Kontribusi Spiritual Sunda Wiwitan dalam Kepercayaan Leluhur Masyarakat Sunda

Sukabumiupdate.com
Jumat 24 Okt 2025, 06:13 WIB
Kontribusi Spiritual Sunda Wiwitan dalam Kepercayaan Leluhur Masyarakat Sunda

Ilustrasi Digital Image Masyarakat Sunda yang masih memegang teguh konsep spiritual Sunda Wiwitan (GenImage:Sora)

SUKABUMIUPDATE.com - Sunda Wiwitan adalah salah satu kepercayaan asli masyarakat Sunda di Jawa Barat dan Banten yang telah ada sejak zaman pra-Hindu dan pra-Islam. Istilah Wiwitan sendiri bermakna "mula," "pokok," atau "awal," menegaskan posisinya sebagai fondasi spiritualitas asli orang Sunda. Kepercayaan ini dikenal sebagai Jati Sunda yang bersifat monoteistis purba, mengakui satu kekuasaan tertinggi sebagai sumber segalanya.

Penganut Sunda Wiwitan memandang konsep tauhid sebagai keyakinan pada satu entitas Tuhan yang Maha Esa, yang disebut Sang Hyang Jati Tunggal atau Sang Hyang Kersa. Mereka memaknai Tuhan sebagai pencipta alam semesta yang memiliki kekuasaan mutlak tanpa batas, sehingga Sunda Wiwitan merupakan kepercayaan monoteis purba. Konsep ketuhanan ini tercermin dalam Kitab Sanghyang Siksakandang Karesian yang menjadi pedoman moral dan etika bagi pemeluknya.

Selain itu, penganut Sunda Wiwitan percaya bahwa Tuhan itu sama dengan Tuhan yang diyakini dalam agama-agama besar, termasuk Islam. Mereka menganggap diri sebagai umat dari nabi Adam dan menghormati Nabi Muhammad sebagai saudara muda nabi Adam, sehingga ada kesan akulturasi dan harmoni antara Sunda Wiwitan dengan Islam, terutama dalam hal pengakuan satu Tuhan. Kepercayaan Sunda Wiwitan menekankan hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, serta hidup selaras dengan alam dan sesama manusia.

Baca Juga: Pesona Karang Tawulan Sang Permaisuri Gagah Pantai Selatan Tasikmalaya Jawa Barat

Penganut Sunda Wiwitan banyak terdapat di desa-desa adat yang masih memegang teguh tradisi, antara lain Kampung Kanekes (Baduy) di Lebak, BantenIPenganut Sunda Wiwitan banyak terdapat di desa-desa adat yang masih memegang teguh tradisi, antara lain Kampung Kanekes (Baduy) di Lebak, Banten (Ilustrasi: GenImage:Sora)

Konsep Ketuhanan dan Atribut Sang Hyang Kersa

Inti ajaran Sunda Wiwitan adalah pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang disebut Sang Hyang Kersa.

  • Sang Hyang berarti "yang suci" atau "keramat."
  • Kersa berarti "kehendak" atau "kekuatan."

Maka, Sang Hyang Kersa diartikan sebagai Yang Maha Suci dan Maha Berkehendak, entitas ilahi tak kasatmata yang merupakan pencipta dan pengatur alam semesta. Ia adalah sumber dari segala Darma kebenaran, hukum, dan norma moral yang wajib dijalankan manusia untuk mencapai hidup yang selaras dengan alam dan sesama.

Dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kandang Karesian (pedoman moral Sunda Wiwitan), Sang Hyang Kersa digambarkan sebagai kekuatan ilahi yang mengatur keteraturan hidup dan prinsip keharmonisan. Filolog (seperti Soebardi dan Atja, 1981, hlm. 15-17) menerjemahkan atribut-Nya sebagai "Yang Maha Suci dan Maha Berkehendak, pencipta segala yang ada, pengatur alam semesta," yang menunjukkan peran sentral-Nya sebagai pusat spiritual dan norma kehidupan. Istilah lain yang digunakan untuk menyebut ketuhanan mencakup Batara Tunggal dan Batara Seda Niskala.

Baca Juga: Ambassador Talk Nusa Putra Bahas Transformasi ASEAN Menuju Masa Depan Berkelanjutan

Sunda Wiwitan dan Tauhid dalam konteks Islam memiliki titik persamaan dasar sebagai ajaran yang mengakui Ke-esaan Tuhan.

  1. Persamaan (Inti), keduanya adalah bentuk monoteisme (keyakinan akan satu Tuhan atau Kekuatan Tertinggi).

  2. Perbedaan (Substansi), tauhid adalah bentuk monoteisme yang mutlak, ketat, dan transenden. Ia menolak segala bentuk perantara atau penyekutuan dengan entitas lain (baik malaikat, roh, atau alam) dalam penyembahan dan keesaan-Nya. Sementara itu, monoteisme purba seperti Sunda Wiwitan cenderung inklusif dan seringkali mencakup pengakuan terhadap roh leluhur atau kekuatan alam dalam tatanan spiritual (walau Sang Hyang Kersa tetap yang tertinggi).

