Transfer Data ke AS, SAFEnet: Hak Digital Warga Terancam Jadi Komoditas

Sukabumiupdate.com
Sabtu 26 Jul 2025, 17:50 WIB
Transfer Data ke AS, SAFEnet: Hak Digital Warga Terancam Jadi Komoditas

Ilustrasi data digital. | Foto: Pixabay

SUKABUMIUPDATE.com - Direktur Eksekutif SAFEnet Nenden Sekar Arum menganggap klausul transfer data pribadi dalam Perjanjian Dagang Resiprokal Amerika Serikat adalah kebijakan berbahaya. Menurut dia, komitmen ini merenggut hak-hak digital dan kedaulatan data masyarakat Indonesia karena ditransfer ke negara lain tanpa seizin pengguna tersebut.

“SAFEnet memandang kesepakatan Indonesia dengan Amerika Serikat berisiko menjadikan data pribadi sebagai komoditas dagang,” kata Nenden, Sabtu (26/7/2025). Ia mendesak pemerintah menjelaskan kepada publik soal dasar hukum dan jaminan perlindungan hak warga atas data pribadinya imbas kesepakatan dagang ini.

Menurut Nenden, mengutip tempo.co, kesepakatan internasional itu tidak seharusnya diterbitkan tanpa ada kesepakatan antara pemilik data dengan perusahaan atau negara tertentu. Kesepakatan ini juga jauh dari kesan transparansi serta keterlibatan publik dalam pembahasannya.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Viada Hafid memastikan transfer data yang dimaksud dalam Perjanjian Dagang Resiprokal Amerika Serikat dan Indonesia adalah bentuk dari pijakan hukum yang terukur. Ia menjelaskan transfer data itu bukan penyerahan data pribadi secara bebas.

Baca Juga: CTRL+J APAC 2025 Hari Kedua: Ketika AI, Bahasa Lokal, dan Keadilan Data Jadi Sorotan

Kemudian, Meutya menyebut komitmen dagang antara kedua negara ini masih dalam tahap finalisasi dan pembicaraan teknis bakal terus berlangsung. “Pemerintah memastikan transfer data ke Amerika Serikat tidak dilakukan sembarangan,” kata dia pada 24 Juli 2025.

Politikus Partai Golkar ini menyatakan bahwa transfer atau pemindahan data pribadi lintas negara diperbolehkan selama memiliki kepentingan yang sah, terbatas, dan dapat dibenarkan secara hukum. Beberapa contohnya, kata Meutya, semisal aktivitas pemindahan data saat menggunakan mesin pencarian seperti Google dan Bing.

Dalam konteks perjanjian dagang ini, ia menilai kesepakatan transfer data itu dapat menjadi dasar legal bagi perlindungan data pribadi warga negara Indonesia, ketika menggunakan layanan digital yang disediakan oleh perusahaan berbasis di Amerika Serikat. “Seluruh proses dilakukan dalam kerangka secure and reliable data governance, tanpa mengorbankan hak-hak warga negara,” ucap dia.

Adapun soal transfer data pribadi warga negara Indonesia ke Amerika Serikat itu tertuang dalam pernyataan bersama atau joint statement yang dirilis laman resmi pemerintah Amerika Serikat pada 22 Juli 2025 waktu setempat.

Dalam dokumen tersebut, terdapat 12 poin utama. Salah satu poin menyebut Indonesia berkomitmen menghapus hambatan yang berdampak pada perdagangan, jasa, dan investasi digital. “Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk mentransfer data pribadi keluar dari wilayahnya ke Amerika Serikat,” tertulis di laman White House.

Perjanjian itu juga mencantumkan komitmen Indonesia untuk menghapus tarif dalam Harmonized Tariff Schedule (HTS) atas produk tak berwujud dan menangguhkan persyaratan deklarasi impor. Pemerintah AS menilai langkah ini mendukung moratorium permanen atas bea masuk transmisi elektronik di World Trade Organization (WTO) secara segera dan tanpa syarat.

HTS merupakan sistem klasifikasi barang impor yang digunakan AS untuk menentukan bea masuk dan mengumpulkan data statistik perdagangan. Setiap barang impor diberi kode HTS unik sebagai dasar perhitungan tarif dan kuota.

Sumber: Tempo.co

Berita Terkait
Berita Terkini