Kuasa Hukum 2 Tersangka Korupsi Retribusi Wisata di Kota Sukabumi Minta Penahanan Ditangguhkan

Sukabumiupdate.com
Jumat 12 Des 2025, 20:19 WIB
Kuasa Hukum 2 Tersangka Korupsi Retribusi Wisata di Kota Sukabumi Minta Penahanan Ditangguhkan

Eks Kadisporapar Kota Sukabumi Tejo Condro Nugroho saat digiring Kejaksaan untuk ditahan setelah jadi tersangka korupsi retribusi wisata, Senin (8/12/2025). (Sumber: Istimewa)

SUKABUMIUPDATE.com - Tim penasihat hukum dari dua tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan uang retribusi wisata di lingkungan Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kota Sukabumi, resmi mengajukan permohonan penangguhan penahanan untuk dua kliennya.

Seperti diketahui, kasus korupsi dugaan penyalahgunaan uang retribusi wisata itu menyeret nama Tejo Condro Nugroho selaku mantan Kadisporapar, saat ini menjabat sebagai Kadisdukcapil dan Salma El Zahra yang saat itu bekerja sebagai Tenaga Kerja Sukarela (TKS) di Disporapar.

Keduanya ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Sukabumi pada Senin 8 Desember 2025 kemarin berdasarkan bukti yang dianggap cukup dengan kerugian negara mencapai Rp 466.512.500.

Atas dasar penetapan tersangka kedua kliennya itu, Ketua Tim Penasihat Hukum, Nur Hikmat, mengatakan pihaknya telah mengajukan permohonan penangguhan penahanan pada Selasa 9 Desember 2025.

“Kami telah mengajukan permohonan penangguhan penahanan terhadap dua klien kami yang kemarin telah ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan oleh Kejaksaan Negeri Kota Sukabumi,” ujar Hikmat pada Jumat (12/12/2025).

Baca Juga: Terungkap Dari Fakta Medis, Bocah Laki-laki di Sukabumi Diduga Jadi Korban Sodomi Pria Dewasa

Di sisi lain, pihaknya juga meluruskan terkait simpang siur status kepegawaian salah satu kliennya (Salma). Ia menegaskan tidak semua tersangka berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Perlu kami sampaikan bahwa salah satu dari dua orang yang diisukan sebagai ASN itu sebenarnya berstatus sebagai Tenaga Kerja Sukarela atau TKS, bukan ASN seperti yang sudah ramai diberitakan,” kata dia.

Selain itu, Hikmat juga menekankan tentang pentingnya asas praduga tak bersalah selama proses hukum berjalan. Dia menyarankan terkait penentuan salah atau tidaknya para tersangka diberikan kepada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

“Kami akan tetap dan terus berusaha melakukan upaya-upaya hukum sesuai dengan KUHAP yang masih berlaku, seperti yang hari ini sudah kami jalankan, yaitu mengajukan permohonan penangguhan penahanan, mengkaji semua berkas yang berkaitan dengan dasar penetapan sebagai tersangka, dan akan berupaya melakukan praperadilan,” jelasnya.

Lebih lanjut, pihaknya juga menyoroti proses penetapan tersangka terhadap kedua kliennya yang dianggap janggal karena ada tahapan yang tidak dilakukan oleh kejaksaan dalam proses penyelidikan.

“Klien kami memberikan informasi bahwa dalam proses penyelidikan, penyidik Kejaksaan Negeri Kota Sukabumi tidak pernah memberikan undangan pemeriksaan secara resmi kepada salah satu tersangka,” sebut dia.

Baca Juga: Bahu Jalan di Gunungguruh Longsor, Warga Khawatir Akses Utama Terputus

Hingga saat ini, pihaknya mengaku masih menunggu jawaban dari Kejaksaan Negeri Kota Sukabumi terkait permohonan penangguhan penahanan yang mereka ajukan sebelumnya.

Selain itu, Nur Hikmat menyoroti pentingnya memprioritaskan mekanisme administratif dalam penyelesaian dugaan kerugian negara sesuai PP Nomor 38 Tahun 2016 tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Negara Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara.

Ia menyebut mekanisme Inspektorat lebih tepat digunakan ketika kerugian negara berada pada kisaran sekitar Rp400 juta. Menurutnya, penyelesaian administratif melalui pemeriksaan Inspektorat, penetapan Tuntutan Ganti Kerugian (TGK), hingga pengembalian kerugian secara bertahap merupakan jalur yang cepat, efisien, dan tidak membebani negara.

Menurutnya, membawa perkara dengan nilai kerugian seperti ini langsung ke ranah pidana justru berpotensi menimbulkan pemborosan anggaran. Biaya proses hukum mulai dari penyidikan, penuntutan hingga persidangan dapat mencapai angka serupa dengan besaran kerugian negara yang hendak dipulihkan.

Dengan begitu, mekanisme administratif melalui Inspektorat dianggap lebih rasional dan sejalan dengan prinsip ultimum remedium serta efektivitas pemulihan kerugian negara.

Berita Terkait
Berita Terkini