New Normal Bagi Anak Sekolah: Potong Kurikulum, Kurangi Mata Pelajaran

Minggu 12 Juli 2020, 06:21 WIB

Oleh : Willy Purna Samadhi

 (Pengamat Sosial dan Politik)

 

Di tengah ketidakpastian situasi akibat pandemi ini, pengambil kebijakan di bidang pendidikan, terutama pendidikan tingkat dasar, perlu berani melakukan hal radikal. Out of the box.

Kemarin, di sisa tahun ajaran, Kemendikbud mengalihkan proses belajar dari sekolah ke rumah melalui media TV, internet, dan telepon. Untuk jangka pendek dan mengatasi situasi darurat, bolehlah. Tapi untuk fase berikutnya, langkah seperti itu rasanya terlalu sederhana untuk menjawab persoalan kelas berat yang dihadapi.

Solusi seperti itu juga cenderung mengabaikan munculnya persoalan-persoalan lain yang mungkin justru harus dihadapi anak-anak gara-gara penerapan solusi itu. Yang sepele saja, misalnya, berebutan 'lapak' belajar antara adik-kakak di dalam rumahnya karena keterbatasan ruang dan fasilitas yang ada di rumahnya. Bayangkan keluarga yang memiliki tiga anak kelas 2, 4 dan 5, contohnya. Belum lagi jika ibu-bapaknya ikut mengokupasi ruangan karena harus menyelesaikan pekerjaannya di rumah.

Melalui ruang di media sosial, kita mengetahui tak sedikit juga orang tua yang mengeluhkan soal tambahan biaya mengakses koneksi internet. Belum lagi soal kepemilikan perangkatnya. Sederet persoalan lain yang lebih rumit bisa ditambahkan di sini. Mendikbud sendiri sudah memaparkan berbagai persoalan itu dalam evaluasinya terhadap cara pembelajaran jarak jauh ini.

Kesulitan-kesulitan seperti itu tentu tidak bisa digolongkan kemudian sebagai "kenormalan baru". Problem semacam itu itu harus dicari jalan keluarnya, bukan dimaklumi. Jangan gara-gara pandemi ini semua keterbatasan menjadi permakluman.

Dengan ruang kelas, desain meja, dan kerapatan duduk antar-murid seperti yang saat ini ada, sangat riskan membiarkan anak-anak, khususnya SD, kembali belajar di sekolah. Anak-anak itu tidak sepenuhnya mengerti bahaya yang mengancam mereka.

Bisa saja, misalnya, diatur masuk sekolah secara bergiliran, seperti yang diusulkan Menko Perekonomian dalam rancangan skenario "menuju normal baru"-nya. Akan tetapi cara itu hanya masuk akal bagi logika orang dewasa. Sangat berisiko menerapkan cara itu ke anak-anak. Sedangkan orang dewasa saja masih banyak yang mengabaikan perintah "tetap di rumah".

Saya sendiri berpikir tak mungkin mencari apapun cara, sepanjang kegiatan belajar-mengajar tidak diimajinasikan keluar dari kerangka yang lama. Pengambil kebijakan seharusnya berani memikirkan konsep yang sama sekali keluar dari perangkap itu. Mendesain ulang kurikulum dan mengurangi matapelajaran adalah salah satunya. Langkah ini akan mengurangi beban yang harus dipikul, bukan saja oleh anak-anak, tetapi juga guru dan orang tua.

Di luar konteks pandemi, persoalan beban kurikulum yang kelewat berat beberapa kali telah disuarakan sejumlah pihak. Maka anggaplah situasi saat ini menjadi momentum untuk mendiskusikannya lagi, tentu saja dengan langkah yang cepat. Persoalannya bukan semata-mata soal beban, tetapi juga mempertimbangkan aspek praktisnya. Tidak semua matapelajaran yang sekarang ada dapat ditransformasikan cara pengajarannya dari cara belajar tatap-muka menjadi jarak jauh.

Sebaliknya, karakter metode belajar jarak-jauh juga berbeda dengan cara belajar tatap-muka. Karena itu, pembobotan aspek-aspek matapelajaran perlu mempertimbangkan perbedaan itu.

Semua itu, tidak mungkin dapat dijawab hanya dengan memikirkan metode yang paling efektif untuk mengalihkan proses belajar-mengajar dari sekolah ke rumah, atau juga dengan hanya memikirkan peningkatan aspek-aspek kebersihan dan keamanan di sekolah apabila yang ditempuh adalah keputusan untuk mengaktifkan lagi kegiatan di sekolah.

Jadi, "normal baru", khususnya bagi kehidupan anak-anak sekolah, bukan sekadar mencari akal-akalan untuk menyiasati ancaman penularan virus. Lebih dari itu, "normal baru" adalah kebijakan yang harus keluar dari perangkap cara berpikir pengelolaan sistem pendidikan yang lama.