Jadi, monoteisme purba dalam Sunda Wiwitan adalah keyakinan pada satu Tuhan tertinggi, sedangkan Tauhid adalah doktrin keesaan Tuhan yang mutlak dan tidak terbagi tanpa cela sekutu.

Interaksi dengan Islam dan Keberlanjutan

Walaupun berbeda secara formal, terdapat akulturasi dan interaksi yang signifikan antara penganut Sunda Wiwitan dan ajaran Islam, khususnya di beberapa komunitas adat. Penganut sering kali melihat Tuhan mereka (Sang Hyang Kersa) sebagai entitas yang sama dengan Allah SWT dalam Islam, dan kepercayaan leluhur dipertahankan sebagai bagian dari identitas budaya.

Perbedaan Nomenklatur:

  • Sunda Wiwitan menggunakan istilah seperti Sang Hyang Kersa, Batara Tunggal, dan Batara Seda Niskala, mencerminkan kedekatan spiritual dengan kosmos dan alam.
  • Islam menggunakan Allah SWT, dengan penekanan ketat pada monoteisme mutlak (Tauhid).

Baca Juga: Kisah Dramatis Penyelamatan Pendaki Perempuan yang Alami Hipotermia di Gunung Salak

Pagi hari di Kampung Naga, kampung budaya yang masih memegang adat & tradisi Sunda warisan leluhur Sunda.Pagi hari di Kampung Naga, kampung budaya yang masih memegang adat & tradisi Sunda warisan leluhur Sunda.

Kasus Unik Kampung Naga

Masyarakat adat Kampung Naga di Tasikmalaya umumnya menyatakan diri beragama Islam. Namun, praktik keagamaan mereka unik, yang oleh beberapa peneliti dikaitkan sebagai bentuk sinkretisme atau warisan ajaran leluhur (Sunda Wiwitan) yang memengaruhi pelaksanaan ibadah Islam.

Contoh yang paling menonjol adalah pelaksanaan Salat wajib yang dilakukan dalam tiga waktu (pagi, siang, dan malam), berbeda dari lima waktu dalam Islam pada umumnya. Hal ini diyakini sebagai ajaran yang diturunkan oleh para karuhun (leluhur), menunjukkan kuatnya pengaruh tradisi adat dalam praktik keagamaan mereka.

Distribusi Geografis dan Desa Adat

Penganut Sunda Wiwitan mayoritas menetap di wilayah yang masih mempertahankan tradisi adat secara kuat. Desa-desa adat ini umumnya berlokasi di wilayah yang relatif terisolasi, memungkinkan praktik dan kepercayaan leluhur untuk tetap lestari:

  1. Kampung Kanekes (Baduy), Lebak, Banten: Komunitas Sunda Wiwitan terbesar dan paling dikenal, yang secara resmi diakui dalam kolom agama sebagai Kepercayaan/Aliran Kepercayaan.
  2. Kasepuhan Ciptagelar, Sukabumi, Jawa Barat.
  3. Desa Cigugur, Kuningan, Jawa Barat.
  4. Kampung Naga, Tasikmalaya, Jawa Barat: Meskipun beragama Islam, tradisi leluhur (yang diduga berasal dari Sunda Wiwitan) sangat memengaruhi praktik adat dan ritual mereka.
  5. Komunitas di desa Leuwigajah, Cimahi, dan beberapa daerah di Bogor.

Sunda Wiwitan adalah warisan spiritual dan budaya yang kaya dari masyarakat Sunda, yang menganut konsep monoteisme purba yang menekankan harmoni fundamental antara manusia, alam, dan Tuhan Yang Maha Esa. Keunikan istilah, ritual, dan praktiknya menjadikan Sunda Wiwitan bagian tak terpisahkan dari keragaman budaya dan spiritual Indonesia. Sunda Wiwitan bukan sekadar sistem agama dan kepercayaan leluhur, melainkan pondasi budaya yang mengajarkan prinsip-prinsip universalitas sejati. Ia berakar pada kesadaran mendalam bahwa alam adalah manifestasi suci dari Sang Hyang Kersa yang harus dijaga (silih asah, silih asih, silih asuh).

Melalui penghormatan terhadap alam dan leluhur, keyakinan ini menuntun penganutnya menuju harmoni total keseimbangan hidup dengan sesama dan lingkungan yang didasari oleh etika cinta kasih (welas asih) yang tidak memandang perbedaan, membuktikan kearifan lokal Sunda mampu memberikan kontribusi spiritual yang relevan dan damai bagi peradaban global.

(Dari berbagai sumber)

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini