Meluruskan Sora Nu Patukeur: Vokal 'E', 'Eu', dan Kekeliruan Lain dalam Tulisan Bahasa Sunda

Sukabumiupdate.com
Kamis 30 Okt 2025, 15:05 WIB
Meluruskan Sora Nu Patukeur: Vokal 'E', 'Eu', dan Kekeliruan Lain dalam Tulisan Bahasa Sunda

Tiga jenis vokal 'e' ini hidup berdampingan dalam satu kalimat, membuktikan bahwa mereka benar-benar memiliki fungsi yang berbeda dan penting dalam membangun makna. (Sumber: Istimewa)

SUKABUMIUPDATE.com – “Urang Sunda kudu bangga kana basa warisan karuhun. Ngan ayeuna mah, loba pisan kasalahan texting anu sumebar di média sosial, utamana mah patali jeung pamakéan huruf atawa sora vokal 'e' (Panéléng), 'eu' (Paneuleung), jeung 'e' (Pamepet) mindeng patukeur padahal mibanda harti jeung sora anu béda pisan.”

Di era digital yang serba cepat ini, percakapan sehari-hari dan unggahan di media sosial sering kali menjadi wadah bercampurnya berbagai bahasa. Bagi urang Sunda, bangga berbahasa ibu adalah suatu keharusan. Namun, pernahkah kita menyadari, betapa banyak kekeliruan penulisan Bahasa Sunda yang tersebar luas? Kekeliruan ini bukan sekadar typo biasa, melainkan kesalahan mendasar pada penggunaan vokal yang sesungguhnya membedakan makna.

Tiga vokal yang paling sering menjadi biang kerok kebingungan adalah kerabat dekat dari huruf 'E': yaitu 'e' lemah (Pamepet), 'é' keras (Panéléng), dan 'eu' murni (Paneuleung).

Tiga Wajah Vokal 'E' yang Berbeda Dunia

Bayangkan jika Bahasa Sunda memiliki tiga orang bersaudara yang memiliki nama yang hampir sama, namun dengan kepribadian yang sangat berbeda. Pertama, ada si 'é' (Panéléng). Inilah vokal yang memiliki suara lantang dan jelas. Suaranya adalah vokal tinggi-depan, sama seperti 'e' pada kata Bahasa Indonesia énak atau kata serapan café. Dalam aksara Sunda kuno, dia dilambangkan dengan rarangken Panéléng. Ketika kita menulis "Saré" (Tidur), kita menggunakan 'é' yang keras ini. Jika kita menulis 'e' tanpa aksen di sini, maknanya bisa buyar.

Baca Juga: D’Masiv Siap Masuki Era Baru: Rilis Album Bahasa Inggris dan Gelar Konser

Kedua, si 'e' (Pamepet). Inilah yang sering kita sebut 'e' lemah. Suaranya adalah vokal tengah, persis seperti 'e' pada kata Bahasa Indonesia emas atau senang. Dalam aksara Sunda, dia diwakili oleh rarangken Pamepet yang letaknya di atas huruf konsonan. Kata-kata seperti "Kejo" (Nasi), "Beuteung" (Perut), dan "Leumpang" (Berjalan) menggunakan 'e' lemah ini.

Ketiga, dan yang paling unik, adalah 'eu' (Paneuleung). Inilah fonem kebanggaan Bahasa Sunda, yang seringkali tidak memiliki padanan yang pas di Bahasa Indonesia. Suaranya khas, berada di antara 'i' dan 'u', namun lebih ditarik ke depan. Rarangkennya disebut Paneuleung.

Ironisnya, banyak penutur yang menuliskan kata "Ceuk" (Kata) menjadi "Cek" di media sosial. Padahal, "Ceuk" menggunakan vokal Paneuleung ('eu'). Jika kita menuliskannya sebagai "Cek", kita merujuk pada cek (alat pembayaran) atau sora 'e' lemah. Perbedaan penulisan 'eu' vs 'e' ini adalah kunci untuk mempertahankan keautentikan fonologi Sunda.

