SUKABUMIUPDATE.com - Akhir-akhir ini kasus korupsi yang menimpa mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) dalam kasus korupsi impor gula menjadi sorotan tajam publik. Hakim ketua Dennie Arsan Fatrika menyatakan bahwa Tom terbukti bersalah karena menerbitkan izin impor gula pada periode 2015–2016 yang dinilai menguntungkan perusahaan tertentu. meskipun tidak ditemukan adanya keuntungan pribadi yang diterima Tom Lembong.
Sebelumnya di peradilan tingkat pertama Tom Lembong divonis 4.5 tahun penjara dalam kasus korupsi impor gula, sebelum akhirnya pada 29 Juli 2025, Tom Lembong mengajukan banding dan akhirnya mendapatkan hak abolisi yang sebelumnya diusulkan oleh Presiden Prabowo Subianto kepada DPR.
Baca Juga: Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto, Langkah Politik Prabowo atau Demi Persatuan?
Namun keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong memunculkan dinamika politik baru. Meskipun secara hukum sah, keputusan ini menimbulkan polemik di ruang publik dan kalangan ahli hukum.
Pandangan Ahli Hukum Terhadap Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto Kristiyanto
Di kutip dari Tempo.co. Presiden Prabowo Subianto mengusulkan pemberian abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan era kabinet Presiden Jokowi dan eks tim pemenangan capres Anies Baswedan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dan amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, usul tersebut disetujui oleh DPR RI.
Menurut Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyampaikan bahwa permohonan abolisi untuk Tom Lembong diajukan oleh Presiden Prabowo melalui Surat Presiden Nomor R43/Pres 07.2025 yang bertanggal 30 Juli 2025. "Kami telah melaksanakan rapat konsultasi, dan dari hasil rapat tersebut, DPR memberikan pertimbangan serta persetujuan," ujar Dasco dalam konferensi pers di kompleks Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Kamis malam, 31 Juli 2025.
Hal tersebut tidak lantas menarik perhatian berbagai ahli baik di bidang politik maupun hukum. Seperti ahli Hukum Pidana dari Universitas Indonesia, Chudry Sitompul, menilai bahwa pemberian abolisi dan amnesti umumnya memiliki latar belakang motif politik. “Langkah ini, secara politis, ingin menunjukkan bahwa Pak Prabowo bermaksud meredakan ketegangan politik,” ujarnya saat dihubungi pada Kamis malam, 31 Juli 2025.
Ia menjelaskan, amnesti merupakan bentuk penghapusan hukuman pidana yang diberikan oleh presiden kepada individu maupun kelompok yang telah melakukan tindak pidana. Sedangkan abolisi adalah tindakan penghentian proses hukum atau peradilan pidana yang masih berlangsung.
Chudry menambahkan bahwa Tom Lembong menerima abolisi karena proses hukumnya belum selesai. “Dalam kasus Tom Lembong, ia masih dalam tahap banding, sehingga putusannya belum berkekuatan hukum tetap (inkracht),” jelasnya.
Apa Itu Abolisi dan Amnesti?
Dirangkum dalam berbagai sumber, dalam sistem hukum Indonesia, Presiden memiliki kewenangan untuk memberikan pengampunan hukum dalam bentuk amnesti dan abolisi. Keduanya sering muncul dalam konteks politik, seperti yang terjadi pada Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto baru-baru ini. Meski terdengar mirip, keduanya memiliki perbedaan mendasar.
Amnesti adalah penghapusan hukuman pidana yang telah dijatuhkan pengadilan kepada seseorang. Artinya, amnesti diberikan setelah ada vonis bersalah dan dapat menghapus seluruh konsekuensi hukumnya. Amnesti sering diberikan dalam rangka rekonsiliasi nasional dan membutuhkan persetujuan DPR, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945.
Baca Juga: Lebih Kedepankan Ekonomi Kapitalis, Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun Penjara Kasus Impor Gula
Sementara itu, abolisi adalah penghentian proses hukum yang masih berjalan. Ini berlaku bagi orang yang belum divonis secara hukum tetap, misalnya masih dalam tahap penyidikan, penuntutan, atau banding. Dalam kasus Tom Lembong, karena ia masih mengajukan banding, Presiden Prabowo memberikan abolisi untuk menghentikan proses hukumnya. Sama seperti amnesti, abolisi juga memerlukan pertimbangan dan persetujuan DPR.
Intinya, amnesti menghapus hukuman yang sudah ada, sedangkan abolisi menghentikan proses hukum yang belum selesai. Keduanya adalah alat hukum yang sah, tetapi penggunaannya sering menimbulkan perdebatan, terutama bila berkaitan dengan tokoh politik.
Kasus Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto menjadi contoh nyata bagaimana kewenangan presiden dalam memberikan abolisi dan amnesti dapat menimbulkan respons beragam di masyarakat.
Baca Juga: Yandra Tegaskan Sikap KNPI Sukabumi Ditengah Isu Dualisme di Tingkat Pusat
Sumber: Tempo.Co