SUKABUMIUPDATE.com - Konsorsium Jurnalisme Aman (JA) yang terdiri dari Yayasan Tifa, Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN), dan Human Rights Working Group (HRWG) menilai gugatan Menteri Pertanian Amran Sulaiman terhadap Tempo sebesar Rp 200 miliar dan surat instruksi internal Kementerian Pertanian untuk melakukan serangan digital terhadap konten Tempo, merupakan ancaman langsung terhadap kemerdekaan pers dan ruang demokrasi di Indonesia.
Gugatan kepada Tempo bermula dari poster berita edisi 16 Mei 2025 berjudul "Poles-poles Beras Busuk". Poster ini menjadi pengantar ke dalam artikel "Risiko Bulog Setelah Cetak Rekor Cadangan Beras Sepanjang Sejarah". Pemberitaan Tempo berjudul “Poles-Poles Beras Busuk” serta poster di media sosial yang memantik reaksi Menteri Pertanian. Mengenai ini, Dewan Pers telah menangani pengaduan terkait pemberitaan itu dan memberikan rekomendasi yang telah dijalankan oleh pihak Tempo.
Anggota Konsorsium JA dari PPMN Fransiska Ria Susati mengatakan gugatan terhadap Tempo merupakan upaya memiskinkan media. Sementara, surat instruksi Kementerian Pertanian kepada Tempo bentuk pembungkaman pers via digital.
"Ketika gugatan bernilai fantastis disertai instruksi kepada ASN untuk menyerang produk jurnalistik, itu bukan lagi sengketa biasa, melainkan bentuk tekanan negara yang terencana," ujar Direktur Eksekutif PPMN tersebut dalam rilis yang diterima sukabumiupdate.com, Jumat (31/10/2025).
Baca Juga: LBH Pers Soroti Kejanggalan Menteri Pertanian Gugat Tempo Rp 200 Miliar
Fransiska mengatakan gugatan tersebut tidak proporsional karena Tempo telah mematuhi mekanisme penyelesaian melalui Dewan Pers. Mekanisme itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Menurutnya, menempuh jalur hukum dan nilai fantastis akan menimbulkan efek jera (chilling effect) bagi media lain yang berani mengkritik pejabat publik.
"Padahal, Dewan Pers telah menangani pengaduan terkait pemberitaan itu dan memberikan rekomendasi yang telah dijalankan oleh pihak Tempo. Dengan demikian, langkah hukum yang ditempuh di luar mekanisme pers dinilai sebagai tindakan yang tidak proporsional dan berpotensi melemahkan media independen seperti Tempo," kata Fransiska.
Sementara itu, instruksi kepada seluruh ASN di lingkungan Kementerian Pertanian memerintahkan para ASN diwajibkan memberikan tanda “tidak suka” (dislike), melaporkan (report) video sebagai “misinformasi” dan “hate speech”, serta membanjiri kolom komentar dengan narasi keberhasilan kementerian.
Langkah ini menurut Anggota Konsorsium JA sekaligus Direktur Eksekutif Tifa Foundation Oslan Purba, tidak hanya memperlihatkan upaya sistematis untuk membungkam kritik, tetapi tindakan menyalahgunakan wewenang dengan pengerahan aparatur negara untuk melindungi citra pejabat publik dari pemberitaan yang sah secara jurnalistik.
“Tempo adalah salah satu dari sedikit media yang masih independen dan berani bersuara. Menyerangnya melalui jalur hukum, lalu mengorganisir ASN untuk membanjiri serangan digital, adalah praktik yang berbahaya bagi demokrasi,” kata Oslan.
Konsorsium JA juga mengecam keras surat instruksi internal tersebut, karena menggunakan aparatur sipil negara untuk kepentingan pembentukan opini yang melindungi pejabat dari kritik media. Instruksi tersebut juga menunjukkan penyalahgunaan wewenang dan sumber daya negara untuk membungkam suara kritis, serta menciptakan iklim ketakutan di kalangan ASN dan publik untuk mengekspresikan pendapat secara bebas.
“Menggerakkan ASN untuk menyerang produk jurnalistik adalah pelanggaran serius terhadap etika pemerintahan dan prinsip kebebasan berekspresi. Negara seharusnya menjamin kemerdekaan pers, bukan mengorganisir pembungkamannya,” ucap Daniel Awigra, Direktur Eksekutif HRWG.
Konsorsium Jurnalisme Aman kemudian menyerukan kepada pemerintah dan publik untuk tidak membiarkan praktik ini menjadi normal baru dalam relasi antara negara dan pers. Oleh karena itu, Jurnalisme Aman menuntut:
1. Pencabutan gugatan Rp200 miliar terhadap Tempo dan penghentian segala bentuk tekanan hukum terhadap media;
2. Pencabutan segera surat instruksi internal Kementerian Pertanian yang memerintahkan ASN untuk menyerang konten media;
3. Penegakan prinsip netralitas ASN dan penghormatan terhadap kebebasan pers;
4. Komitmen pemerintah untuk memastikan jurnalisme dapat bekerja tanpa ancaman hukum, politik, atau digital.
“Kebebasan pers adalah hak publik untuk tahu. Jika media dibungkam dengan gugatan dan tekanan politik, maka yang dirampas bukan hanya suara Tempo tapi juga hak publik atas kebenaran,” tutup pernyataan konsorsium.







 
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
 