Baca Juga: KPAI Soroti Kematian Siswi MTs di Sukabumi, Desak Investigasi Tuntas Dugaan Bullying

Penekanan Kasus: Antara "Saré" dan "Sarua"

Kesalahan penulisan ini jelas memengaruhi makna. Ambil contoh sederhana:

  • Saré (/sare/): Artinya Tidur. Menggunakan Panéléng ('é').
  • Sarua (/sǝrua/): Artinya Sama. Menggunakan Paneuleung ('eu') dan Pamepet ('e' lemah).

Jika kita menulis "Sare" tanpa aksen, orang akan bingung apakah kita bermaksud "Saré" (tidur) atau "Sarua" (sama). Fonem 'é' dan 'eu' ini memiliki fungsi distingtif, yaitu untuk membedakan arti kata.

Kekeliruan Fonologis Lain Kasus 'i' vs 'é' yang Tertukar

Selain keruwetan di sekitar vokal 'e', ada kasus lain yang tak kalah membingungkan, yaitu pertukaran vokal 'i' dan 'é' pada beberapa kata serapan. Contoh utamanya adalah kata "Pintar."

Dalam Bahasa Sunda baku, kita tetap menggunakan vokal /i/ yang diwakili oleh rarangken Panghulu. Namun, sering kali kita melihat orang menulisnya sebagai "Pinter". Penulisan "Pinter" menggunakan vokal 'é' (Panéléng), yang sebenarnya memiliki makna yang berbeda. Kata "Pinter" dalam konteks kata kerja atau tindakan bisa berarti mengurus atau memperbaiki.

Baca Juga: Ciro Alves Kembali Berseragam Persib Bandung di Putaran Kedua ?

Analisis Malas atau Tidak Tahu?

Mengapa kekeliruan ini terus terjadi? Jawabannya cenderung kombinasi antara Kurangnya Pengetahuan Fonologis Formal (seperti tidak mengenal Panéléng atau Paneuleung) yang diperburuk oleh Kemalasan dan Efisiensi dalam pengetikan digital. Seringkali, karena keyboard ponsel tidak langsung memunculkan huruf beraksen, penutur memilih jalan pintas.

Solusi Praktis Menguasai Keyboard Demi Basa Indung

Faktor teknologi tidak boleh menjadi alasan untuk mengorbankan keakuratan bahasa ibu. Ada solusi yang sangat mudah untuk mengatasi masalah penulisan 'é' (Panéléng) dan huruf beraksen lainnya pada perangkat digital kita:

  1. Tekan dan Tahan: Pada sebagian besar keyboard ponsel (baik Android maupun iOS), untuk memunculkan varian dari suatu huruf vokal, kita hanya perlu menekan dan menahan huruf tersebut.
  2. Pilihan Varian: Setelah Anda menekan dan menahan huruf 'E', akan muncul pop-up kecil yang menampilkan berbagai varian 'e', termasuk 'é', 'è', dan lainnya.
  3. Pilih 'é': Geser jari Anda ke pilihan 'é' (aksen tirus) untuk menggunakannya.

Dengan membiasakan diri menggunakan fitur 'tekan dan tahan' ini, kita tidak lagi memiliki alasan untuk tidak menuliskan "Saré" atau "Hésé" dengan benar. Mengetik 'eu' tidak perlu trik, cukup ketik dua huruf tersebut, yang menunjukkan keberadaan fonem Paneuleung yang unik.

Baca Juga: Elektabilitas Purbaya Salip Anies dan KDM, Tembus Posisi Kedua Capres-Cawapres 2029

Menjaga Marwah Basa Indung

Kesadaran fonologis adalah langkah kecil kita dalam menjaga marwah Basa Indung. Mari kita mulai lebih teliti dalam mengetik.

Ingatlah selalu: 'e' (Pamepet) untuk yang lemah; 'é' (Panéléng) untuk yang keras dan lantang; dan 'eu' (Paneuleung) untuk sora Sunda yang unik. Dengan ketelitian ini, kita turut serta dalam upaya pelestarian budaya dan linguistik yang tak ternilai harganya.

Berikut adalah daftar ringkasan mengenai perbedaan dan fungsi ketiga vokal 'e' dalam Bahasa Sunda beserta rarangken-nya:

  1. Vokal 'é' (Keras)
    • Rarangken: Panéléng
    • Sora Fonologis: Vokal tinggi-depan (seperti 'e' pada kata énak).
    • Contoh Kata: Saré (Tidur), Hésé (Sulit), Méja.
    • Kesalahan Umum: Sering ditulis sebagai 'e' biasa tanpa aksen.
  2. Vokal 'e' (Lemah)
    • Rarangken: Pamepet
    • Sora Fonologis: Vokal tengah (seperti 'e' pada kata emas atau senang).
    • Contoh Kata: Leumpang (Berjalan), Seuneu (Api), Kejo (Nasi).
    • Kekeliruan: Sering tertukar dengan 'é' keras atau digunakan untuk menggantikan 'eu'.
  3. Vokal 'eu' (Murni/Khas Sunda)
    • Rarangken: Paneuleung
    • Sora Fonologis: Vokal tinggi-tengah (khas Sunda, tidak ada padanan di Bahasa Indonesia).
    • Contoh Kata: Ceuk (Kata/Menurut), Keukeuh (Tegas/Ngotot), Reuneuh (Hamil).
    • Kekeliruan: Paling sering disederhanakan menjadi 'e' tunggal (misalnya, Cek padahal seharusnya Ceuk), padahal harus selalu ditulis dua huruf.

Baca Juga: Doomscrolling: Kebiasaan Scroll yang Menggerus Kesehatan Mental

Mendefinisikan Tiga Saudara Vokal 'E' dalam Vokal Bahasa Sunda

Dalam penulisan Bahasa Sunda yang baku, terdapat tiga vokal utama yang seringkali membingungkan penutur non-Sunda atau bahkan penutur asli sekalipun. Ketiga vokal tersebut, meskipun terlihat mirip dalam beberapa kasus, memiliki fungsi dan suara yang sangat berbeda, yang diwakili oleh rarangken (tanda vokal) tersendiri dalam Aksara Sunda. Vokal pertama adalah 'é', yang dikenal dengan rarangken Panéléng.

Vokal ini memiliki suara yang lantang dan tinggi, mirip dengan 'e' pada kata Bahasa Indonesia énak. Contoh penggunaannya jelas terlihat pada kata seperti "Saré" (Tidur) atau "Hésé" (Sulit). Selanjutnya, ada 'e' lemah, yang dilambangkan dengan rarangken Pamepet. Vokal ini bersuara tengah dan lemah, identik dengan 'e' pada kata Bahasa Indonesia emas atau senang. Ia muncul pada kata-kata umum seperti "Kejo" (Nasi) atau "Leumpang" (Berjalan).

Terakhir, dan yang paling unik, adalah vokal 'eu', yang ditandai dengan rarangken Paneuleung. Vokal ini menghasilkan suara khas Sunda yang tidak ada padanannya dalam Bahasa Indonesia, seringkali digambarkan sebagai vokal tinggi-tengah yang murni. Vokal ini harus selalu ditulis 'eu' untuk membedakannya, seperti pada kata "Ceuk" (Kata/Menurut) atau "Keukeuh" (Tegas/Ngotot), dan tidak boleh disamakan dengan 'e' lemah.

Kiwari, naha urang téh réla terus-terusan ngantepkeun basa indung urang leungit jati dirina ukur ku alesan gampil dina texting? Tumiba waktuna pikeun ngarobah kabiasaan! Dina leungeun urang, aya kakuatan pikeun ngajaga kaluhungan basa Sunda. Ti mimiti ayeuna, hayu urang pastikeun yén nalika urang nuliskeun kecap sapertos "keukeuh" atanapi "saré", urang leres-leres nganggo vokal anu luyu, sanajan kudu nyukcruk aksen 'é' dina kibor hapé. Sabab kasalahan anu diulang-ulang moal jadi bener, tapi lalaunan bakal ngaleungitkeun harti nu sajati.

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini