Oleh: Hamidah M. Pd (Praktisi Pendidikan)
Menikah bukan sekadar menyatukan dua tubuh, tetapi juga dua dunia yang penuh dengan nilai, kebiasaan, dan cara berpikir yang berbeda. Karena itu, kesekufuan atau kesepadanan antara suami dan istri menjadi fondasi penting agar pernikahan tidak hanya indah di awal, tapi juga kokoh di perjalanan panjangnya.
Pasangan yang sekufu bukan berarti harus sama dalam segalanya. Tidak mesti sama profesinya, pendidikannya, atau asal keluarganya. Namun, keduanya memiliki frekuensi yang seirama: sejalan dalam visi hidup, sepadan dalam cara memandang masalah, dan serupa dalam kadar kedewasaan.
Ketika dua orang sekufu bersatu, perbedaan yang muncul lebih mudah dijembatani. Ada ruang saling memahami sebelum menghakimi, ada kesabaran yang tumbuh dari kesadaran bahwa mereka sedang berjalan menuju arah yang sama.
Baca Juga: CEK FAKTA: Raffi Ahmad Bagikan Bansos untuk Para TKI, Itu Penipuan
Namun, bila dari awal tak seimbang nilai hidup berbeda, cara berpikir bertolak belakang, ego terlalu tinggi di satu sisi hubungan menjadi mudah goyah. Yang satu ingin ke utara, yang lain melangkah ke selatan. Akhirnya, cinta bisa terasa seperti beban, bukan tempat pulang.
Perlu diingat, kemungkinan bercerai tetap ada bahkan di antara yang sekufu, sebab manusia bukan makhluk statis. Kita bisa berubah, tumbuh, atau bahkan menjauh dari versi diri yang dulu pernah dicintai.
Namun, ketika dari awal tidak sekufu, risiko perpisahan jauh lebih besar, karena pondasinya rapuh sejak awal.
Kesekufuan bukan jaminan kebahagiaan, tapi ia adalah keseimbangan awal titik di mana dua jiwa bisa belajar berjalan beriringan, tanpa saling menyeret atau tertinggal terlalu jauh.Karena cinta saja tidak cukup; ia perlu ditemani kesepadanan dalam nilai, niat, dan arah hidup.



