SUKABUMIUPDATE.com - Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Uden Abdunnatsir melontarkan kritik atas arah belanja daerah 2025 yang difokuskan pada infrastruktur jalan dan pertanian. Pemerintah Kabupaten Sukabumi menaikkan anggaran hingga Rp 215,941 miliar, lonjakan besar yang dinilai hanya menegaskan kecenderungan pembangunan fisik. Uden berpendapat langkah itu belum cukup menjawab tantangan utama daerah: lemahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Dalam rapat Badan Anggaran DPRD dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) pada 27 Agustus 2025 di Ruang Bamus, Gedung DPRD, Uden menegaskan perlunya keseimbangan antara pembangunan infrastruktur dan penguatan SDM. “Keseimbangan itu adalah syarat pembangunan berkelanjutan. Tidak ada artinya jalan mulus jika rakyat sakit dan pelayanan sosial diabaikan,” tegasnya setelah pembahasan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun 2026.
"Kalau ada keseimbangan pembangunan fisik dan manusianya, maka akan baik. Bisa dicoba untuk 2026 dialihkan sebagian dananya ke masalah sosial dan kemiskinan," lanjut dia.
Baca Juga: Tragedi di Lumbung Energi: Balita Sukabumi Tewas Cacingan di Tengah Miliaran Dana Panas Bumi
Uden juga menyinggung sumber pendapatan daerah yang selama ini belum tergarap maksimal. Menurutnya, Sukabumi menyimpan potensi alam hingga sumber daya mineral di perut bumi yang bisa menjadi lokomotif ekonomi. Namun pemerintah masih memilih jalan mudah dengan mengandalkan pajak. “Kekayaan alam Sukabumi seperti harta yang tidur. Sayangnya, pemerintah belum serius membangunkannya,” ujarnya. Kritik ini menyoroti ketergantungan fiskal daerah yang berisiko melemahkan fondasi kemandirian keuangan jangka panjang.
Pernyataan Uden bukan sekadar wacana politik. Ia sebelumnya angkat suara soal kenyataan pahit yang menampar nurani publik Sukabumi: kematian tragis seorang balita bernama Raya. Bagi Uden, tragedi tersebut adalah bukti telanjang bahwa pembangunan yang hanya mengejar beton dan aspal gagal menjawab kebutuhan paling mendasar masyarakat.
Raya, balita berusia tiga tahun asal Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, meninggal pada 22 Juli 2025 dengan tubuh dipenuhi cacing gelang. Ia sempat dirawat di rumah sakit sejak 13 Juli 2025 dalam kondisi tubuh melemah akibat demam, batuk, pilek, dan komplikasi tuberkulosis. Tanpa identitas dan tanpa jaminan kesehatan, Raya dirawat sembilan hari, dengan tagihan biaya yang menembus puluhan juta rupiah. Kisah ini terungkap ke publik setelah komunitas sosial Rumah Teduh membagikannya. (ADV)