,” ucapnya.
“Di sisi lain kami juga memandang Kota Sukabumi sebagai bentuk suatu kerajaan karena unsur-unsur seperti demokrasi, pancasila itu sudah tidak dipakai karena lebih mengedepankan otokrasi, dominasi kelompok juga terjadi di Kota Sukabumi. Bagi kami itu melanggar prinsip demokrasi," imbuhnya.
Tanggapan Wali Kota Sukabumi
Menanggapi kritikan dari mahasiswa tersebut, Wali Kota Sukabumi Ayep Zaki membeberkan sejumlah capaian selama 100 hari pemerintahannya. Salah satunya adalah kebijakan tidak menerima gaji pokok sebagai Wali Kota, yang kemudian dialihkan untuk membantu masyarakat kecil.
“Saya tidak mengambil gaji pokok. Gaji pokok ini disalurkan kepada anak yatim dan pedagang keliling/ultra mikro. Sudah berjalan selama tiga bulan,” ujar Ayep.
Ia juga menyampaikan beberapa program prioritas yang telah direalisasikan, seperti pemberian beasiswa kepada 66 mahasiswa, pemberian insentif untuk anggota Linmas, penertiban reklame, serta kenaikan insentif bagi RT dan RW.
Terkait pembentukan Tim Komunikasi Percepatan Pembangunan, Ayep menjelaskan bahwa tim tersebut tidak menangani proyek, melainkan membantu menyaring informasi untuk Wali Kota.
“Tim ini hanya komunikasi, tidak mengerjakan proyek, mereka bantu menyaring informasi masuk ke Wali Kota, termasuk jika ada calon investor, anggarannya juga kecil hanya Rp 6 juta, ini lebih ke pengabdian, bulan gaji profesional, ini yang membantu otomatis bukan ASN,” pungkasnya.