SUKABUMIUPDATE.com - Beberapa waktu setelah kabar duka meninggalnya seorang siswi MTs Negeri 3 Sukabumi yang diduga menjadi korban bullying, sekelompok pelajar memilih untuk tidak diam. Mereka menyalakan api kecil perlawanan terhadap luka batin yang diam-diam menggerogoti dunia pendidikan.
Pada Minggu, 2 November 2025, para siswa dan siswi itu berkumpul di Kana Space, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, menggelar Meet n Greet — ajang silaturahmi, refleksi, dan peresmian komunitas Soul Circle, gerakan pelajar yang berfokus pada penguatan mental, spiritual, dan karakter menuju generasi berdaya dan berakhlak.
“Kami ingin setiap pelajar tahu bahwa mereka tidak sendirian. Setiap jiwa berhak tenang dan setiap hati butuh ruang untuk tumbuh,” kata Mugia Rahayu (19 tahun), Ketua Soul Circle yang adalah siswi Sekolah Quran Alam (SQA) Qalban Saliman di Kecamatan Warungkiara, Kabupaten Sukabumi, Rabu (5/11/2025).
Baca Juga: Siswi Sukabumi Meninggal Akibat Bullying, PKS Serukan Perbaikan Sistem Pendidikan
Kegiatan yang digagas Dinda (19 tahun), pelajar SMA IT At-Takwin, sebagai ketua panitia, berlangsung hangat namun penuh pesan moral. Di tengah krisis empati yang melanda remaja, Soul Circle hadir menawarkan ruang teduh bagi mereka yang lelah menghadapi tekanan sekolah, keluarga, dan lingkungan sosial.
Rangkaian acara dimulai dengan tilawah Al-Qur’an dan mini konser inspiratif dari siswa SMA IT At-Takwin. Suasana semakin hidup saat mini drama ditampilkan, mengangkat tema getir tentang komunikasi yang renggang antara anak dan orang tua.
Tetapi momen paling menggugah hadir dalam sesi deeptalk bersama Kak Idhofi, ketika para peserta menunduk, meneteskan air mata, dan menulis “Surat Cinta untuk Orang Tua”. Ruangan hening, hanya terdengar isak dan suara pena yang menorehkan rindu.
“Banyak dari mereka yang menulis kata maaf dan terima kasih yang selama ini tak pernah diucapkan,” ujar Dinda.
Dalam sesi guest talk, Kak Awid, seorang pengusaha muda, menyalakan kembali semangat peserta untuk berjuang, bangga pada orang tua, dan percaya bahwa kebaikan kecil mampu melawan putus asa. “Kami ingin menjadi suara untuk mereka yang kehilangan harapan. Bullying, tekanan, dan kesepian tidak boleh lagi dianggap hal sepele," lanjutnya.
Di akhir acara, seluruh peserta berdoa bersama. Foto-foto diambil bukan sekadar dokumentasi, namun simbol kebangkitan: pelajar-pelajar yang memilih cinta, bukan kebencian; empati, bukan ejekan. Soul Circle kini berdiri bukan hanya sebagai komunitas, melainkan gerakan moral.