Berpikir out of the box adalah keharusan.

Follow Berita Sukabumi Update di Google News
Editor :
Berita Terkini
Bola29 April 2024, 20:30 WIB

Link Live Streaming Timnas Indonesia vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U-23 2024

Timnas Indonesia hari ini akan menghadapi Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U-23 2024.
Timnas Indonesia hari ini akan menghadapi Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U-23 2024. (Sumber : Instagram/@jagad_stadium/Ist).
Sukabumi29 April 2024, 20:29 WIB

Dibiayai Donatur, Siswa MI Gelarsari Sukabumi Setiap Hari Dapat Makan Siang Gratis

Kepala Sekolah (Kepsek) MI Gelarsari, Solahhudin Sanusi mengatakan program makan siang gratis tersebut merupakan bantuan dari lembaga swasta Indonesia Food Security Review (IFSR) yang berlokasi di Jakarta.
Para siswa MI Gelarsari Bantargadung Sukabumi saat menikmati makan siang gratis program lembaga swasta | Foto : Ilyas Sanubari
DPRD Kab. Sukabumi29 April 2024, 20:22 WIB

Terpukau dengan Gaya Main Timnas U-23, Badri Yakin Indonesia Bisa Taklukan Uzbekistan

Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi Badri Suhendi prediksi Timnas Indonesia U-23 menang lawan Uzbekistan dengan skor 2-1.
Badri Suhendri, MH / Anggota DPRD Fraksi Partai Demokrat Kabupaten Sukabumi | Foto : sukabumiupdate
Sukabumi Memilih29 April 2024, 20:03 WIB

Antusias, 7 Orang Daftar Maju Pilkada Kota Sukabumi Lewat PDIP

Sejumlah tokoh sangat antusias mengikuti penjaringan bakal calon Walikota\Wakil Walikota dalam perhelatan Pilkada Kota Sukabumi 2024 melalui DPC PDIP Kota Sukabumi.
Iwan Kustiawan, saat mendaftar menjadi bakal calon wali kota Sukabumi di Pilkada Sukabumi 2024 | Foto : Sukabumi Update
Life29 April 2024, 20:02 WIB

Temukan Alasannya Dengan Segera, Terapkan 10 Cara Berikut Agar Balita Berhenti Memukul

Meskipun balita belum memahami dampak dari memukul, namun sebenarnya mereka tidak memiliki niat jahat. Begini cara menangani agar mereka berhenti memukul.
Ilustrasi cara balita berhenti memukul / Sumber Foto : pexels.com/@Tatiana Syrokova
Sehat29 April 2024, 20:00 WIB

Cara Diet Sehat untuk Diabetes Tipe 1: Bantu Menjaga Gula Darah Tetap Stabil

Penderita diabetes tipe 1 harus berhati-hati dalam mengatur pola makannya untuk menjaga kestabilan kadar gula darah karena tubuhnya tidak dapat memproduksi insulin secara alami.
Ilustrasi. Penderita diabetes tipe 1 harus berhati-hati dalam mengatur pola makannya untuk menjaga kestabilan kadar gula darah karena tubuhnya tidak dapat memproduksi insulin secara alami. (Sumber : Pexels/NataliyaVaitkevich)
Life29 April 2024, 19:53 WIB

7 Cara Membuat Anak yang Keras Kepala Jadi Patuh kepada Orang Tuanya

Anak yang keras kepala terkadang tidak patuh saat diperintah, dinasihati atau dimintai tolong orang tuanya. Maka penting mengubahnya menjadi patuh.
Ilustrasi. Cara membuat anak keras kepala menjadi patuh kepada orang tua. | Sumber foto : Pexels/ Gustavo Fring
DPRD Kab. Sukabumi29 April 2024, 19:28 WIB

Sodikin Optimis Timnas Indonesia Menang Lawan Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U-23

Terkait prediksi skor, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi Sodikin sebut yang paling penting adalah timnas Indonesia bisa meraih kemenangan.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi, M Sodikin (Sumber : akun fb PKS Kabupaten Sukabumi)
Keuangan29 April 2024, 19:00 WIB

7 Gaya Hidup Orang Miskin yang Membuatnya Sulit Kaya

Hati-hati, Jangan Tiru Gaya Hidup Orang Miskin yang Membuatnya Sulit Kaya Ini!
Ilustrasi. Orang Miskin Banyak Gaya (Sumber : Pexels/LizaSummer)
Keuangan29 April 2024, 18:54 WIB

Awal Triwulan II 2024, Realisasi Belanja di KPPN Sukabumi Capai Rp6,4 Triliun

Realisasi belanja negara yang disalurkan melalui KPPN Sukabumi berhasil mencapai Rp6,4 triliun di awal Triwulan II 2024.
Kepala KPPN Sukabumi, Abdul Lutfi. (Sumber : Istimewa)