SUKABUMIUPDATE.com - Masa kanak-kanak merupakan periode penting dalam pembentukan karakter, emosi, dan perilaku sosial. Namun, tidak semua anak melewati fase ini tanpa hambatan.
Salah satu gangguan perilaku yang perlu mendapat perhatian serius adalah Conduct Disorder (CD). Gangguan ini ditandai dengan pola perilaku berulang yang melanggar aturan, norma sosial, serta hak orang lain.
Conduct Disorder tidak bisa disamakan dengan kenakalan anak biasa. Perilaku yang muncul cenderung menetap, berdampak luas, dan mengganggu kehidupan anak di rumah, sekolah, maupun lingkungan sosial. Meski sering terdiagnosis pada usia remaja, tanda-tandanya dapat muncul sejak masa kanak-kanak.
Pemahaman yang tepat akan membantu orang tua dan pendidik melakukan intervensi sejak dini.
Apa Itu Conduct Disorder?
Conduct Disorder adalah gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan perilaku agresif, manipulatif, dan kurang empati terhadap orang lain. Anak dengan kondisi ini sering mengabaikan aturan, menunjukkan perilaku menentang, serta tidak merasa bersalah atas tindakan yang merugikan orang lain.
Menurut pedoman diagnostik gangguan mental, Conduct Disorder termasuk gangguan perilaku serius. Jika tidak ditangani dengan baik, kondisi ini dapat berlanjut hingga dewasa dan meningkatkan risiko munculnya gangguan kepribadian antisosial. Oleh karena itu, pengenalan dan penanganan sejak dini sangatlah penting.
Baca Juga: Tidak Selalu Bahaya! 9 Manfaat Positif Video Game bagi Anak Jika Digunakan dengan Bijak
Gejala Conduct Disorder yang Perlu Diwaspadai
Gejala Conduct Disorder umumnya berlangsung minimal selama satu tahun dan dapat dikelompokkan ke dalam beberapa pola perilaku utama.
Anak dengan CD dapat menunjukkan agresi terhadap orang atau hewan, seperti sering berkelahi, mengintimidasi, menyakiti secara fisik, atau bersikap kejam terhadap hewan. Selain itu, perusakan properti juga sering terjadi, misalnya merusak barang dengan sengaja atau melakukan pembakaran.
Gejala lainnya meliputi perilaku penipuan dan pelanggaran, seperti berbohong secara terus-menerus, mencuri, atau memanipulasi orang lain demi keuntungan pribadi. Anak juga dapat menunjukkan pelanggaran aturan yang serius, misalnya sering membolos, kabur dari rumah, atau terlibat dalam aktivitas berisiko dan ilegal.
Perilaku-perilaku ini tidak hanya mengganggu lingkungan sekitar, tetapi juga berdampak negatif pada perkembangan emosional dan akademik anak.
Penyebab Conduct Disorder
Conduct Disorder tidak disebabkan oleh satu faktor tunggal. Gangguan ini muncul akibat kombinasi berbagai faktor biologis, psikologis, dan sosial.
Baca Juga: Terlalu Sering Main Gadget, Anak Lebih Rentan Tantrum dan Gangguan Emosi
Dari sisi biologis, ketidakseimbangan zat kimia otak yang mengatur emosi dan impuls dapat berperan. Faktor genetik juga berpengaruh, terutama jika terdapat riwayat gangguan mental dalam keluarga.
Secara psikologis, anak dengan kemampuan pengendalian emosi yang rendah, perilaku impulsif, serta empati yang kurang lebih berisiko mengalami CD. Pengalaman traumatis di masa kecil, seperti kekerasan atau pengabaian, juga dapat mempengaruhi pembentukan perilaku.
Sementara itu, faktor sosial mencakup lingkungan keluarga yang tidak harmonis, kurangnya dukungan emosional, pengasuhan yang tidak konsisten, serta pengaruh lingkungan dan teman sebaya yang negatif.
Tingkat Keparahan Conduct Disorder
Conduct Disorder memiliki tingkat keparahan yang berbeda. Pada tingkat ringan, perilaku melanggar aturan terjadi sesekali dan dampaknya masih terbatas. Tingkat sedang ditandai dengan pelanggaran yang lebih sering dan mulai mengganggu hubungan sosial serta prestasi sekolah.
Pada tingkat berat, perilaku agresif dan kriminal terjadi berulang serta menimbulkan dampak serius bagi anak dan lingkungannya.
Semakin berat tingkat keparahannya, semakin besar pula risiko masalah hukum dan kesulitan beradaptasi di masa dewasa.
Cara Menangani Conduct Disorder
Penanganan Conduct Disorder memerlukan pendekatan menyeluruh. Terapi perilaku kognitif dapat membantu anak mengenali emosi dan mengubah pola pikir negatif. Terapi keluarga berperan penting dalam memperbaiki komunikasi dan menciptakan lingkungan rumah yang lebih suportif.
Baca Juga: Antrean Membludak, Dugaan Penyebab Wanita Paruh Baya Meninggal Saat Pencairan BLT Kesra
Selain itu, pelatihan keterampilan sosial membantu anak belajar berinteraksi secara sehat. Dalam kondisi tertentu, tenaga profesional dapat mempertimbangkan penggunaan obat untuk mengendalikan gejala tertentu, dengan pengawasan ketat. Dukungan dari sekolah dan kegiatan positif berbasis komunitas juga sangat membantu proses pemulihan.
Sumber: klikdokter



